Pakar: Penerapan keadilan restoratif pertimbangkan kesengajaan pelaku dan transparansi ke masyarakat

id Keadilan Restoratif,Aparat Penegak Hukum,Universitas Mataram

Pakar: Penerapan keadilan restoratif pertimbangkan kesengajaan pelaku dan transparansi  ke masyarakat

Tangkapan layar Pakar Ilmu Hukum Universitas Mataram Lalu Muhammad Hayyanul Haq dalam webinar nasional bertajuk “Implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia: Kendala dan Solusi” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Fakultas Hukum Universitas Mataram, dipantau dari Jakarta, Jumat (4/2/2022). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.

Jakarta (ANTARA) - Pakar Ilmu Hukum Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, Lalu Muhammad Hayyanul Haq memandang kesengajaan pelaku merupakan salah satu indikator bagi aparat penegak hukum untuk menerapkan keadilan restoratif dalam penyelesaian suatu perkara.

“Dalam pandangan saya, yang menjadi indikator penerapan keadilan restoratif, bukan besar kecilnya suatu perkara melainkan kesengajaan pelaku. Kalau pelaku sengaja berbuat kejahatan atau didasari oleh kesadaran otonomnya, terstruktur, dan sistematis, maka keadilan restoratif tidak bisa diterapkan,” ujar Haq, sapaan akrab Lalu Muhammad Hayyanul Haq.

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam webinar nasional bertajuk “Implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia: Kendala dan Solusi” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Fakultas Hukum Universitas Mataram, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Sebaliknya, kata dia, keadilan restoratif dapat diterapkan apabila perbuatan tindak pidana yang dilakukan pelaku dipengaruhi oleh suatu sistem dari sekelompok orang lain atau hal-hal di luar dirinya.

“Kalau seseorang itu melakukan tindak kejahatan karena sistem, seseorang melakukan suatu tindak kejahatan di luar pengaruh dirinya, maka sebetulnya dia tidak melakukan tindak pidana itu secara penuh atau berkesadaran sehingga dalam konteks inilah keadilan restoratif bisa diterapkan,” jelas Haq.

Terkait pelaksanaan keadilan restoratif di Indonesia, Haq mengimbau aparat penegak hukum untuk tidak hanya bersandar pada faktor-faktor objektivitas dan keseimbangan dalam penanganan suatu perkara.

Selain dua hal itu, menurutnya, pelaksanaan keadilan restoratif sudah sepatutnya menyertakan transparansi kepada masyarakat.

“Perlu saya tambahkan, pelaksanaan keadilan restoratif membutuhkan adanya transparansi. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidakpercayaan dari publik terhadap pelaksanaan keadilan restoratif,” kata Haq.

Dengan demikian, ujar dia, pelaksanaan keadilan restoratif dapat dilihat, dipahami, sekaligus dipercayai segenap bangsa Indonesia sebagai penyelesaian perkara yang menjamin pemulihan di antara korban dan pelaku.