Jakarta (ANTARA) - Menjelang hadirnya Jakarta dengan wajah baru sebagai daerah khusus, berbagai pembenahan terus dilakukan melalui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun Pemerintah Pusat.
Aspek lingkungan menjadi salah satu perhatian apabila ingin menjadikan Jakarta sebagai pusat bisnis. Tanpa memperhatikan kondisi lingkungan akan membuat biaya pembangunan menjadi mahal, padahal untuk mengembangkan bisnis butuh keunggulan kompetitif.
Persoalan banjir dan kemacetan masih menjadi tantangan ke depan yang secara bertahap harus dibenahi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengingatkan pentingnya penanganan banjir di Jakarta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hal ini dapat dimengerti karena sejumlah kajian menyebut potensi kerugian ekonomi akibat banjir di Jakarta bisa mencapai angka triliun rupiah per tahun.
Artinya kalau persoalan banjir ini tidak kunjung diselesaikan maka untuk mengembangkan bisnis ke depan bakal terbentur biaya tidak kecil yang harus ditanggung para pelaku.
Pemprov DKI Jakarta menerapkan dua pendekatan untuk mengatasi banjir yakni vegetatif dan fisik. Pendekatan vegetatif melalui memperbanyak penanaman pohon dan ruang terbuka hijau, sedangkan fisik lebih kepada normalisasi sungai dan memperbanyak waduk, embung, dan sumur resapan.
Tak hanya persoalan banjir, tantangan yang dihadapi Pemprov DKI Jakarta juga menyangkut kondisi udara yang masih berada pada peringkat 50 besar kota di dunia dengan udara buruk.
Terkait hal itu, berbagai upaya perbaikan udara terus dilakukan di antaranya dengan mengajak warga beralih menggunakan transportasi publik, memperbanyak populasi kendaraan berbasis baterai, hingga pengembangan hunian berorientasi transit (transit oriented development/ TOD).
Pembenahan utilitas mutlak dilakukan untuk menjadikan Jakarta setara dengan kota-kota global lain di dunia. ANTARA/HO-PLN
Kunci keberhasilan pembangunan berwawasan lingkungan di Daerah Khusus Jakarta (DKJ) adalah kepatuhan dalam menerapkan kebijakan penataan ruang dan wilayah. Artinya tidak ada lagi kasus-kasus bangunan yang didirikan di bantaran sungai atau ruang terbuka hijau.
Tingkat kepatuhan di bidang lingkungan memang belum maksimal di tataran masyarakat, tetapi beberapa perusahaan di Jakarta secara diam-diam sudah menerapkan berbagai program lingkungan sesuai yang sudah digariskan.
Kepatuhan itu meliputi pengendalian emisi, pengolahan limbah, penghijauan, bahkan beberapa di antaranya melibatkan masyarakat untuk ikut serta memelihara lingkungan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan.
Terapkan pendekatan ESG
Keterlibatan pengusaha dalam memperbaiki lingkungan memang memberikan kontribusi besar. Hal ini karena program di bidang lingkungan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah provinsi.
Jika menilik dari tanggung jawabnya maka Pemprov DKI Jakarta lebih banyak membangun prasarana pengendali banjir, sedangkan sektor usaha lebih kepada memelihara lingkungan di lokasi masing-masing.
Keterlibatan sektor usaha di bidang lingkungan kerap diukur melalui pendekatan lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan atau dikenal dengan environment, social, and governance (ESG).
Bahkan beberapa institusi termasuk Pemerintah melombakan capaian ESG di lingkungan perusahaan. Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan kepedulian perusahaan di bidang lingkungan.
Salah satu institusi yang menerapkan ESG ini adalah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, terutama di sektor properti untuk mendorong penerapan ESG seluruh perusahaan di Indonesia.
Menurut pengurus Kadin Bidang Properti Theresia Rustandi, pendekatan ESG sudah banyak dipakai di sektor properti di Jakarta, mulai dari kawasan perumahan hingga bangunan bertingkat tinggi.
Salah satunya konsumsi energi yang sudah ada pedomannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 21 tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau.
Penilaian ESG juga menyangkut pengolahan limbah yang di antaranya menetapkan batas residu, kimia oksigen, dan oksigen bagi mikroorganisme, dan lainnya termasuk kewajiban bagi perusahaan untuk membangun saluran pengolahan limbah (treatment) sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Untuk aspek sosial, terdapat sejumlah kebijakan yang harus diaplikasikan, yakni mulai dari perekrutan yang mewajibkan tenaga kerja lokal serta adanya jaminan kesejahteraan, kesehatan, dan santunan kematian bagi pekerja di dalamnya.
Dalam mewujudkan ESG ini, organisasi pengusaha itu akan melakukan pendampingan pada sektor usaha. Bahkan untuk sektor properti, mensyaratkan industri yang terlibat di dalamnya juga berstandar ESG. Artinya, bahan bangunan yang dipakai harus ramah lingkungan.
Di dalam penerapan ESG ini, Pemerintah lebih berperan sebagai pemberi dukungan. Kondisi ini pada akhirnya memberikan imbal hasil yang positif bagi pemerintah terutama di bidang pertumbuhan ekonomi termasuk penerimaan pajak.
Hunian ramah lingkungan
Hunian ramah lingkungan menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi dalam pengembangan Daerah Khusus Jakarta. Hal ini mengingat tingkat kepadatan yang tinggi sehingga hunian vertikal menjadi suatu keharusan.
Program bedah rumah yang diusung Presiden dan Wakil Presiden terpilih tentunya menjadi salah satu andalan untuk mewujudkan hunian ramah lingkungan.
Seperti di Jakarta masih ada permukiman kumuh yang membutuhkan perhatian agar menjadi kawasan ramah lingkungan.
Ketua Badan Kejuruan Teknik Kewilayahan dan Perkotaan Persatuan Insinyur Indonesia (BKTKP-PPI) Soelaeman Soemawinata mengusulkan penyediaan dana abadi yang bisa dipakai untuk penataan kawasan kumuh.
Dana itu bisa dipakai untuk membangun hunian vertikal yang bertujuan menyediakan ruang terbuka hijau yang bisa dimanfaatkan untuk interaksi masyarakat sekaligus menjadi resapan air.
Kemudian salah satu program dari DKJ yang segera diwujudkan adalah pengembangan kawasan-kawasan aglomerasi yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi yang nantinya diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Hunian berbasis transpor (TOD) juga menjadi suatu keharusan ke depan untuk menciptakan kualitas udara yang lebih baik. Dengan hunian berkonsep ini maka penghuni tidak memiliki pilihan dalam beraktivitas selain menggunakan transportasi publik.
Dengan kondisi penduduk yang demikian padat, tentu membutuhkan ruang terbuka hijau lebih luas lagi untuk meminimalkan emisi yang dihasilkan termasuk dengan terus menyediakan transportasi publik yang nyaman agar warga tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi.
Kehadiran bangunan eks Pemerintah Pusat yang ditinggal pindah ke Ibu Kota Nusantara haruslah bisa memberikan kontribusi terhadap lingkungan di Jakarta.
Kemudian yang paling penting dalam mewujudkan DKJ adalah seluruh penduduk mendapatkan akses air bersih perpipaan. Dengan demikian air sebagai kebutuhan pokok masyarakat bisa didapat dengan harga yang terjangkau.
Dengan terpenuhi kebutuhan dasar warga, baik dari sisi transportasi maupun air minum, maka Jakarta bisa setara dengan kota-kota lain di dunia, yang berarti misi untuk mewujudkan sebagai kota global telah tercapai.