Pekanbaru, (Antarariau.com) - Perhelatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau periode 2019-2024 yang dilaksanakan tanggal 27 Juni 2018 usai sudah. Pasangan calon Syamsuar-Edy Natar Nasution berhasil memenangi pertarungan.
Kemenangan Pasangan Calon Gubernur Riau dan Wakil Gubernur Riau Syamsuar-Edy Natar Nasution di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 bisa dikatakan fenomenal di era lima tahun belakangan ini. Pasalnya pasangan itu mampu mendulang suara terbanyak di sembilan dari 12 kabupaten/kota yang ada, mengungguli tiga pasangan lainnya, termasuk petahana Arsyadjuliandi Rahman yang berpasangan dengan Suyatno (Bupati Rokan Hilir).
Selain itu pasangan Syamsuar-Edy Natar Nasution yang diusung Partai Amanat Nasional, PKS dan Nasden ternyata mampu mengalahkan Golkar dan PDIP yang memiliki basis dukungan terbesar di Riau. Juga mengingat selama ini jagoan Golkar selalu memenangi pemilihan kepala daerah di Riau.
Prediksi
Betapa fenomenalnya pasangan Syamsuar-Edy Natar Nasution, walau nyaris tanpa kampanye di Pekanbaru, tapi malah mampu meraup suara terbanyak. Hampir semua TPS di Pekanbaru dikuasai pasangan Syamsuar-Edy Natar Nasution dengan perolehan suara cukup signifikan dengan capaian suara 138.664 atau meraih 45 persen dari total pemilih di Pekanbaru.
Syamsuar-Edy Natar Nasution sebenarnya tidak terlalu diperhitungkan lawan politiknya sebagai "kuda hitam". Walau pada awal kampanye Pilkada 2018, lembaga survei PolMark Indonesia yang mengaku dibayar oleh pasangan Syamsur-Edy Natar Nasution sudah memperkirakan kemenangan itu, dan menempatkan mereka pada posisi puncak.
Founder and CEO Polmark Indonesia, Eep Saefullah Fatah, dalam jumpa pers di Pekanbaru, Rabu (20/6) lalu menyatakan elektabilitas pasangan nomor urut 1, Syamsuar-Edy Natar Nasution tertinggi, yakni 27,4 persen, disusul pasangan nomor urut 3, Firdaus-Rusli Efendi dengan 13,3 persen.
Survei Polmark Indonesia untuk Pilgub Riau dilakukan pada 5-11 Juni 2018 terhadap 1.200 responden dari seluruh kabupaten/kota setempat dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of eror sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Dikatakan hasil survei 59,1 persen masyarakat sudah menentukan pilihan, sedangkan sisanya, 41,9 persen belum menentukan pilihan.
Dari 59,1 persen masyarakat yang sudah menentukan pilihan, sebanyak 27,4 persen memilih pasangan nomor urut 1 Syamsuar-Edy Natar Nasution dan 13,3 persen memilih pasangan nomor urut 3 Firdaus-Rusli Efendi. Sementara itu, 8,9 persen memilih pasangan nomor urut 2 Lukman Edy-Hardianto dan 8,5 persen memilih calon petahana nomor urut 4 Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno.
"Hasil survei kami, elektabilitas petahana paling bawah dari empat paslon yang ada. Elektabilitas petahana ini hasil survei kami terus menurun dibanding bulan sebelumnya," kata Saefullah Fatah.
Walau diakuinya dari suvei popularitas pasangan Andi-Rachman lebih baik sedikit dari Syamsuar, dimana Andi meraih 68,8 persen, disusul Syamsuar-Edy Nasution 67,3 persen. Sedangkan pasangan Firdaus-Rusli Effendi meraih 63 persen dan Lukman Edy-Hardianto 58,8 persen.
Menurut Eep, meski petahana populer, ia tidak otomatis disukai responden. Hasilnya, paslon yang paling disukai responden adalah Syamsuar-Edy Nasution 40,3 persen disusul Andi Rachman-Suyatno 29 persen, Firdaus-Rusli 27,3 persen, dan Lukman Edy-Hardianto 23,5 persen.
