Jakarta (ANTARA) - Penindakan tegas terhadap pihak yang menyalahgunakan penggunaan BBM bersubsidi harus menjadi langkah prioritas karena disparitas harga yang besar antara solar bersubsidi Rp5.150 dan nonsubsidi Rp12.950-Rp13.550 per liter membuat tingginya potensi penyelewengan.
"Semua elemen masyarakat harus ikut mencegah agar tidak terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi, tidak hanya sekadar imbauan," kata Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut Djoko, potensi jebolnya kuota BBM bersubsidi, terutama solar, harus diantisipasi melalui peningkatan pengawasan, termasuk sanksi terhadap penyalahgunaan solar. Apalagi, ketentuan mereka yang berhak membeli BBM bersubsidi sudah jelas.
"Namun, karena ada selisih harga yang besar (BBM bersubsidi dan nonsubsidi), membuat penyalahgunaan kerap terjadi oleh pihak tertentu untuk mendapat keuntungan," katanya.
Untuk mengurangi penyalahgunaan penggunaan BBM bersubsidi, lanjut Djoko, Pertamina sebenarnya sudah memasang sistem digitalisasi SPBU yang seharusnya bisa dimanfaatkan.
"Di situ bisa ketahuan truk atau mobil apapun jika dimodifikasi kelihatan sekali mengisi di SPBU. Kalau ada truk isi 700 liter, itu harusnya ketahuan," ujar mantan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ini.
Djoko menyebutkan Kementerian ESDM sebelumnya juga pernah menginisiasi penerapan sistem monitoring pengendalian bahan bakar minyak dengan memanfaatkan teknologi radio frequency identification (RFID) untuk mengawasi penggunaan solar bersubsidi.
"Sayangnya, setelah dipasang hampir di 250 ribu kendaraan, program tersebut dihentikan," ujar Djoko saat diskusi dengan media secara virtual, Selasa (12/4/2022).
Penyalahgunaan solar bersubsidi disinyalir menjadi faktor utama jebolnya kuota solar bersubsidi yang tahun ini ditetapkan sebesar 14,09 juta kiloliter (KL) khusus untuk sektor ritel. Pertamina memperkirakan hingga akhir 2022, konsumsi solar bersubsidi akan mencapai 16 juta KL. Djoko memproyeksikan BBM bersubsidi akan melewati kuota yang diproyeksikan.
"Kuota tahunan BBM bersubsidi sebenarnya bisa ditarik ke depan sehingga Pertamina bisa menambah kuota bulanan," katanya.
Mantan Direktur BBM BPH Migas itu mengatakan pencegahan penyalahgunaan solar bersubsidi menjadi upaya membantu pemerintah dan juga Pertamina. Karena, tekanan terhadap APBN saat ini sudah sangat berat, apalagi jika harus menanggung tambahan beban subsidi. Di sisi lain, beban Pertamina juga sangat berat karena hanya anggaran subsidi Rp500 per liter dari selisih harga jual yang mencapai Rp7.000-Rp8.000 per liter.
"Sekarang, pemerintah duduk bareng sama DPR, tambah subsidi solar, misalnya Rp2.000. Tak masalah APBNP khusus subsidi solar. Itu akan membantu Pertamina, tapi bagi masyarakat solar enggak naik," kata Djoko.
Baca juga: Akademisi sarankan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi diperketat
Baca juga: Pertamina ajak masyarakat beralih gunakan BBM ramah lingkungan, sesuai standar internasional
Berita Lainnya
IHSG Bursa Efek Indonesia melemah di tengah The Fed pangkas suku bunga acuan
19 December 2024 11:12 WIB
Nilai tukar rupiah melemah tajam karena The Fed beri pernyataan sangat "hawkish"
19 December 2024 10:35 WIB
Direksi BRK Syariah bersama Wamen Dikdasmen RI hadiri Milad ke-112 Muhammadiyah
19 December 2024 10:16 WIB
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB