Advertorial - Anggota DPRD Riau Konsultasikan SK RTRW Pada MA

id advertorial -, anggota dprd, riau konsultasikan, sk rtrw, pada ma

Advertorial - Anggota DPRD Riau Konsultasikan SK RTRW Pada MA

Oleh Nella Marni

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau tidak puas dengan hasil keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK). Terhadap Surat Keputusan Nomor 314/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2016 dan berkonsultasi pada Mahkamah Agung terkait Rencana Tata Ruang Wilayah.

Pada salinan SK tersebut lahan yang disahkan oleh Kemen-LHK hanya 1,6 juta hektar dari 2,7 juta hektar yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Riau.

"Kemarin kami sudah konsultasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, ada ruang untuk DPRD Riau untuk menguji segala peraturan perundang-undangan yang kita anggap untuk kepentingan daerah," ujar Sekretaris Komisi A DPRD Riau, Suhardiman Amby, di Pekanbaru, Rabu.

Salinan SK tersebut adalah nomor 314/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2016 tertanggal 20 April 2016 yang ditandatangani langsung oleh Menteri LHK. Merupakan revisi dari SK 878/Menhut-II/2014 tertanggal 29 September 2014.

Ada sebanyak tujuh orang perwakilan dari masing-masing Daerah Pemilihan (Dapil) yang akan turut serta melakukan gugatan. Bahkan gugatan rencananya juga ditujukan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Negeri, dan MA.

Tujuh orang tersebut di antaranya adalah, Suhardiman Amby mewakili Dapil Indragiri Hulu-Kuantan Singingi. Sugianto mewakili Dapil Siak-Pelalawan, Sulastri mewakili Dapil Indragiri Hilir, Nasril mewakili Kabupaten Kampar. Taufik mewakili Dapil Pekanbaru, M Eddy Yatim mewakili Dumai-Meranti-Bengkalis, Rusli Ahmad mewakili Dapil Rokan Hulu.

“Sedangkan untuk Dapil Rokan Hilir, rencananya kita mengajak Asri Auzar. Kita sudah mulai jalan. Surat kita juga sudah sampai di pimpinan DPRD Riau tentang rencana ini,” tuturnya.

Sebelumnya, beberapa anggota dewan atas nama masyarakat datang berkonsultasi pada Mahmakah Agung (MA) pada Selasa (28/6). Kemudian pihaknya dalam waktu dekat ini juga akan menguji beberapa perundang-undangan seperti Undang-undang Agraria, perkebunan, dan perpajakan.

Lebih lanjut Amby mengatakan bahwa timnya juga sudah bekerja jelang melakukan gugatan tersebut. Gugatan tersebut rencananya akan didaftarkan setelah Hari Raya Idul Fitri 1437 H ini.

Kemudian setelah timnya selesai melakukan kajian, sama halnya dengan gugatan Asri Auzar yang direncanakana akan didaftarkan setelah lebaran nanti.

Dikatakan Suhardiman, pihaknya menilai ada kepentingan masyarakat yang dizalimi atas dikeluarkannya SK RTRW, yang luasannya dinilai terlalu sedikit, dan tidak mencukupi, sehingga membuat pembangunan di Riau terkendala.

Selanjutnya legislator ini juga mengatakan, dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 disebutkan, bahwa pihak Kementerian LHK hanya bisa menolak atau menerima hasil kajian yang dilakukan oleh pihak tim terpadu, yang dibentuk oleh pihak Kementerian LHK.

“Pihak kementerian tidak bisa menentukan luasan wilayah RTRW, tapi hanya bisa menerima atau menolak. Tim terpadu sudah melakukan kajian, dan hasilnya juga sudah dikeluarkan. Tapi pihak kementerian mengeluarkan SK dengan luasan yang berbeda,” imbuhnya.

Pihaknya berharap, dengan adanya gerakan yang dilakukan oleh anggota DPRD Riau tersebut, ada hasil yang diperoleh nantinya, dengan mengembalikan luasan wilayah yang dihitung oleh pihak tim terpadu yang sudah turun sebelumnya.

"Kita tetap akan prioritaskan masyarakat, jadi kita tidak bisa menerima hasil SK 314 itu. Kita akan lakukan lagi penggugatan pada MA, PTUN dan Pengadilan Negeri, tapi atas nama pribadi," katanya pula.

Kemudian, pihaknya juga sudah menyepakati akan melakukan pematerian pada MA, PTUN, dan Pengadilan Negeri untuk menjelaskan bahwa lahan yang sisanya 1,1 juta hektar tersebut ilegal.

"Hari ini beberapa anggota Komisi A akan mendengar aturan dari pakar hukum kita. Insaallah kita akan tetap berpatokan pada posisi 2,7 juta hektar untuk disahkan," tambahnya lagi.

Untuk diketahui, pada hari ini Rabu, (29/6) bertempat di ruang rapat Komisi A DPRD Riau mereka melakukan rapat bersama pakar hukum untuk dengar pendapat dan perencanaan langkah selanjutnya untuk penggugatan RTRW tersebut.

"Berkaitan dengan monitoring kita akan melakukan tinjauan perkara. Itu bisa ke MA, dan Pengadilan Negeri," ucapnya lagi.

Kemudian, untuk temuan lahan yang dianggap ilegal sebanyak 1,1 juta hektar tersebut akan dilakukan pengujian pada pengadilan negeri.

"Kita akan lakukan pengujian pada pengadilan negeri terkait hasil temuan lahan senilai 1,1 juta hektar. Kita akan lakukan pengujian dengan baik," paparnya.

Dikatakannya lagi, hal tersebut harus dilakukan secara bersama-bersama, agar mendatangkan hasil yang maksimal pula.

"Kita lakukan ini bersama-sama, mudah-mudahan ada hasilnya nanti, sehingga pembangunan di Riau tidak ada terkendala lagi kedepannya,” ulasnya.

Sementara itu Anggota DPRD Riau Asri Auzar sebelumnya juga mengatakan bahwa Pemprov Riau harusnya secara tegas menolak dan meminta KemenLHK untuk memberikan RTRW dengan luas wilayah yang dibutuhkan oleh Pemprov Riau. Bukan sesuai yang diberikan oleh pemerintah pusat.

"Yang tahu daerah itu kan pemerintah daerah, ketika pemerintah pusat memberikan RTRW yang tak sesuai dengan kebutuhan kita, harusnya kita menolak. Karena kita yang punya daerah dan yang mengerti kebutuhan," kata Asri Auzar.

Asri membandingkan Riau dengan provinsi lain yang memberikan tanggapan berbeda dengan Riau yang menolak RTRW usai ditetapkan KemenLHK. Seperti Kepulaun Riau dan Kalimantan Tengah.

Katanya, jika tidak digugat dengan cepat dan hanya menerima hasil RTRW yang sudah ditetapkan oleh pusat, maka ia mengancam akan menggugatnya atas nama pribadi. Menurutnya, hal itu wajib ia lakukan sebagai warga Riau.

"Saya akan lakukan uji meteri putusan dari Kementerian itu yang sudah mengesahkan RTRW Riau. Saya akan PTUN kan putusan itu karena saya merasa ini tanggung jawab saya jika Pemprov Riau tak tegas menolak RTRW dari pusat," tegas politisi Partai Demokrat ini.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy Jusman juga mengatakan tentang keterkaitan adanya tuntutan dari para anggota dewan adalah hal yg wajar. Adanya yang mempermasalahkan jumlah yang diberikan dinilai kurang dan tidak sesuai dengan apa yang telah diajukan pemerintah Provinsi, hal tersebut tidak menjadi penghambat untuk membawa SK tersebut kedalam rapat paripurna.

Menurutnya, jika ada anggota dewan yang lainnya menggugat bahwasanya jumlah yang diberikan pemerintah itu kurang. Hal tersebut katanya lagi sah-sah saja. Menurutnya lagi, sebaiknya sahkan terlebih dahulu kawasan yang sudah diberikan.

"Jika dilihat dari pengajuan dan kebutuhan RTRW untuk Riau, apa yang telah diberikan Kemen LHK cukup mengecewakan. Kalau sekarang 1,6 juta hektar kawasan hutan yang sudah diputihkan itu kita sah kan dulu. Masalah kekurangan akan kita urus belakangan, kita tidak mau berkutat dimasalah itu saja kemudian pembanguanan kita terhambat seperti jalan tol dan kereta api,"ungkapnya

Namun politisi Demokrat ini berharap, apa yang sudah diberikan oleh pemerintah pusat tersebut, benar-benar untuk kepentingan masyarakat Riau.

"Mudah-mudahan yang diberikan pemutihan oleh pemerintah ini adalah memang lahan untuk masyarakat bukan melegalkan para perambah hutan yang ada di Riau ini," tutupnya.

Sebelumnya, SK 878/Menhut-II/2014 yang sekarang sudah direvisi menjadi SK RTRW nomor 314/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2016 menjelaskan bahwa ada sebanyak 104 perusahaan yang terbukti melakukan alih fungsi lahan.

Alih fungsi itu dilakukan dengan cara mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam penunjukan kawasan hutan pada SK Menteri Kehutanan No. SK.878 tersebut untuk kepentingan 104 koorporasi.

Selanjutnya, praktik kolusi 104 perusahaan tersebut dengan Kementerian Kehutanan telah menghancurkan 77.898 hektar kawasan hutan Riau untuk kepentingan mereka. Akibatnya telah mengorbankan banyak kawasan hutan.

"Kita tidak mau ada Gulat Manurung yang lain lagi bermain di Riau ini. Karena sangat banyak hak masyarakat yang sudah dirampas oleh oknum yang bermain dengan perusahaan perkebunan tersebut," katanya Amby.

Selain itu, guna menghindari adanya pihak-pihak yang dapat mempengaruhi keputusan Menteri Kehutanan dalam penunjukan kawasan hutan yang patut diduga adanya unsur korupsi, suap dan kolusi antara 104 korporasi, Gubernur Riau dan Menteri Kehutanan pada proses penerbitan SK Menhut No.878/Menhut-II/2014.

"Dimana penerbitan SK tersebut tidak berpihak kepada kepentingan rakyat Riau sehingga mengusik rasa keadilan masyarakat setempat," ungkap legislator ini.

Ia berharap, untuk itu dalam melakukan addendum SK, dimohonkan agar kawasan seluas 77.898 hektar tersebut untuk dikembalikan ke kawasan hutan dan menggantinya dengan lahan masyarakat atau lahan KKPA.

DPRD Provinsi juga meminta agar Kementerian LHK RI agar melakukan perubahan terhadap 445 desa yang masih masuk dalam kawasan hutan menjadi menjadi APL (Areal Penggunaan Lain). Selain itu di dalam SK 673/Menhut-II/2014 bahwa pusat pemerintahan kabupaten/kota dan beberapa kantor kecamatan masih terdapat 402 desa dan desa tua yag masih berada dalam kawasan hutan.

Diantaranya, Kabupaten Bengkalis 86 desa , kota Dumai 16 desa, Kabupaten Indragiri Hilir 128 desa, Indragiri Hulu 18 desa, Kampar 25 desa, Kepulauan Meranti 55 desa, Kuantan Singingi 18 desa, Pelalawan 12 desa, Rokan Hilir 14 desa, Rokan Hulu 27 desa dan Siak 3 desa.

Sebelumnya, Menteri LHK RI sudah mengeluarkan SK 673 pada 2014 lalu dan beberapa bulan setelahnya dikeluarkan SK 878 pada tahun yang sama. Namun apa yang tertuang dalam SK dinilai belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan Riau dalam pembangunan. Karena masih banyak areal perkantoran yang masuk kawasan hutan atas dua SK tersebut.

Sementara dalam SK.314/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2016 tanggal 20 April 2016 tentang Peta Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau melalui lampiran keputusan Menteri LHK RI tersebut, Pemprov Riau terkesan masih menyembunyikan isi yang tertuang dalam surat tersebut. Apakah benar-benar sudah mengakomodir pelepasan kawasan hutan sesuai usulan Pemprov Riau atau tidak.

Asri mengatakan, tekadnya sudah bulat untuk menggugat SK Kementerian LHK tersebut. Dirinya juga pernah mempertanyakan ke Pemprov Riau beberapa waktu lalu saat pertemuan di Hotel Aryaduta, apakah Pemprov berani menggugat SK tersebut.

“Kan saya tanya ke Pemprov kemaren, sanggup nggak kalian menggugat, kalau nggak biar saya yang PTUN-kan,” ujarnya.

Ditambahkan Asri, berkemungkinan SK tersebut akan ia minta pada Senin depan, karena waktu yang tersedia tidak terlalu lama untuk melakukan gugatan setelah SK dikeluarkan, yakni 90 hari setelah keluarnya SK tersebut.

Jika ada persoalan hukum dibalik ini, maka menurut Asri seharusnya pihak kementerian cukup dengan membeberkan dan menangkap oknum tersebut, dan jangan sampai mengorbankan harapan masyarakat Riau.

“Jangan sampai desa-desa kita menjadi hutan, istana Siak, candi Muara Takus, dan lainnya, jangan-jangan bisa masuk hutan juga nanti,” imbuhnya.

Sebelumnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau boleh bernapas lega. Pasalnya, Surat Keputusan (SK) Perubahan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dari Menteri Lingkugan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, yang selama ini ditungu-tunggu telah diterima Dinas Kehutanan (Dishut) Riau, Selasa (26/4/2016).

Hal itu diakui Kepala Dishut Riau, Fadrizal Labay menjawab MRNetwork, malam tadi. "Ya benar, kita sudah menerima SK tersebut hari ini (kemarin). SK aslinya juga sudah kita ambil ke Manggala (sebutan Kantor Kementerian LHK di Jakarta). Saat ini kita sedang pelajari isinya," katanya. (Adv)