Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menjelaskan, pemberian kontrasepsi bagi remaja, seperti yang disebutkan dalam pasal 103 Peraturan Pemerintah nomor 28 th 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, adalah bagi yang sudah menikah.
"Ini ditujukan pemberian kontrasepsi bagi remaja yang menikah tapi menunda kehamilan sampai siap secara fisik dan psikis," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Siti Nadia Tarmizi dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Nadia menjelaskan, inisiatif tersebut dilakukan karena masih banyaknya perkawinan di usia anak dan remaja.
"Kembali pasal 109 menyatakan pemberian layanan kontrasepsi pada pasangan usia subur," katanya.
Dia menyebutkan bahwa pasal 103 tentang upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja, yang terdiri dari ayat 1-5, merupakan suatu program yang komprehensif.
Nadia menyebut bahwa pendekatan program itu adalah berdasarkan siklus kehidupan, karena kesehatan reproduksi tiap siklus kehidupan berbeda-beda.
"Akan ada Permenkes yg mengatur lebih teknis termasuk mekanisme dan pembinaan, monitoring dan sanksi sehingga tidak ada multitafsir," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar, yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan, tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional (Diknas).
"Itu tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” kata Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Dia menilai bahwa penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa itu sama saja dengan membolehkan pelajar melakukan tindakan seks bebas.
Ia menekankan pentingnya pendampingan bagi siswa dan remaja, khususnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi melalui pendekatan norma agama dan nilai pekerti luhur yang dianut budaya ketimuran di Indonesia.
Baca juga: Kemenkes turut berduka cita catas meninggalnya dr Bela, petugas kesehatan haji
Baca juga: Kemenkes: Diagnosis tepat kunci sukses tekan risiko penyakit migrain