Jakarta (ANTARA) - Praktisi Kesehatan, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr Andi Khomeini Takdir mengatakan, hampir seluruh masyarakat Indonesia berpotensi memiliki penyakit diabetes melitus.
"Orang Indonesia hampir semuanya berpotensi (memiliki diabetes). Kita semua berpotensi, terutama di Indonesia makanan manis merajalela di mana-mana," katanya dalam acara gelar wicara terkait diabetes, yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Pria yang akrab disapa Dokter Koko itu mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah merekomendasikan batasan konsumsi gula harian dengan tidak lebih dari 50 gram/hari.
Namun menurutnya, masih terdapat sejumlah kalangan masyarakat yang mengonsumsi gula melebihi batas yang dianjurkan oleh Kemenkes.
"Dari situ lah, mengapa banyak masyarakat Indonesia yang berpotensi memiliki penyakit diabetes," ujarnya.
Hal tersebut, kata Dokter Koko, diperburuk dengan kebiasaan olahraga rutin yang tidak dilakukan oleh semua orang, serta kecanggihan teknologi yang menyebabkan beberapa kalangan menjadi malas bergerak.
Selain itu, sambungnya, juga ditambah dengan penyakit diabetes bawaan genetik yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit diabetes.
Kebiasaan makan yang kurang baik, kata dia, juga berpengaruh dalam peningkatan potensi penyakit diabetes di Indonesia.
"Di Indonesia, sebagian orang merasa belum makan kalau bukan nasi, akhirnya makan nasi, lauk mi, dan kerupuk. Jadi serba karbo gula. Mulai dari gula kompleks pada nasi, mi, dan diperparah dengan minum teh manis," ucapnya.
Baca juga: Kenali gejala diabetes melitus pada anak dan penanganannya
Oleh karena itu, sebelumnya Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Dante Saksono Harbuwono mengajak masyarakat untuk menjadi smart eater dengan cara memilah secara cerdas ragam makanan yang akan dikonsumsi guna mencegah dampak buruk obesitas.
"Yang diperlukan adalah mendidik masyarakat menjadi smart eater atau cerdas untuk makan. Jadi sebelum dia makan, sebelum beli makanan, dia baca dulu kalorinya berapa, sehingga bisa diperhitungkan dampaknya," kata Wamenkes (24/7).
Ia mengatakan, indeks masa tubuh pada anak dapat dihitung dengan rumus membagi berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter kuadrat) untuk mengetahui status gizi yang didapat.
"Kalau indeks masa tubuh dia lebih dari 25, disebut obesitas, kalau 25 sampai 30, dia obesitas 1, dan lebih dari 30 termasuk obesitas 2," katanya.
Sedangkan pada dewasa, kata Wamenkes Dante, hal terpenting adalah mengukur lingkar perut. Pada laki-laki tidak boleh lebih dari 90 sentimeter dan perempuan 80 sentimeter.
Baca juga: Konsumsi makanan rendah karbohidrat disarankan untuk pasien diabetes tipe 2
Baca juga: Puasa bermanfaat bagi para penyandang diabetes
Berita Lainnya
Nilai tukar rupiah melemah tajam karena The Fed beri pernyataan sangat "hawkish"
19 December 2024 10:35 WIB
Direksi BRK Syariah bersama Wamen Dikdasmen RI hadiri Milad ke-112 Muhammadiyah
19 December 2024 10:16 WIB
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB