Pekanbaru (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Riau mencatat 1.436.965 jumlah kepala keluarga (KK) di Riau, dan sebanyak 389.030 KK di antaranya merupakan keluarga berisiko stunting, sehingga membutuhkan intervensi serius guna menurunkan prevalensi stunting di daerah itu.
"Intervensi serius yang dibutuhkan adalah berasal dari tim pendamping keluarga, semua tim percepatan penurunan stunting (TPPS) dan organisasi perangkat daerah (OPD)/lintas sektor sesuai tupoksi, bapak/bunda asuh anak stunting dan pemangku kepentingan lain," kata Kepala BKKBN Perwakilan Riau Mardalena Wati Yulia di Pekanbaru, Minggu.
Mardalena Wati Yulia mengatakan upaya penurunan prevalensi stunting di Riau juga membutuhkan peran pemangku kepentingan lain yakni dinas kesehatan, tenaga dokter spesialis dan pakar gizi yang berperan membantu mengatasi masalah gizi yang sering terjadi pada ibu hamil adalah kurang energi kronis (KEK).
Ia menyebutkan, bahwa ketika keluarga berisiko stunting mengalami KEK namun dengan pendampingan serius maka keluarga berisiko stunting diyakini tidak menjadi stunting.
"Dengan demikian upaya sinergi yang kuat ini diyakini bisa membantu prevalensi stunting di Riau turun. Selanjutnya dengan menyasar 389.030 KK berisiko stunting merujuk data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, diyakini intervensi yang diberikan itu akan tepat sasaran dan tepat kebutuhan," katanya.
SSGI tahun 2022 untuk Riau, katanya lagi, baru selesai pemutakhiran data dan jika diolah maka bisa memperoleh data keluarga berisiko stunting secara by name by addres, khususnya menyasar calon ibu hamil, ibu punya balita, ibu punya bayi di bawah dua tahun (baduta) dan wanita calon pengantin (catin).
Ia menjelaskan, bahwa ketika BKKBN sudah memperoleh data by name by addres itu yang sudah tepat dan dengan melibatkan lintas sektor terkait data tersebut bisa mengerucut lagi untuk mencari keluarga yang tidak mempunyai sumber air minum sehat, rumah tidak layak untuk dihuni, ibu yang terlalu tua untuk hamil dan melahirkan, terlalu dekat jarak anak yang dilahirkan, atau terlalu muda untuk melahirkan.
"Sasaran lain adalah pasangan usia subur yang butuh ber-KB menggunakan alat kontrasepsi (alkon) modern namun tidak terlayani agar mereka tidak mengalami stunting. Riau membutuhkan upaya ini sekaligus mencapai 14 persen prevalensi stunting sesuai target 2024 ditetapkan oleh Presiden Jokowi. Angka stunting Riau tahun 2022 sudah mencapai 17 persen atau turun 5,3 persen dari 22,3 persen tahun 2021," demikian Mardalena Wati Yulia.