Harga tepung sagu di tanah sendiri meroket, UMKM di Meranti menjerit

id Harga tepung sagu meroket,Sagu Meranti

Harga tepung sagu di tanah sendiri meroket, UMKM di Meranti menjerit

Tepung sagu dari Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti. (ANTARA/Dok)

Selatpanjang (ANTARA) - Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Kepulauan Meranti kembali terpukul dengan meroketnya harga tepung sagu, di tengah mulai bangkitnya usaha setelah terpuruk dilanda pandemi COVID-19 selama dua tahun terakhir.

Tak tanggung-tanggungnya, hargatepung sagu naik berkali-kali lipat dalam sepekan. Hal ini lantas membuat para UMKM yang bergerak di bidang olahan mi sagu menjerit.

Hal itu seperti diungkapkan salah seorang pengusaha mi sagu di Selatpanjang, Darmizun. Menurutnya, dengan adanya kenaikan harga bahan dasar pembuatan mi sagu ini sangat memberatkannya sebagai pengusaha yang sudah sejak lama berproduksi.

"Kami baru mau bangkit dari pandemi, harga tepung sagu malah naik. Ini nanti yang akan membuat harga pemasarannya tidak seimbang," ujar Darmizun kepada ANTARA, Selasa.

Dijelaskan dia, harga tepung sagu yang sebelumnya Rp280 ribu per karung, kini meningkat menjadi Rp320 ribu per karung. Kemudian kembali naik menjadi Rp350 ribu dan terakhir menjadi Rp380 ribu per karung dalam sepekan.

Tak hanya itu, selain harganya yang meroket, keberadaan tepung sagu di Selatpanjang mendadak langka. Darmizun menilai kondisi tersebut berbanding terbalik dengan Meranti yang sebagai daerah penghasil sagu, harusnya bisa memenuhi kebutuhan bahan dasar bagi pengusaha.

"Harga tepung sagu naik terus, bahkan langka sehingga para pengusaha saat ini sudah seminggu tidak melakukan produksi. Padahal Meranti dijuluki daerah dengan produksi sagu terbesar nasional, tapi kita malah sulit mendapatkan tepung sagu," ungkap Darmizun.

Dengan begitu, ia berharap adanya peran aktif Pemerintah setempat dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Meranti sebagai pemegang wewenang agar mencarikan solusi atas meningkatnya harga bahan baku sagu.

"Kami berharap pemerintah bisa memberikan solusi agar ada penekanan terhadap harga bahan baku yang dibutuhkan, sehingga kami bisa terus memproduksi olahan mi berbahan sagu," harap Ketua Asosiasi Meranti Bersagu yang bergerak di bidang olahan khusus mie sagu itu.

Dengan naiknya harga tepung sagu, pengusaha mi sagu berencana akan menaikkan harga jual menjadi Rp8.000 ribu per kilogram. Langkah ini, menurut Darmizun dibuat agar mereka dan para pengusaha mie sagu lainnya tidak merugi.

"Kami mengurangi timbangan agar konsumen juga tidak merasa keberatan. Jika kemaren per bungkus dengan berat empat ons, saat ini kami kurangi menjadi 350 gram dengan harga tetap yakni Rp4 ribu," jelasnya.

Menanggapi hal itu, Kabid Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Meranti Miftahulaid mengakui pihaknya sudah dua kali memfasilitasi pelaku usaha dengan pemilik kilang sagu untuk mencarikan solusi terkait hal itu.

"Kita sudah meminta kepada pemilik kilang untuk berpihak kepada sektor UMKM. Soal kenaikan harga bahan sagu, pihak kilang memang menyampaikan karena adanya beberapa komponen yang ikut naik seperti tual sagu, solar dan menggaji pekerja. Dengan kondisi itulah, pemilik kilang tetap bersikukuh menaikkan harga," kata Miftahulaid.

Sementara itu mengenai langkanya tepung sagu, Miftahulaid menyebutkan jika pemilik kilang hanya memproduksi lebih untuk Pulau Jawa dan mengurangi kuota untuk Kepulauan Meranti. Namun pihaknya tetap meminta kuota untuk Meranti kembali stabil seperti biasanya.

"Kita tekankan kepada pemilik kilang jika harga tetap dinaikkan, namun kuotanya terjaga untuk Kepulauan Meranti. Dari ribuan ton sagu yang dibawa ke Cirebon paling hanya 15 persen kebutuhan untuk UMKM," ujarnya.

Para pengusaha sagu di Kepulauan Meranti sudah sejak lama terjebak sistem Ijon oleh para pengepul di Pulau Jawa. Turun naiknya harga sagu ditentukan mereka, sehingga mempengaruhi kuota lokal yang dijual eceran.

"Para pengusaha kilang sagu memproduksi untuk pengepul yang berada di Cirebon karena saat ini permintaan sedang tinggi. Pengusaha disini pun harus bisa mengirim sesuai permintaan, karena mereka dimodali terlebih dahulu," ungkap Miftahulaid.