Jakarta (ANTARA) - Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk mengatakan kebijakan memasukkan piutang menjadi pendapatan dalam laporan keuangan tahun 2018 tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23.
"Tidak melanggar (PSAK 23), karena secara subtansi pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima. Tidak ada yang dilanggar perusahaan karena memasukkan piutang menjadi pendapatan," kata Direktur Keuangan Garuda Indonesia, Fuad Rizal dalam siaran pers di Jakarta, Senin.
Baca juga: Siap-siap, Garuda beri diskon hingga 50 persen untuk semua rute domestik
Menurut Fuad, PSAK 23 menyatakan tiga kategori pengakuan pendapatan yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan pendapatan atas bunga, royalti dan dividen, di mana seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan pendapatan yaitu pendapatan dapat diukur secara handal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir kepada entitas, dan adanya transfer of risk.
Ia menjelaskan, sejalan dengan hasil audit KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (member of BDO international) yang merupakan Big 5 Accounting Firms Worldwide dinyatakan dalam pendapat auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam seluruh hal yang material (wajar tanpa pengecualian).
"Manajemen yakin bahwa pengakuan pendapatan atas biaya kompensasi atas transaksi dengan Mahata telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku," tegasnya.
Sebagai Big5 Audit Firm, BDO seharusnya telah menerapkan standar audit internasional yang sangat baik.
Sementara itu Direktur Teknik dan Layanan Garuda Iwan Joeniarto menambahkan kerja sama layanan konektivitas antara Garuda Grup dengan Mahata Aero Teknologi (mitra layanan konektivitas penerbangan) merupakan kerja sama yang saling menguntungkan.
"Kerja sama bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang untuk menunjang perkembangan e-commerce yang sangat pesat dan berkembang saat ini," ujar Iwan.
Ia menjelaskan Mahata didukung oleh Lufthansa System untuk kerja sama sistem on-board network, Lufthansa Technic untuk penyediaan perangkat wifi di pesawat, inmarsat dalam hal kerja sama konstelasi satelit.
Selanjutnya CBN dalam hal kerja sama penyediaan jaringan fiber optik, KLA hal kerja sama penjualan kuota pemakaian internet, serta juga dengan Aeria dan Motus untuk kerja sama penyediaan layanan penjualan iklan untuk mendukung memberikan pelaksanaan layanan kepada Garuda Grup.
Diketahui, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia pada 24 April 2019, mengumumkan bahwa sepanjang tahun 2018 perusahaan mencetak laba bersih 809,84 ribu dolar AS meningkat tajam dari tahun 2017 yang menderita kerugian sebesar 216,58 juta dolar AS.
Namun keberhasilan mencetak laba tersebut menjadi sorotan publik, karena dua komisaris PT Garuda Indonesia menolak pencatatan laporan keuangan tahun buku 2018. Penolakan itu terkait perjanjian kerja sama dengam PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia, di mana diakui menjadi pendapatan perusahaan, karena apabila tanpa pengakuan pendapatan ini perseroan akan alami kerugian sebesar 244,95 juta dolar AS.
Baca juga: Garuda turunkan tarif tiket pesawat di seluruh penerbangan 20 persen
Baca juga: Sepanjang Januari, 730 Penerbangan Dibatalkan di Bandara Pekanbaru
Pewarta: Royke Sinaga
Soal laporan keuangan, Garuda Indonesia klaim tidak langgar standar akutansi
Tidak melanggar (PSAK 23), karena secara subtansi pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima