Washington (ANTARA) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan kesiapan Washington untuk duduk satu meja dengan Iran, membuka peluang baru bagi perdamaian usai ketegangan yang hampir memicu perang terbuka.
“Kami telah menjadwalkan pembicaraan dengan Iran, dan mereka ingin berbicara,” kata Trump di Gedung Putih pada Senin (7/7), saat tampil bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. “Jika kami bisa menuangkannya dalam bentuk tertulis, itu akan menjadi hal yang hebat.”
Baca juga: Iran Sebut Serangan Israel Tewaskan Hampir 1.100 Orang
Trump menegaskan keinginannya untuk menghindari konfrontasi militer lebih lanjut, dan menyiratkan bahwa Iran telah berubah sejak dua pekan terakhir. “Saya tidak bisa membayangkan harus melancarkan serangan lagi. Mereka ingin bertemu. Mereka ingin solusi,” ucapnya penuh harap.
Utusan Khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, menyebut pembicaraan kemungkinan akan berlangsung dalam pekan depan atau tak lama setelahnya.
Dalam pernyataan mengejutkan, Trump juga mengungkap niat untuk mencabut sanksi keras terhadap Iran pada "waktu yang tepat", seraya mengatakan, “Saya ingin memberi Iran kesempatan untuk bangkit damai, bukan terus-menerus meneriakkan 'Matilah Amerika' dan 'Matilah Israel’.”
Trump juga mengumumkan pencabutan sanksi terhadap Suriah atas desakan sejumlah negara di Timur Tengah, menandakan arah baru diplomasi Washington di kawasan yang selama ini bergolak.
Pernyataan ini muncul tak lama setelah serangan udara besar-besaran AS terhadap situs nuklir Iran pada 22 Juni, termasuk pengeboman menggunakan 14 bom penghancur bunker di Fordo dan Natanz, serta puluhan rudal Tomahawk ke Isfahan.
Baca juga: Qatar Jadi Jembatan Perdamaian, Dorong Kesepakatan Nuklir Iran
Sebelumnya, putaran keenam pembicaraan damai AS-Iran yang dijadwalkan pada 15 Juni terpaksa ditunda karena serangan udara Israel terhadap situs militer dan sipil Iran pada 13 Juni. Konflik selama 12 hari antara Israel dan Iran akhirnya dihentikan lewat gencatan senjata yang difasilitasi AS dan mulai berlaku pada 24 Juni.
Kini, dunia menanti: akankah diplomasi berhasil mencegah pecahnya perang besar di Timur Tengah?
Sumber: Anadolu