Pekanbaru, 28/9 (ANTARA) - Organisasi konservasi World Wildlife Fund menyatakan, hingga kini konflik manusia versus harimau masih berlangsung di Cagar Biosfer Bukit Batu, Bengkalis, Riau sebagai dampak rusaknya habitat sekitar kawasan konservasi itu.
"Informasi dari masyarakat menyebutkan, masih banyak ditemukan jejak tapak kaki harimau di sekitar pemukiman warga di sekitar kawasan konservasi Bukit Batu," ujar Humas World Wildlife Fund (WWF) Riau Syamsidar di Pekanbaru, Selasa.
Menurutnya, kondisi itu terjadi karena rusaknya habitat hewan buas yang dilindungi menyusul terjadinya aktivitas pembukaan hutan yang diduga dilakukan perusahaan, sehingga mempersempit ruang gerak binatang itu.
Beberapa waktu lalu, Sugianto (35), seorang warga Dusun Air Raja, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis yang bekerja sebagai petani kelapa sawit tewas mengenaskan akibat diterkam harimau.
Lokasi meninggal warga itu berada di salah satu area konsesi perusahaan mitra pemasok bahan baku industri pulp dan kertas Asia Pulp and Paper, yakni PT Sakato Pratama Makmur yang mendapatkan izin tebang dari Menteri Kehutanan pada tahun 2010 seluas 5.932 hektare.
Daerah operasi perusahaan mitra Asia Pulp and Paper itu berada di kawasan zona penyangga kawasan konservasi Cagar Biosfer Bukit Batu yang memiliki area seluas 21.500 hektare lebih.
Idealnya, jika zona penyangga dapat dikelola perusahaan, maka harus melindungi ekosistem cagar biosfer karena kawasan konservasi itu merupakan daerah jelajah satwa liar dilindungi.
"Kalau ada perusahaan, maka aktivitas yang dilakukan harus dengan praktik yang baik tanpa merusak hutan dan menjamin pengelolaan yang berkelanjutan," jelas Syamsidar.
Menjelang akhir September 2010, WWF Riau mencatat juga terdapat seorang warga yang tewas diterkam harimau di area konsesi hutan tanaman industri PT Ruas Utama Jaya, salah satu mitra pemasok bahan baku Asia Pulp and Paper, di lanskap konservasi blok Hutan Sinepis.
Cagar Biosfer Bukit Batu awalnya merupakan kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) yang berada di barat daya Kabupaten Bengkalis, dan tahun 2003 disatukan dengan SM Giam Siak Kecil seluas 84.967 hektare yang berada di utara Kabupaten Siak.
Empat perusahaan mitra APP yang berada di bawah naungan Sinar Mas Forestry sepakat tidak mengeksploitasi kawasan hutan produksi yang memisahkan kedua wilayah konservasi itu, yang kemudian menjadi koridor ekologi sesuai dengan usulan peneliti LIPI.
Setelah melalui tahapan, organisasi dunia dunia yang membidani pendidikan, sosial dan kebudayaan UNESCO menetapkan Giam Siak Kecil-Bukti Batu sebagai cagar biosfer di Pulau Juju, Korea Selatan, 26 Mei 2009.