Sekjen PBB sebut multipolaritas butuh lembaga yang kuat ciptakan perdamaian

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, PBB

Sekjen PBB sebut multipolaritas butuh lembaga yang kuat ciptakan perdamaian

Arsip foto - Sekjen PBB Antonio Guterres menyampaikan pandangan saat KTT ke-13 ASEAN-PBB di Jakarta, Kamis (7/9/2023). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc/aa.)

Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa multipolaritas membutuhkan lembaga multilateral yang kuat dan efektif untuk menciptakan perdamaian.

"Namun multipolaritas saja tidak bisa menjamin perdamaian. Dunia multipolar memerlukan institusi multilateral yang kuat dan efektif,” kata Antonio dalam keterangan tertulis di situs PBB dipantau dari Jakarta, Rabu.

Guterres mengatakan hal tersebut dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York, Selasa (19/9).

Menurut Guterres, dunia multipolar membawa peluang baru untuk keadilan dan keseimbangan dalam hubungan internasional, tetapi tata kelola global masih belum beradaptasi dengan multipolaritas tersebut.

"Namun tata kelola global terjebak dalam waktu. Dunia telah berubah. Institusi kita belum melakukannya,” lanjut Guterres, sambil menambahkan bahwa Dewan Keamanan PBB dan sistem Bretton Woods perlu direformasi.

Guterres melanjutkan, sudah waktunya untuk memperbarui lembaga multilateral berdasarkan realitas ekonomi dan politik abad ke-21 yang berakar pada kesetaraan, solidaritas dan universalitas serta berlandaskan prinsip Piagam PBB dan hukum internasional.

"Hal ini berarti melakukan reformasi Dewan Keamanan sejalan dengan kondisi dunia saat ini. Hal ini berarti merancang ulang arsitektur keuangan internasional sehingga menjadi benar-benar universal dan berfungsi sebagai jaring pengaman global bagi negara-negara berkembang yang berada dalam kesulitan,” katanya.

Ia mengatakan bahwa dia menyadari bahwa reformasi adalah persoalan kekuasaan dan memahami banyaknya agenda dan kepentingan yang bersaing.

"Namun alternatif terhadap reformasi bukanlah status quo. Alternatif terhadap reformasi adalah fragmentasi lebih lanjut. Reformasi atau terpecah,” katanya.

Pria berusia 74 asal Portugal itu juga mengatakan bahwa dunia tidak membutuhkan permainan dan gangguan, melainkan kenegarawanan, menambahkan sudah saatnya melakukan kompromi global.

"Politik adalah kompromi. Diplomasi adalah kompromi. Kepemimpinan yang efektif adalah kompromi,” kata mantan PM Portugal itu.

“Para pemimpin mempunyai tanggung jawab (khusus) untuk mencapai kompromi dalam membangun masa depan bersama yang damai dan sejahtera demi kebaikan kita bersama,” ucapnya.

Baca juga: Sekjen PBB desak semua negara agar cari strategi terpadu di Myanmar

Baca juga: PBB ajukan rencana 4 poin agar Rusia mau kembali ke kesepakatan Laut Hitam