Jayapura, Papua (Antarariau.com) - Nahdlatul Ulama (NU) bekerja sama dengan Kanwil Kementerian Agama Papua menggelar seminar bertema "Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk Papua Tanah Damai", di Jayapura, Kamis.
Kepala Polda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Boy R Amar, menjadi salah satu pembicara.
Hizbuth Tahrir lahir 1953 di Jerusalem yang didirikan Taqiyuddin An-Nabhani, dengan ideologi mendirikan khilafah Islam, atau pemerintahan islam berdasaarkan khilafah yang menolak demokrasi, menurut salah satu pembicara, Ridwan Al-Makassary.
Organisasi ini berkembang begitu cepat di negara-negara Islam dan pernah melakukan kudeta di Yordania, sehingga diusir dan dilarang pemerintahan negara itu.
"HT coba berkembang di beberapa negara seperti Pakistan, Tajikistan, Turki, Mesir dan Malaysia dan beberapa negara Islam lainnya, namun belakang dilarang dan ditolak karena dinilai membahayakan negara," ujarnya.
"Sementara di Inggris, Australia dan Kanada yang menganut paham negara multikultural, HTI berkembang di sana dengan baik, tapi jika melanggar akan diproses hukum," katanya.
Di Indonesia, lanjut dia, HTI masuk sejak 1980-an, dengan sasaran mahasiswa dan jemaah masjid yang menggunakan sistem sel, dan pembagian buletin-buletin dakwah Al Islam di setiap Jumat yang dibagi dengan gratis.
HTI masuk di Papua, lanjut pria berkaca mata minus ini, sejak 2000-an karena imbas dari dibukanya keran demokrasi pascapemerintahan Suharto yang banyak mengekang organisasi Islam. HTI menyebarkan paham khilafah dan lakukan doktrinisasi kepada kadernya di Papua.
"Karena Papua itu tujuan favorit saudara kita mencari kehidupan lebih baik, atau gampang cari duit. Jadi banyak dari luar Papua datang bawa serta ideologi itu, seperti dari Jawa dan Makassar," katanya.
Namun, kata dia, belakangan ini aksi senyap HTI di berbagai tempat di Papua mulai ditolak oleh elemen masyarakat, karena memiliki paham yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI, yang bisa merusak tatanan yang ada.
"HTI ini bisa saya sebut makar di bidang pemikiran, coba lakukan doktrinisasi kepada kader untuk melawan negara. Mereka gunakan strategi ambiguitas, membungkus acara dengan kegiatan melawan negara, berikan pemahaman yang bertentangan, mereka ini berminyak air," kata Ridwan.
Amar mengatakan, HTI membawa paham yang berbeda dan bertentangan dengan Pancasila dan NKRI, namun harus menggunakan cara-cara yang elegan untuk membubarkannya.
"Tidak dengan cara kekerasan, tapi dengan yang bijak. Karena ada undang-undang yang mengatur terkait pembubaran organisasi," kata dia.