FSC jadi solusi pengelolaan hutan berkelanjutan di Kuansing

id FSC,Hutan adat,Hutan berkelanjutan

FSC jadi solusi pengelolaan hutan berkelanjutan di Kuansing

Direktur PT Patala Unggul Gesang Nazir Foead saat dialog dengan berbagai pihak terkait hutan berkelanjutan di Kuansing (ANTARA/Annisa Firdausi)

Kuantan Singingi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) bersama pemangku kepentingan membahas penerapan kebijakan Forest Stewardship Council (FSC) sebagai upaya menjaga kelestarian hutan, Jumat (21/3).

Kegiatan ini juga bertujuan mencari jalan keluar untuk menyelesaikan konflik dengan masyarakat dan satwa, serta meningkatkan nilai ekonomi hasil hutan.

Direktur PT Patala Unggul Gesang Nazir Foead, mengatakan FSC dapat menjadi solusi dalam memastikan pengelolaan hutan yang lebih terjamin dan berkelanjutan, terutama dalam menghadapi konflik lahan dan kepentingan antara perusahaan, masyarakat, serta lingkungan.

“Konflik bisa diselesaikan jika kita memiliki pengetahuan yang lengkap, baik tentang apa yang kita inginkan maupun apa yang diinginkan oleh pihak lain. Dengan saling memahami, kita bisa mencari jalan keluar bersama,” kata Nazir dalam kesempatannya.

Selain itu, ia menilai bahwa FSC juga bisa menjadi cara untuk mempertahankan martabat Melayu di Riau.

"Makin banyak kita mengenal kebijakan ini, makin besar pula manfaat yang bisa diperoleh,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Kuansing Suhardiman Amby menyoroti pentingnya pengelolaan lingkungan yang lebih baik di daerahnya, mengingat Kuansing memiliki kawasan hutan tanaman industri (HTI) seluas 600 ribu hektare atau sekitar 30 persen dari total wilayah.

“Kondisi ekosistem kita saat ini sangat memprihatinkan. Selain itu, kita juga menghadapi ancaman banjir yang memerlukan perhatian serius,” katanya.

Kuansing sendiri masuk dalam tiga kawasan hutan konservasi, yaitu Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Hutan Lindung Bukit Batabuh, dan Taman Nasional Tesso Nilo.

Pemkab Kuansing telah mencoba menata pola ruang melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6, yang memberi ruang bagi masyarakat adat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan.

"Seluruh daratan di Kuansing merupakan tanah adat yang dikuasai oleh Ninik Mamak. Kekayaan di dalamnya milik Ninik Mamak dan perlu dilestarikan," ujar Suhardiman.

Sebagai langkah konkret, Pemkab Kuansing telah menyiapkan aturan yang melibatkan hulubalang atau polisi adat dalam menjaga sungai dan hutan.

"Siapa pun yang merusak lingkungan akan dikenakan sanksi berdasarkan aturan adat,” sebutnya.

Selain itu, Kuansing juga telah menyiapkan 16 hektare lumbung panen sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan daerah dengan harapan Kota Jalur ini dapat menjadi sumber pangan daerah Riau.

Ke depan, pemerintah daerah Kuansing juga berencana menyusun perda yang lebih spesifik untuk mengatur peran polisi adat dalam perlindungan lingkungan dan keberlanjutan hutan.

FSC sendiri merupakan sistem sertifikasi global yang bertujuan memastikan pengelolaan hutan secara lestari dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi.

Dengan penerapan FSC, diharapkan pengelolaan hutan di Kuansing dapat lebih berkelanjutan, memberikan manfaat bagi masyarakat adat, serta mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.