Perusahaan Malaysia Tertarik Madu Sialang Tesso Nilo

id perusahaan malaysia, tertarik madu, sialang tesso nilo

Pekanbaru, 4/11 (ANTARA) - Madu murni hasil produksi petani di sekitar hutan Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau, berhasil menarik sebuah perusahaan di Malaysia dan menembus pasar internasional.

"Mereka tertarik dengan penerapan proses panen yang higienis dan lestari, sehingga menghasilkan madu berkualitas tinggi," kata Ketua Asosiasi Petani Madu Hutan Tesso Nilo (APMTN) Achmad Wazar di Pekanbaru, Kamis.

Menurut dia, pembeli madu dari negeri jiran itu adalah perusahaan TLH Product Industries Sdn Bhd yang mengolah madu untuk aneka makanan dan suplemen. APMTN terikat kontrak pembelian selama setahun dan akan mengirimkan satu ton madu ke perusahaan tersebut setiap tiga bulan sekali.

"Perusahaan Malaysia itu tertarik ketika kami pertama memenuhi pesanan madu sebanyak pada awal bulan Juni lalu dengan nilai sekitar Rp37 juta," katanya.

Ia mengatakan, APMTN telah melakukan ekspor kedua kalinya ke Malaysia sebesar 1 ton pada 11 Oktober lalu.

Menurut dia, warga sekitar taman nasional membentuk APMTN pada awal 2010 dan mulai membenahi proses pemanenan madu hutan menjadi lebih bersih agar memiliki nilai jual tinggi.

AMPTN kini beranggotakan warga di tiga desa yang berada di sekitar taman nasional yakni Desa Lubuk Kembang Bunga, Air Hitam, dan Desa Gunung Sahilan. Pembenahan tersebut tak lepas dari dukungan penuh Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan WWF.

Dengan menerapkan panen yang higienis, ujarnya, harga jual madu naik hingga Rp33.000 per kilogram di tingkat petani madu. Berbeda cukup jauh dibandingkan pemanenan yang dahulu diterapkan karena hasilnya hanya dihargai Rp25.000 per kilogram.

"Kami meninggalkan pola lama yang tak memperhatikan kebersihan dalam proses panen madu. Bahkan merokok saja dilarang pada saat panen berlangsung. Sekarang, semua dilakukan secara higienis dengan pelindung khusus agar tetap steril," ujarnya.

Ia menjelaskan, proses panen madu secara lestari adalah dengan cara menjaga sarang lebah yang berisi anak-anak lebah tetap di atas pohon. Sebelumnya, warga terbiasa menjatuhkan seluruh sarang dalam proses panen.

"Dengan penerapan panen lestari, saya memperkirakan satu pohon bisa penen lebih cepat dari yang sebelumnya hanya tiga bulan sekali, sekarang bisa tiga pekan sekali," katanya.

Humas WWF Riau Syamsidar mengatakan prospek madu Sialang cukup menjanjikan karena memiliki keunggulan yakni bersih dan nonorganik. Bahkan, madu Tesso Nilo dinilai lebih baik dari madu Cina yang hasil dari lebah budidaya.

Menurut dia, pengembangan petani madu Tesso Nilo diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan warga di sekitar taman nasional. Dengan begitu, warga tak lagi tergiur rayuan para cukong kayu untuk menebangi hutan secara ilegal.

Dari tiga desa yang masuk dalam asosiasi mampu menyerap sekitar 60 tenaga kerja. Setiap kelompok tani dapat memproduksi rata-rata 2,5 ton madu per bulan.

Selain itu, ia juga mengatakan program pemberdayaan tersebut bisa membantu melestarikan pohon Sialang yang menjadi tempat sarang lebah madu hutan.

"Kami kini sedang membantu asosiasi petani madu untuk mendapatkan sertifikat dari Asosiasi Organik Indonesia yang diharapkan setelahnya akan mempermudah dalam pemasaran produk," katanya.

Berdasarkan penelitian WWF, terdapat sekitar 500 pohon Sialang di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang luasnya mencapai sekitar 83 ribu hektare. Dengan begitu, potensi madu di Tesso Nilo diperkirakan mencapai 40 ton perbulan.