Mantan Lurah Pekanbaru Pertanyakan Sengketa Lahan yang Diputus Pengadilan

id mantan lurah, pekanbaru pertanyakan, sengketa lahan, yang diputus pengadilan

Mantan Lurah Pekanbaru Pertanyakan Sengketa Lahan yang Diputus Pengadilan

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Hj Jusni Rivai Tanjung, seorang mantan lurah di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau yang kini menginjak usia 80 tahun mempertanyakan sikap sejumlah kalangan terkait klaim lahan miliknya yang dilakukan oleh sejumlah pihak.

Ibu Tanjung, begitu sapaan akrab wanita yang kini masih aktif sebagai pengurus yayasan pendidikan bagi masyarakat kurang mampu itu kepada wartawan di Pekanbaru, Rabu, mengaku sangat dirugikan dengan klaim lahan peninggalan almarhum suaminya tersebut.

Terlebih lagi, saat ini dia mengatakan namanya telah berhembus di Komisi III DPR RI yang justru disebut sebagai penyerobot lahan, sementara lahan tersebut saat ini telah ia jual ke Boy Desvina. Sehingga seolah-olah dia menjual lahan bukan miliknya.

"Saya tidak menyangka kasusnya bakal seperti ini," ujarnya didampingi Jon Matias, kuasa hukumnya.

Dia mengatakan, beberapa pihak berusaha mengklaim lahan miliknya yang telah dia jual ke Boy Desvina Salam sejak 2016 lalu. Dia mengira bahwa masalah tersebut telah selesai, terlebih lagi dengan adanya putusan pengadilan yang menjatuhkan vonis bersalah kepada sejumlah pihak yang berusaha memalsukan dokumen sertifikat lahan tersebut.

Padahal, ia mengatakan lahan seluas 6.900 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Lembah Sari, Kecamatan Rumbai Pesisir dan saat ini diklaim sejumlah pihak merupakan lahan peninggalan almarhum suaminya.

Hal itu diperkuat dari putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru yang telah menjatuhkan vonis kepada sejumlah pihak yang sebelumnya berupaya mengklaim lahannya itu.

Mereka diantaranya adalah tiga mantan lurah Gusril, Fadliansyah, dan Budi Marjohan. Ketiganya terbukti bersalah bersekongkol dalam upaya memalsukan lahan milik Jusni, yang saat ini telah dijual ke Boy Desnival Salam. Mereka dihukum 10 bulan penjara.

Selain tiga terpidana diatas, hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru juga menjatuhkan vonis terhadap Agusman Indris dan Poniman. Mereka sama-sama terbukti membuat surat Gusril, dan Budi Marjohan, pengacara Agusman Indris dan Poniman.

Para terdakwa terbukti melakukan pemalsuan SKGR di tanah milik Boy Desvinal seluas 6.987,5 meter persegi di Jalan Pramuka RT 04 RW 04, Kelurahan Lembah Sari, Kecamatan Rumbai Pesisir.

SKGR dengan nomor registrasi tersebut diketahui pihak pertama adalah Idris M dan pihak kedua Lamsana Sirait yang dikeluarkan Kelurahan Lembah Sari ternyata tidak sesuai prosedur. Pasalnya, letak tanah yang ada di SKGR tersebut ternyata berada di Kelurahan Lembah Damai, bukan di Kelurahan Lembah Sari.

Selain itu diduga tanda tangan dari sempadan yang ada di surat sempadan tanah yang satu kesatuan dengan surat SKGR tersebut atas nama Ismail diduga palsu. Hal itu sesuai pemeriksaan dokumen ke Labfor Mabes Polri pada tanggal 29 Maret 2017 dengan hasil menunjukkan bahwa tanda tangan Ismail ternyata non identik.

Selama proses hukum itu pula, dia mengatakan bolak balik dipanggil penyidik Kepolisian setempat untuk dimintai keterangan. Selain itu, dia juga harus menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru sebelum akhirnya kasus tersebut ia menangkan.

Akan tetapi, kuasa hukum Ibu Tanjung sekaligus pemilik tanah sah lahan tersebut saat ini Boy Desvina, Jon Matias mengatakan belakangan nama kliennya kembali mencuat di Komisi III DPR RI.

Dia mengatakan seolah-olah ibu Tanjung adalah pihak yang menyerobot lahan tersebut, dan menjualnya ke Boy dengan cara tidak benar. Pada kenyataannya, sejumlah pihak yang berusaha mengklaim lahan itu justru divonis bersalah memalsukan dokumen.

"Ada beberapa mantan lurah di hukum inkrah, buat surat palsu. Nah, dalam perkara ini ada pihak kurang sependapat dan lapor komisi III DPR RI," kata Jon.

Dalam perjalanan kasusnya, dia mengatakan pihaknya baik Ibu Tanjung maupun Boy Desvina sebagai terlapor justru tidak pernah dilibatkan dalam hearing bersama legislator tersebut.

"Mereka lapor telah dikriminalisasi. Sekarang kami klarifikasi, bahwa yang lapor itu tidak benar. Kita juga minta diundang untuk hearing sehingga berimbang," ujarnya.

Lebih jauh, Jhon juga mempertimbangkan untuk melaporkan pihak-pihak yang membawa kasus tersebut ke komisi III DPR RI karena dinilai telah mencemarkan nama baik kedua kliennya.

"Sedang kita pertimbangkan untuk pencemaran nama baik," ujarnya.