Jaringan komunikasi sangat penting untuk pemberdayaan ekonomi pekerja migran

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara,UKM

Jaringan komunikasi sangat penting untuk pemberdayaan ekonomi pekerja migran

Tangkapan layar - Pengungkapan hasil penelitian tim peneliti FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta tentang hasil penelitian TKI Hong Kong via virtual yang disampaikan pada Minggu (22/11/2020). (ANTARA/HO-UMJ)

Jakarta (ANTARA) - Upaya mengoptimalkan jaringan komunikasi bagi pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai kebutuhan penting untuk mengembangkan potensi mereka, terutama terkait dengan pemberdayaan ekonomi, menurut hasil penelitian tim Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

"Pengetahuan pengelolaan keuangan ini sangat penting, sehingga mereka tidak perlu bolak-balik sampai belasan tahun mengadu nasib ke luar negeri dengan menjadi PMI," kata Dr. Nani Nurani Muksin, salah satu tim peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMJ, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

Baca juga: Pemprov Riau usulkan 40 ribu UKM dapatkan bantuan pemerintah pusat

Kesimpulan itu didapat setelah tim FISIP UMJ melakukan penelitian bertema "Komunikasi Berbasis Online PMI Hong Kong dengan Keluarga dalam Pengelolaan Finansial" dilakukan sejak 2018. Penelitian itu didanai Kementerian Riset dan Teknologi (Kemeneristek)/BRIN dengan lokus di Hong Kong, Malaysia, Lombok, dan Mataram.

Dalam penelitian tersebut, peneliti menemukan PMI di Hong Kong aktif menggunakan ponsel atau gawai yang selain untuk berkomunikasi dengan keluarga juga digunakan tujuan lain.

Hal itu membentuk jaringan komunikasi yang beragam, yang sayangnya belum terjadi secara optimal untuk mengembangkan potensi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong.

Dalam temuan penelitian, pengetahuan akan pengelolaan keuangan masih belum optimal bagi PMI. Padahal mereka diharapkan bisa memperbaiki taraf hidup keluarga dan mengelola penghasilan yang didapat bekerja di luar negeri untuk pendidikan anak, membeli sawah, rumah, atau usaha produktif.

Menurut Nani, tidak sedikit PMI yang pendapatannya habis untuk kebutuhan keluarga di desa asal atau sekadar memenuhi gaya hidup di perantauan dan tidak disisihkan untuk ditabung.

Kebanyakan uang yang ditabung merupakan dana sisa dari penghasilan setelah memenuhi kebutuhan yang mereka anggap lebih penting. Hal itu menyebabkan saat mereka pulang ke Indonesia, masih ada PMI tidak memiliki tabungan yang cukup atau usaha mandiri guna melanjutkan hidup.

Menurut anggota tim peneliti, Amin Shabana, permasalahan literasi keuangan itu dapat teratasi jika PMI bisa mengoptimalkan ponsel dan akses internet yang mereka miliki. Hal itu memungkinkan melihat biaya komunikasi yang dikeluarkan PMI Hong Kong untuk berkomunikasi mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan.

Penggunaan ponsel pintar biasanya dilakukan untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak yang masing-masing memiliki karakteristik berbeda, seperti keluarga, perwakilan pemerintah, sesama TKI, serta LSM.

"Kami mengidentifikasi pola komunikasi berbasis 'mobile phone' ini membentuk beberapa klaster jaringan komunikasi oleh PMI sehingga bila semua klaster ini dioptimalkan untuk pemberdayaan, maka yang mendapatkan keuntungan PMI Hong Kong sendiri," katanya.

Ia menegaskan jika klaster dalam jaringan PMI memiliki kesadaran untuk menyampaikan pentingnya pemberdayaan PMI, termasuk dalam hal ekonomi, dalam setiap komunikasi maka akan menghindari mereka dari hal-hal negatif, seperti meminjam uang dari rentenir.

Berdasarkan temuan dari riset itu, tidak sedikit PMI yang dikejar-kejar penagih hutan dari dana yang dipinjamnya. Tidak hanya itu, dana yang harus dikembalikan juga mencapai tiga kali lipat dari uang yang dipinjamkan.

Hasil dari penelitian itu juga menemukan dibutuhkan media komunikasi berisi pengetahuan pemberdayaan ekonomi, khususnya pengelolaan keuangan yang dibutuhkan PMI.

Beberapa media komunikasi yang dapat diakses oleh PMI dan jaringan komunikasinya, yaitu website pmicerdas.org, fanpage PMICerdas, Instagram PMICerdas, dan aplikasi keuangan di android.

Meski demikian, tim peneliti melihat secara garis besar PMI di Hong Kong terlindungi secara hukum dengan aturan yang baik dengan memperhatikan masalah hak mereka, seperti adanya hari libur bagi pekerja yang dimanfaatkan mereka dengan berkumpul di Victoria Park.

Baca juga: 263 ribu UKM Riau terdampak COVID-19 butuh stimulus

Baca juga: Menkop UKM Teten Masduki sebut belanja pemerintah bantu UMKM capai Rp318 triliun

Pewarta: Prisca Triferna Violleta