Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas menilai apabila sebuah kementerian/lembaga/pemerintah daerah memiliki nilai belanja produk dalam negeri, usaha mikro, dan kecil tidak sesuai target, maka dipastikan nilai indeks reformasi birokrasinya turun.
"Jadi dulu, belanja produk dalam negeri (PDN) dan usaha mikro dan kecil (UMK)-Koperasi itu hanya menjadi subkomponen, nah tahun ini jadi salah satu tema utama, selain kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi, dan pengendalian investasi. Sama seperti kemiskinan, misalnya, kalau turunnya minim, ya indeks reformasi birokrasinya tidak akan ada perbaikan signifikan. Demikian pula bila belanja PDN dan UMK-Koperasinya rendah, ya kami turunkan nilai reformasi birokrasinya. Karena sekarang reformasi birokrasi fokus pada dampak, bukan administrasi laporan,” ujar Anas dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.
Untuk itu, ia akan terus memperkuat indikator belanja produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil serta koperasi (UMK-Koperasi) melalui e-Katalog dalam penilaian indeks reformasi birokrasi.
Tidak hanya itu, Anas mengungkapkan belanja PDN dan UMK-Koperasi per 2023 telah menjadi tema dalam penerapan reformasi birokrasi tematik yang digalang Kementerian PAN RB sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
Dia mengemukakan pihaknya mengingatkan hal ini setelah mendapatkan informasi bahwa realisasi belanja PDN dan UMK-Koperasi di kementerian/lembaga (K/L)/pemda melalui e-Katalog belum sesuai harapan.
"Tadi di rapat dibahas belanja PDN dan UMK-Koperasi di e-Katalog memang masih agak jauh dari target, berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP),” katanya.
Adapun dulu indikator belanja PDN dan UMK-Koperasi hanya memiliki bobot 2 persen dari total indeks Reformasi Birokrasi. Saat ini, belanja PDN dan UMK-Koperasi akan menjadi nilai tambah atau "top up" yang cukup signifikan dalam indeks reformasi birokrasi bagi K/L/pemda.
"Itu akan kami evaluasi ke-82 K/L, seluruh provinsi dan kabupaten/kota,” jelas Anas.
Presiden Joko Widodo, lanjut Anas, telah memerintahkan untuk menjadikan belanja PDN dan UMK-Koperasi sebagai salah satu indikator evaluasi reformasi birokrasi pada semua kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Hal ini, katanya, agar APBN dan APBD dapat didedikasikan untuk produk lokal dan produk UMK-Koperasi yang ujungnya penguatan UMK serta industri dalam negeri untuk membuka lapangan kerja.
"Jadi indeks reformasi birokrasi kami jadikan alat untuk menggerakkan ekonomi lokal dan nasional,” jelas mantan Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, tersebut.
Atas arahan Presiden, Kementerian PAN RB telah mengubah skema penilaian reformasi birokrasi dengan tidak lagi fokus di hulu atau tata kelola internal birokrasi.
Namun, paparnya, lebih fokus pada penyelesaian problem hilir rakyat seperti kemiskinan, inflasi, dan penguatan UMKM serta industri dalam negeri lewat belanja produk lokal melalui APBN dan APBD.
"Bila dulu instansi pemerintah harus mengisi 259 komponen pertanyaan dan mengunggah ribuan dokumen dalam penilaian reformasi birokrasi yang cenderung administratif, sekarang fokus pada 26 indikator dampak hasil seperti angka kemiskinan, laju inflasi, besarnya belanja APBN/APBD untuk produk dalam negeri, peningkatan investasi, dan sebagainya,” pungkas Anas.
Baca juga: Menpan RB Abdullah Azwar Anas lapor Presiden terkait kesiapan pemindahan ASN ke IKN
Baca juga: Komisi II DPR RI minta menpan RB laporkan seluruh data honorer