Duet Maut
Kemenangan pasangan Syamsuar-Edy Natar Nasution menjadi perbincangan hangat di seluruh propinsi Riau. Hal ini terjadi mengingat sosok Syamsuar yang dinilai sukses memimpin kabupaten Siak selama dua periode. Sedangkan Edy Natar Nasution rela meninggalkan jabatan sebagai Danrem 031/Wirabima dan memilih pensiun dini dari TNI untuk ikut bertarung sebagai Wakil Gubernur Riau periode 2019-2024
Sebenarnya banyak hal yang membuat pasangan Syamsuar-Edy Natar Nasution memenangi pertarungan Pilkada Riau. Salah satunya adalah keinginan masyarakat Riau untuk memiliki pemimpin baru.
Masyarakat kebanyakan menilai masa pemerintahan Andi Rachman perekonomian Riau tergolong stagnan. Seperti kita ketahui Andi adalah meneruskan pemerintahan Annas Ma,mun yang kemudian terkena kasus hukum.
Hal lain, adanya pencitraan positif dari media massa terhadap sosok pribadi dan kepemimpinan Syamsuar selama ini. Hampir tidak pernah muncul berita negatif dari dirinya kecuali berita hoax yang menyatakan Syamsuar segera menjadi tersangka. Namun hal ini langsung dibantah oleh KPK.
Bagaimana dengan sosok sang jenderal bintang satu Edy Natar Nasution. Walau namanya tidak begitu populer di Riau, tapi kehadirannya ibarat magnet yang mampu menarik simpati masyarakat.
Pria Kelahiran Bengkalis dan besar di Rokan Hulu ini terlihat begitu disukai masyarakat Riau. Tidak bisa dipungkiri pangkat jenderal TNI bintang satu menjadi daya magnet tersendiri bagi masyarakat.
Apalagi selama dia menjabat Danrem 031/Wirabima kurang lebih satu tahun, pria ramah ini sangat gemar bersosialisasi dengan masyarakat melalui kunjungan sebagai Danrem maupun pribadi.
Tidak jarang Edy Natar Nasution bertindak sebagai khatib saat shalat di masjid. Hal ini tentu menggambarkan sosok Edy Natar Nasution seorang religius dan bersih dari isu negatif. Hal lain yang tentu disukai masyarakat Riau dari dia dinilai disiplin sebagai anggota TNI dan masyarakat Riau menginginkan kedispilinan itu diterapkan di Riau.
Pengamat politik dari Universitas Riau Saiman Pakpahan menilai, keterlibatan purnawirawan TNI dalam kontestasi Pemilihan Gubernur Riau 2018, secara tidak langsung menjadi nilai tambah dengan meningkatnya elektabilitas pasangan calon Syamsuar-Edy Natar Nasution.
"Selama berkarir sebagai TNI, dia dikenal oleh rakyat," kata Saiman.
Membenarkan pengamat politik Universitas Riau, Hasanuddin menilai masyarakat di daerah ini mengapresiasi pasangan calon Syamsuar-Edy Natar Nasution yang memiliki prestasi bagus dalam rekam jejak.
"Apresiasi tersebut muncul bisa jadi karena masyarakat Riau telah mulai sedikit mengalami perubahan budaya politik," kata Hasanuddin di Pekanbaru.
Menurut Hasan, perubahan budaya politik yang dialami masyarakat Riau yakni dari kecenderungan pilihan politik sangat dipengaruhi pertimbangan emosional seperti ikatan-ikatan primordial, menuju kepada pertimbangan rasional seperti kapabilitas kandidat dalam memimpin.
Rekam jejak Syamsuar yang memiliki prestasi sebagai Bupati Siak telah berhasil dibingkai dengan baik oleh para pendukungnya sehingga memberi efek positif dalam persepsi publik Riau.
"Sosok Syamsuar dalam survei yang pernah kami lakukan dalam proses kandidasi awal di akhir tahun 2017 menunjukkan sebagai tokoh yang mudah mendapatkan simpati publik," katanya.
Tanpa Konflik
Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Riau nyaris tampa ada masalah. Mulai dari tahapan pendaftaran, masa kampanye, bahkan sampai masa pemungutan suara semua berjalan lancar.
Jikapun ada masalah kecil, hanya pemungutan suara ulang (PSU) dan pemungutan suara lanjutan (PSL) di beberapa tempat pemungutan suara (TPS). Bahkan dua hari setelah pelaksanaan Pilkada dan pasangan Syamsuar-Edy Natar Nasution unggul pada hitung cepat di situs resmi KPU infopemilu.kpu.go.id untuk wilayah Riau perolehan suara Syamsuar-Edy Natar Nasution sebanyak 479.600 atau sekitar 39,80 persen. Paslon nomor 2, Lukman Edy-Hardianto perolehan suara 177.528 atau sekitar 14,73 persen.
