Viral dugaan kekerasan seksual di TK di Pekanbaru, orangtua akui takut dan lebih waspada

id Kekerasan seksual di Pekanbaru,Anak TK di Pekanbaru jadi korban kekerasan seksual,An namiroh

Viral dugaan kekerasan seksual di TK di Pekanbaru, orangtua akui takut dan lebih waspada

Ilustrasi. (ANTARA/HO-ist)

Pekanbaru (ANTARA) - Sejumlah orangtua di Kota Pekanbaru mengaku takut dan khawatir atas dugaan kekerasan seksual yang dialami bocah berusia lima tahun oleh teman sekolahnya di TK yang viral belakangan ini.

Salah seorang warga Pekanbaru yang memiliki anak di bangku TK, Sawino, mengaku sebagai orang tua merasa takut dan lebih waspada atas kasus tersebut.

"Rasa takut tentu ada. Apalagi seluruh kegiatan anak di sekolah bisa saja lepas dari pengawasan guru. Mungkin saja kegiatan itu mengarah hal negatif," sebutnya kepada ANTARA, Selasa.

Sebagai orang tua murid, ia berharap pihak sekolah dapat lebih meningkatkan pengawasan terhadap terhadap anak agar menghambat hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain itu, Sawino mengaku penggunaan gawai kepada anaknya di rumah pun selalu diawasi agar anak tak mengakses hal yang tak sesuai umurnya.

"Penggunaan handphone dibatasi paling lama satu jam dan tidak boleh lepas dari pengawasan. Biasanya anak hanya main game atau nonton film animasi di YouTube," lanjut Sawino.

Di lain tempat, Wati yang juga merupakan salah satu orangtua di Pekanbaru mengaku perlu lebih selektif memilih sekolah untuk anaknya.

"Jadi lebih hati-hati untuk memasukkan anak ke sekolah mana. Lalu juga lebih memperhatikan perubahan kecil dan menanyakan secara detail kegiatan anak di sekolah," tutur Wati.

Diberitakan sebelumnya, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun di Kota Pekanbaru diduga menjadi korban tindak kekerasan seksual oleh teman sekolahnya.

Diceritakan ayah korban berinisial D, peristiwa tak mengenakkan yang menimpa anaknya ini terjadi beberapa bulan lalu. Pihaknya telah melaporkan kejadian ini ke pihak sekolah namun D merasa pihak sekolah terkesan mengabaikan kasus tersebut bahkan melindungi pelaku.

Tak hanya itu, D dan istri mengaku juga mendapat tekanan dan ancaman dari pihak sekolah. Bahkan istrinya sempat mengamuk di sekolah karena merasa tidak puas dengan penanganan kasus tersebut.

Usai tak menemukan penyelesaian, ia dan istri juga mengadu ke Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kota Pekanbaru.

Namun, proses mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Kemudian keluarga korban membuat laporan terkait perkara ini ke Polsek Tampan. Saat ini proses penanganan perkara dilakukan oleh Satreskrim Polresta Pekanbaru.