Pekanbaru (ANTARA) - Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo) menyurati Presiden Joko Widodo yang berisi permohonan penundaan penandatanganan Peraturan Presiden tentang Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Ketua DPP Apkasindo Gulat Medali Emas Manurung di Pekanbaru, Sabtu mengatakan bahwa surat yang dilayangkan kepada orang nomor satu di Indonesia itu merupakan yang kedua kalinya dilakukan organisasi para petani kelapa sawit tersebut.
"Ini menjadi permohonan kedua yang dilayangkan Apkasindo setelah Agustus lalu sudah melayangkan surat permohonan yang sama," kata Gulat.
"Kalau Perpres itu sudah diteken dan berlaku, maka sama artinya dengan menyingkirkan sawit rakyat. Sebab Pabrik Kelapa Sawit sudah tidak lagi boleh membeli Tandan Buah Segar (TBS) sawit rakyat yang legalitasnya belum lengkap," lanjut pria berkacamata itu.
Dia mengatakan jika sawit rakyat sudah tersingkirkan maka akan memunculkan potensi konflik sosial di daerah penghasil TBS yang cukup besar. Sebab, sampai saat ini dari sekitar 14,3 juta hektare kebun kelapa sawit di Indonesia, 6 juta hektare diantaranya adalah milik rakyat.
"Ada sekitar 2,4 juta rakyat yang resah oleh rencana Perpres ISPO tadi. Sebab mereka tak akan bisa lagi memenuhi kebutuhan hidup, tak bisa akses ke perbankan dan yang lebih parah lagi, mereka sekarang menjadi bulan-bulanan sederet oknum. Sawit mereka disebut ilegal lantaran berada di kawasan hutan," ujar Gulat.
Semestinya, kata kandidat doktor lingkungan ini, Peraturan Menteri Pertanian nomor 19 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Pertanian nomor 11 tahun 2015 masih sangat relevan.
"Sebab di Permentan itu, hanya perusahaan yang wajib ISPO, sementara petani masih bersifat sukarela. Namun di Perpres, petani sudah wajib ISPO. Sementara salah satu syarat ISPO adalah lahan petani tidak boleh berada di kawasan hutan," tuturnya.
Gulat kemudian mempertanyakan Perpres ISPO itu. Sebab dalam kurun waktu 2011-2019, perusahaan yang sudah mengantongi ISPO masih bertengger di angka 30 persen.
"Ada sekitar 2.000 perusahaan kelapa sawit di Negeri ini. Ini berarti baru sekitar 600 perusahaan yang sudah ISPO. Yang lainnya gimana?," tanyanya.
Alangkah lebih baik kata Gulat, ISPO perusahaan diberesi sembari pemerintah juga memberesi persoalan kebun kelapa sawit petani di kawasan hutan.
Baca juga: Apkasindo minta KLHK objektif terkait kawasan hutan
Baca juga: Asosiasi petani sawit Riau sepakat musuhi pembakar lahan, begini penjelasannya
Gulat tak menampik bahwa sudah ada sederet regulasi yang dibikin untuk menyelesaikan persoalan tanah di kawasan hutan. Tapi aturan main itu bukan malah menyelesaikan persoalan, tapi justru membikin gaduh.
"Jadi, kami sangat berharap Presiden Jokowi mau hadir langsung menyelesaikan persoalan kami ini. Kalau persoalan ini sudah beres, wajib ISPO itu tidak akan lagi menjadi persoalan di kalangan petani, khususnya petani yang terdampar di klaim kawasan hutan itu," katanya.
Asosiasi petani kelapa sawit lain seperti ASPEKPIR, SAMADE dan SPKSI mengaku sangat mendukung apa yang dilakukan oleh Apkasindo.
"Kalau kebun petani yang diklaim masuk dalam kawasan hutan sudah dienclave, enggak jadi soal ISPO itu wajib," kata Ketua Umum SAMADE, Tolen Ketaren.
Berita Lainnya
Apkasindo sebut kemitraan jadi kunci petani tingkatkan produktivitas sawit
27 May 2023 14:26 WIB
Kabar baik, harga sawit tertinggi di Indonesia
12 February 2023 0:43 WIB
Apkasindo temui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko keluhkan anjloknya harga TBS
25 June 2022 12:56 WIB
Pabrik mulai beli sawit petani
26 May 2022 16:44 WIB
Warga Tembilahan antre sejak subuh demi minyak goreng murah
12 March 2022 12:05 WIB
Kadin Inhil akan gelar pasar murah minyak goreng
10 March 2022 13:36 WIB
Luas peremajaan sawit di Aceh kalahkan Riau, ini luasnya
14 June 2021 21:50 WIB
Petani sawit pertanyakan pungutan hingga Rp2,9 miliar
08 September 2020 20:37 WIB