Harimau Cagar Biosfer Mati Dalam Perangkap BBKSDA

id harimau cagar, biosfer mati, dalam perangkap bbksda

Pekanbaru, 1/10 (ANTARA) - Seekor harimau liar yang menimbulkan konflik dengan manusia di kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, ditemukan mati di dalam perangkap setelah sempat ditangkap oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau.

"Harimau mati dalam kerangkeng (perangkap)," kata Kepala BBKSDA Riau Trisnu Danisworo ketika dihubungi dari Pekanbaru, Jumat.

Trisnu menjelaskan satwa belang itu sebelumnya ditangkap oleh tim BBKSDA pada Kamis (30/9) malam sekitar pukul 19.00 WIB di Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, yang berada di dalam kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu.

Menurut dia, penangkapan itu merupakan tindakan darurat akibat harimau tersebut telah menerkam seorang buruh kepala sawit dan ternak milik warga hingga tewas.

"Petugas kami baru mengetahui harimaunya mati pagi hari," katanya.

Menurut dia, harimau itu mati akibat ada luka menganga di kaki kanan bagian belakangnya. Trisnu membantah luka tersebut akibat dari penangkapan tim BBKSDA.

"Luka itu bekas jeratan dan sepertinya sudah lama, jadi bukan mati karena kami salah prosedur penangkapan. Kami sebenarnya sudah mengetahui harimau itu terluka, tapi rencananya menunggu pada pagi hari untuk diobati," ujarnya.

Ia mengatakan bangkai harimau itu akan dibawa ke Kantor BBKSDA Riau di Pekanbaru untuk diotopsi.

Sebelumnya, harimau itu telah menerkam buruh kelapa sawit bernama Sugianto higga tewas pada tanggal 20 September lalu. Tak lama berselang, harimau yang sama juga memangsa sapi milik warga pada tanggal 30 September sebelum akhirnya ditangkap.

WWF Riau sempat mengkritisi rencana penangkapan harimau liar itu karena bisa mengakibatkan kematian satwa apabila tidak dilakukan prosedur secara benar.

Humas WWF Riau Syamsidar mengatakan yang terpenting untuk mencegah konflik harimau-manusia adalah dengan cara melindungi habitat satwa belang tersebut.

Daerah konflik itu adalah hutan habitat harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) dan mulai rusak akibat pembalakan liar. Desa Tanjung Leban sendiri baru terbentuk sekitar tahun 2000, dan pembukaan lahan untuk kelapa sawit mulai terjadi.

Lokasi konflik harimau-manusia itu kini berada di salah satu area konsesi perusahaan PT Sakato Pratama Makmur, mitra pemasok bahan baku industri pulp dan kertas Asia Pulp and Paper (APP).

Manajemen Sinar Mas Forestry juga telah mengakui bahwa konflik manusia versus harimau Sumatera yang berlangsung di kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu ada di dalam area konsesi milik perusahaan yang kini tengah diklaim warga.

"Daerah konflik itu berlangsung di area konsesi kita yang diklaim milik masyarakat setempat dan telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit," ujar Humas Sinar Mas Forestry, Nurul Huda.

Ia menjelaskan, terdapat sekitar 8.000 hektare dari total 44.000 hektare lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Sakato Pratama Makmur yang diklaim milik warga.

Pihak perusahaan sendiri telah menempuh berbagai upaya persuasif untuk mengembalikan lahan yang diklaim milik warga oleh masyarakat setempat itu, namun hingga kini belum juga membuahkan hasil.

Dari total luas lahan 44.000 hektare itu, sekitar 12.000 hektare diantaranya diperuntukan perusahaan pemasok bahan baku kertas Sinar Mas itu sebagai area konservasi Cagar Biosfer Bukit Baku yang berada di wilayah administratif Kabupaten Bengkalis, Riau.