Selatpanjang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) berhasil mendapatkan jaminan uang muka dari proyek pembangunan Jembatan Selat Rengit (JSR) yang dilaksanakan pada tahun jamak (2012-2014).
Plt Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko menyebutkan, klaim tersebut diperoleh dari PT Asuransi Umum Seainsure (PT Asuransi Mega Pratama) sebagai penjamin penyelesaian pengajuan pencairan jaminan uang muka oleh pihak rekanan kontraktor PT Nadya Karya (Persero), PT Relis Sapindo Utama-Mangkubuana Hutama Jaya (Join Operational/JO).
"Uang tersebut kini telah disetor ke rekening PT Bank Riau Kepri atas nama Rekening Umum Kas Daerah (RKUD) Kabupaten Kepulauan Meranti pada hari ini," ungkap Fajar Triasmoko kepada ANTARA, Selasa.
Pencairan jaminan uang itu dilakukan, kata Fajar, setelah pihak asuransi menerima putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pada 29 Mei 2023, dan surat dari Dinas PUPR Kepulauan Meranti kepada PT Asuransi Umum Seainsure tanggal 11 Oktober 2023.
Dalam putusan tersebut, PT Asuransi Umum Seainsure dituntut untuk membayar ganti rugi kepada Pemkab Kepulauan Meranti sebesar Rp 27.783.238.792. Selain itu, perusahaan juga diwajibkan mengembalikan biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter sebesar Rp 252.686.135, sehingga jika totalkan sebesar Rp 28.035.924.927.
"Pihak PT Asuransi Mega Pratama memproses kewajiban membayarnya setelah menerima tanda terima pembayaran klaim dan pernyataan pelepasan tuntutan yang telah ditandatangani oleh saya (Plt Kepala Dinas PUPR Meranti)," ujar Fajar.
Sebelumnya, pihaknya mengaku telah mengancam akan membawa proses tersebut ke pihak hukum jika kedua lembaga tersebut tidak mau mengembalikan jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan pembangunan JSR.
Hal itu didasari pada putusan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tentang kewajiban pengembalian dana itu bersifat eksekutorial atau harus segera dilaksanakan. Bahkan Dinas PUPR sudah melayangkan surat kedua mendesak proses pencairan dana tersebut.
"Nilai ganti rugi yang kami ajukan telah diselesaikan oleh pihak asuransi. Untuk itu kami menyatakan dan mengakui bahwa pembayaran sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban penjamin sesuai perintah putusan BANI sudah dianggap selesai," kata Fajar Triasmoko.
Selain PT Asuransi Mega Pratama yang dituntut untuk membayar ganti rugi, pihak lainnya yakni PT Bank DKI juga dituntut untuk membayar ganti kerugian kepada Pemkab Kepulauan sebesar Rp 22.633.255.485. Namun hingga kini, Bank DKI belum memberikan konfirmasi lanjutan terkait hal itu.
Pemkab Kepulauan Meranti menyatakan tetap menunggu itikad dari bank plat merah milik Pemprov Jakarta tersebut lewat surat yang dilayangkan untuk yang ketiga kalinya.
Jika tidak, pihak pengadilan bisa melakukan tindakan Aanmaning (peringatan) dari ketua pengadilan untuk menegur pihak yang kalah melaksanakan putusan tersebut dengan cara penyitaan.
"Kami kembali melayangkan surat yang ketiga kalinya untuk PT Bank DKI terkait pencairan jaminan pelaksanaan pembangunan JSR. Sebenarnya putusan ini sudah inkrah, artinya sudah berkekuatan hukum tetap. Jadi tidak ada alasan mereka untuk tidak menjalankan putusan ini. Setelah surat ketiga ini tidak akan ada surat lagi, kita langsung lakukan penyitaan aset bank tersebut," kata Fajar.
Diberitakan sebelumnya, Pemkab Kepulauan Meranti kembali memenangkan sidang perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 Oktober 2023 lalu. Majelis hakim dalam amar putusannya menolak permohonan keberatan PT Asuransi Umum Seainsure (PT Asuransi Mega Pratama) dan PT Bank DKI.
Adapun total uang klaim yang harus disetorkan yakni senilai Rp 50 miliar lebih ke Rekening Umum Kas Daerah (RKUD) Kabupaten Kepulauan Meranti. Dengan rincian PT Asuransi Umum Seainsure membayar sebesar Rp 28.035.924.927 dan PT Bank DKI membayar Rp 22.633.255.485.
Untuk diketahui, pembangunan Jembatan Selat Rengit (JSR) dilaksanakan dengan tahun jamak atau multiyears pada 2012-2014 dengan total nilai pekerjaan Rp 446 miliar.
Saat itu, uang jaminan pekerjaan dititipkan rekanan PT Nindia Karya sebesar lima persen atau Rp 22 miliar lebih di Bank DKI. Namun setelah putus kontrak pada akhir 2014, tidak ada upaya klaim uang jaminan yang menjadi anggaran daerah pemerintah setempat.
JSR digadang-gadang untuk menghubungkan antara Pulau Tebingtinggi dengan Pulau Merbau. Proyek ini digarap saat era kepemimpinan Bupati Irwan Nasir. Dana yang dianggarkan pada tahun 2012 sebesar Rp 125 miliar, tahun 2013 sebesar Rp 235 miliar dan tahun 2014 sebesar Rp 102 miliar.
Nilai ini belum termasuk biaya pengawasan tahun pertama Rp2 miliar, tahun kedua Rp3,2 miliar dan tahun ketiga Rp1,6 miliar. Namun kenyataannya proyek yang dikerjakan PT Nindya Karya KSO ini tidak tuntas dan baru berupa pancang-pancang.
Dalam penghitungan yang dilakukan oleh pihak Dinas PUPR, pekerjaan Jembatan Selat Rengit itu hanya sebesar 17 persen saja saat berakhirnya masa pengerjaannya, yakni pada akhir 2014 lalu. Pada saat itu biaya penawaran dari perusahaan untuk menuntaskan pembangunan Jembatan Selat Rengit, yakni sebesar Rp446 miliar.
Sementara sesuai dengan aturan, pemberian uang muka maksimal sebesar 15 persen atau sekitar Rp67 miliar untuk memulai pembangunan jembatan pada tahun 2013 lalu. Dari penyidikan yang dilakukan Polda Riau, diketahui timbul kerugian keuangan negara sebesar Rp 42.135.892.352. Angka tersebut diketahui dari hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau.