Pengerjaan Fisik Proyek Infrastruktur Di Indonesia Terancam Terhenti

id pengerjaan fisik, proyek infrastruktur, di indonesia, terancam terhenti

Pekanbaru (Antarariau.com) - Ketua Program Studi Program Profesi Insinyur Universitas Andalas, Benny Dwika Leonanda mengatakan pengerjaan fisik proyek gedung, jembatan, jalan raya, sarana dan prasarana umum di Indonesia kini terancam terhenti.

"Ancaman itu muncul lebih karena amanat dari UU No. 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran bahwa insinyur yang diluluskan harus berasal dari Program Studi Profesi Insinyur (PS PPI) dan jika UU tersebut dilanggar maka pelanggarnya dikenai sanksi pidana kurungan dua tahun atau denda Rp200 juta," kata Benny Dwika Leonanda saat dihubungi dari Pekanbaru, Kamis.

Kekhawatiran itu disampaikannya terkait Indonesia kini dalam keadaan "kritis dan krisis insinyur", penyebabnya adalah telah diluluskannya insinyur dari salah satu Program Studi Profesi Insinyur (PS PPI), pada Agustus 2017.

Menurut dia, merujuk amanah UU No. 11 tahun 2014 itu, dengan sendirinya insinyur-insinyur yang telah dinyatakan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII), dan orang-orang yang mempunyai gelar insinyur ketika menempuh pendidikan akademik S1, otomatis gugur.

Mereka semua, katanya, harus menanggalkan gelar insinyur itu jika tidak, guna menekan ragam versi insinyur, yaitu insinyur khususnya insinyur ilegal yang dikeluarkan oleh PII, dan insinyur yang diperoleh ketika pendidikan S1 dan gelar tersebut adalah gelar akademik bukan gelar profesi.

"Tidak ada pilihan lain maka para lulusan insinyur di luar yang diamanatkan UU No 11 tahun 2014 itu wajib melakukan penyesuaian melalui pendidikan 6 bulan di perguruan tinggi yang ditunjuk sebagai penyelenggara Program Studi Program Profesi Insinyur," katanya.

Program ini, katanya lagi, mutlak dilakukan individu insinyur jika tidak ingin dikenai sanksi pidana bagi perseorangan atau organisasi perusahaan.

Merujuk amanat UU tersebut, maka memaksa PII mengeluarkan surat Edaran pada 18 Agustus 2017 nomor 136/PP-PII/VII/2017 yakni memuat tentang pencabutan gelar insinyur, Ir, pada Kartu Tanda Anggota (KTA) PII, dan memerintahkan setiap anggotanya melakukan penyesuaian untuk sekolah kembali di perguruan tinggi yang telah ditunjuk.

"Dengan tidak berlakunya gelar insinyur dari PII, maka kini Indonesia berada dalam kondisi 'gawat darurat' insinyur, dampaknya seluruh aktivitas produksi dan operasi dari industri dasar, menengah, sampai ke hilir harus berhenti," katanya.

Demikian juga dengan aktivitas pertambangan, pertanian, dan perkebunan tidak dapat beroperasi. Sementara proyek-proyek pembangunan gedung, jembatan, jalan raya, sarana dan prasarana untuk umum termasuk infrastruktur yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi harus dihentikan untuk sementara waktu.

Ia memandang bahwa pertanggungjawaban seorang insinyur untuk pekerjaan keinsinyuran bersifat wajib karena menyangkut keselamatan, kesehatan, kemaslahatan, serta kesejahteraan masyarakat pengguna pekerjaan keinsinyuran dan kelestarian lingkungan.

"UU no 11 tahun 2014 mengharuskan setiap pekerjaan keinsinyuran wajib dilakukan oleh seorang insinyur dan jika melanggar maka perusahaan memerintahkan seorang bekerja pada proyek infrastruktur dapat dipidana dua tahun pidana kurungan atau denda Rp200 juta," katanya.

Naifnya, katanya lagi, ketidaktersediaan insinyur justeru akan membuat negara dalam keadaan genting, dampak terusannya adalah ke pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran, serta politik. Produksi akan berhenti, dan pelayanan kepada masyarakat akan terganggu.

Solusinya menurut Benny, Pemerintah harus memproduksi insinyur dalam jumlah besar melalui PS PPI. Kini di Indonesia sudah terdapat 18 PS PPI yang telah beroperasi pada semester genap 2017 dikelola oleh 40 universitas dan institut yang telah diberi mandat oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.