Paslon nomor 3, Firdaus-Rusli memperoleh suara 256,236 atau meraih 21,18 persen. Paslon nomor 4 , Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno memperoleh 292,709 atau meraih 24,29 persen.
Kemenangan ini juga diakui secara jantan oleh ketiga pasangan kontestan Pilkada Riau yang menjadi pesaing Syamsuar- Edy Natar Nasution melalui akun mereka.
Pasangan Firdaus-Rusli Efendi, Andi Rahman-Suyatno dan Lukman Edy-Herianto secara kesatria mengakui kemenangan ini sembari tidak lupa mengajak seluruh masyarakat Riau mendukung pasangan ini lima tahun ke depan. Artinya sejauh ini tidak ada tanda atau sinyal mereka akan menggugat kemenangan ini ke ranah Mahkamah Konstitusi walau pleno penetapan perolehan suara tingkat Provinsi Riau baru akan digelar Minggu, 8 Juli, namun dipastikan perjalanan pleno di kabupaten/kota nyaris tanpa bantahan.
Berbeda dengan pelaksanaan Pilkada sebelumnya tahun 2014, dimana pasangan Herman Abdulah-Agus Wiyatno tidak bisa menerima kemenangan pasangan Annas Makmun-Andi Rahman. Mereka dengan tegas menggugat kemenangan ini ke MK, walau pada akhirnya mereka gagal menjadi pemimpin Riau.
Bahkan setelah pasangan ini dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau, pihak yang kalah sepertinya belum bisa menerima kekalahan. Hal ini tentu mencerminkan betapa panasnya suhu politik saat itu.
Pilkada tahun ini yang terkesan adem-ayem, semua pasangan nyaris tampa ada gejala saling menjelekkan, hanya beradu program dan visi guna menarik simpati masyarakat. Tentu hal seperti ini mencerminkan kedewasaan berpolitik di Riau.
Para peserta kontestan pilkada tidak lagi hanya mementingkan kekuasaan, tetapi lebih mengedepankan kemajuan Propinsi Riau. Firdaus sendiri yang saat ini menjadi Wali Kota Pekanbaru dengan jelas mengakui kemenangan Syamsuar - Edy Natar Nasution dan mengajak masyarakat Riau mendukungnya. Bahkan Firdaus dengan tegas menyatakan Pekanbaru siap bersinergi dengan pemerintahan Syamsuar-Edy Natar Nasution.
Demikian juga Gubernur Riau Andi Rahman yang akan mengakhiri masa kepemimpinannya sampai bulan Februari 2019, mengajak Gubernur Riau terpilih Syamsuar dalam penyusunan APBD Riau Tahun 2019.
Hal ini dirasa perlu supaya Syamsuar bisa mengadopsi program yang didengungkan selama kampanye dan tidak merasa asing terhadap penyusunan anggaran Tahun 2019.
Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Pekanbaru Indra Khalid Nasution dalam pleno KPU tingkat Pekanbaru menegaskan bahwa Pilkada 2018 ini merupakan gambaran kedewasaan pemilih karena tidak ada konflik dan gugatan ke MK.
"Ini pilkada paling demokrasi selama sejarah, dan bersih dari konflik dan kasus politik uang serta gugatan MK," katanya.
Kesimpulannya masyrakat Riau sudah menentukan pilihannya dan menaruh pengharapan besar bagi Pemimpin Riau yang baru.
Tidak dapat dipungkiri, Propinsi Riau yang kaya akan kekayaan alam baik minyak bumi maupun perkebunan, tetapi tingkat kesejahteraan hidup masyarakat masih rendah. Hal ini dapat dilihat rendahnya pendapatan perkapita masyarakat Riau yang tidak sebanding dengan kekayaan alamnya. Demikian juga pertumbuhan ekonomi yang cendrung lambat pascamigas tidak lagi jadi andalan.
Oleh karena itu masyarakat Riau sangat berharap kepada pemimpin baru bisa meningkatkan taraf hidup yang ditunjang dengan pertumbuhan ekonomi.
Ada hal yang sangat krusial harapan masyarakat Riau, yakni kita berharap pemimpin baru bisa melanjutkan pekerjaanya lima tahun ke depan, tidak terkena kasus hukum di tengah jalan. Seperti dialami tiga Gubernur sebelumnya, hingga mencatat "hattrick" terkena kasus hukum di KPK .