Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau, Irwan Mulawarman, mengatakan penyebab utama gejolak inflasi di daerah berjuluk "bumi lancang kuning" itu disebabkan banyak masalah-masalah di sektor hulu yang tidak diselesaikan.
"Penyebabnya (inflasi) ada di sisi hulu, di sisi produksi. Kendalanya di sini itu karena ijon, rentenir, lintah darat, pasar oligopoli dan monopoli sehingga price maker (penentu harga) hanya segelintir orang, bahkan satu orang di daerah tertentu. Belum lagi di tata niaga, ada mafia," kata Irwan Mulawarman kepada Antara di Pekanbaru, Selasa.
Irwan mengatakan tengah melakukan riset untuk merincikan masalah-masalah inflasi di sektor hulu tersebut. Menurut dia, apa yang ia sebutkan itu merupakan masalah-masalah klasik yang juga dialami Indonesia secara umum.
Namun, ia menyayangkan pemerintah daerah kerap keliru melakukan penindakan dengan mengira inflasi terjadi karena semata kenaikan pada indeks harga konsumen. Dengan begitu, kebijakan yang diambil juga sangat bersifat jangka pendek, yaitu operasi pasar murah.
"Masalahnya itu-itu saja. Inilah yang harusnya diberantas, bukan operasi pasar, pasar murah, ini yang hanya temporer tak bisa selesaikan masalah secara permanen," katanya.
Irwan mengatakan sudah menjabarkan masalah-masalah tersebut ke pemerintah daerah, khususnya ke Sekretaris Daerah Provinsi Riau Ahmad Hijazi agar mengambil tindakan tegas.
"Klo masalah-masalah ini disikat habis, di sisi hilir gak usah diapa-apain Insha Allah gak akan masalah," ujarnya.
Provinsi Riau mengalami inflasi sebesar 0,55 persen pada Maret 2018 dengan penyumbang terbesar adalah kenaikan pada harga kelompok bahan makanan. Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 134,56. Inflasi Tahun Kalender (Januari - Maret 2018) 0,85 persen, dan inflasi "Year on Year" (Maret 2018 terhadap Maret 2017) 3,62 persen.
"Komoditi yang memberikan andil terjadinya inflasi di Riau diantaranya adalah cabai merah, bawang merah, ketupat atau lontong sayur, dan bawang putih," kata Kepala Badan Pusat Statisik (BPS) Provinsi Riau, Aden Gultom di Pekanbaru, Senin (2/4).
BPS menentukan inflasi Riau dengan menghitung IHK di tiga kota, yakni Pekanbaru, Tembilahan dan Dumai. Dari tiga kota IHK di Provinsi Riau, semua kota mengalami inflasi, yakni Pekanbaru 0,56 persen, Dumai 0,05 persen, dan Tembilahan 1,38 persen
Terjadi kenaikan harga pada enam kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan 1,68 persen, diikuti kelompok sandang 0,62 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,35 persen, kelompok kesehatan 0,31 persen, serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan masing-masing sebesar 0,06 persen.
Sementara itu, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga relatif stabil. Komoditas yang menahan inflasi (deflasi) antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, angkutan udara, bayam, dan lain-lain.
Dari 23 kota di Sumatera yang menghitung IHK, 19 kota mengalami inflasi, dengan Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tembilahan sebesar 1,38 persen, diikuti oleh Sibolga 0,79 persen, dan Jambi 0,63 persen. Kemudian inflasi terendah terjadi di Kota Dumai sebesar 0,05 persen.
Di Indonesia, dari 82 kota yang menghitung IHK, 57 kota mengalami inflasi, dengan inflasi tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 2,10 persen, diikuti Tembilahan 1,38 persen, dan Tanjung 0,83 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Kota Sumenep sebesar 0,01 persen. ***3***