Madu Tesso Nilo Tembus Pasar Malaysia

id madu tesso, nilo tembus, pasar malaysia

Pekanbaru, 20/6 (ANTARA) - Madu murni hasil produksi petani di sekitar hutan Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau, untuk pertama kali akhirnya berhasil menembus pasar ekspor ke Malaysia berkat penerapan proses panen yang higienis dan lestari.

"Kami memenuhi pesanan madu sebanyak satu ton untuk perusahaan Malaysia pada awal bulan Juni," kata Ketua Asosiasi Petani Madu Hutan Tesso Nilo (APMTN), Achmad Wazar, kepada ANTARA di Pekanbaru, Minggu.

Ia menjelaskan, pembeli madu dari Negeri Jiran adalah perusahaan TLH Product Industries Sdn Bhd yang mengolah madu untuk aneka makanan dan suplemen. Nilai kontrak pembelian madu mencapai Rp37 juta untuk satu ton madu.

Ia mengatakan sejak awal tahun 2010 APMTN dibentuk dan mulai membenahi proses pemanenan madu hutan menjadi lebih bersih agar memiliki nilai jual tinggi. Dengan menerapkan panen yang higienis, harga jual madu naik hingga Rp33 ribu per kilogram (kg) di tingkat petani madu. Berbeda cukup jauh dibandingkan pemanenan yang dahulu diterapkan karena hasilnya hanya dihargai Rp25 ribu per kilogram.

"Kami meninggalkan pola lama yang tak memperhatikan kebersihan dalam proses panen madu. Bahkan, merokok saja dilarang pada saat panen berlangsung. Sekarang, semua dilakukan secara higienis dengan pelindung khusus agar tetap steril," ujarnya.

Ia mengatakan, AMPTN kini beranggotakan warga di tiga desa yang berada di sekitar taman nasional yakni Desa Lubuk Kembang Bunga, Air Hitam, dan Desa Gunung Sahilan. Dengan bantuan WWF Riau, lanjutnya, petani kini juga mulai menerapkan proses panen lestari yang dipercaya dapat meningkatkan hasil panen madu.

Menurut dia, proses panen madu secara lestari adalah dengan cara menjaga sarang lebah yang berisi anak-anak lebah tetap di atas pohon. Sebelumnya, warga terbiasa menjatuhkan seluruh sarang dalam proses panen.

"Dengan penerapan panen lestari, saya memperkirakan satu pohon bisa penen lebih cepat dari sebelumnya hanya tiga bulan sekali jadi bisa tiga pekan sekali," katanya.

Pemimpin Divisi Pengembangan Masyarakat dari WWF Riau, Adi Purwoko, mengatakan perusahaan Malaysia tertarik mengimpor madu Tesso Nilo karena memiliki keunggulan yakni bersih dan nonorganik. Ia mengatakan sebelumnya perusahaan tersebut memasok madu dari Thailand dan Cina.

"Madu Tesso Nilo dinilai lebih baik dari madu Cina yang hasil dari lebah budidaya," katanya.

Menurut dia, pengembangan petani madu Tesso Nilo diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan warga di sekitar taman nasional. Dengan begitu, lanjutnya, warga tak lagi tergiur rayuan para cukong kayu untuk menebangi hutan secara ilegal. Ia mengatakan WWF kini sedang membantu asosiasi petani madu untuk mendapatkan sertifikat dari Asosiasi Organik Indonesia (AOI) yang diharapkan setelahnya akan mempermudah dalam pemasaran produk.

"Kami berharap akan makin banyak petani madu di sekitar Tesso Nilo yang bisa bergabung program ini," ujarnya.

Ia mengatakan dari tiga desa yang masuk dalam asosiasi mampu menyerap sekitar 60 tenaga kerja. Setiap kelompok tani dapat memproduksi rata-rata hingga 2,5 ton madu per bulan.

Selain itu, ia juga mengatakan program pemberdayaan tersebut bisa membantu melestarikan pohon Sialang yang menjadi tempat sarang lebah madu hutan. Berdasarkan penelitian WWF, terdapat sekitar 500 pohon Sialang di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang luasnya mencapai sekitar 83 ribu hektar.

"Potensi madu di Tesso Nilo diperkirakan mencapai 40 ton per bulan," katanya.