Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik tipis di awal perdagangan Asia pada Senin pagi, didukung oleh rencana OPEC+ untuk memangkas lebih banyak produksi, sementara investor mengamati data ekonomi China untuk tanda-tanda pemulihan permintaan oleh konsumen minyak nomor dua dunia itu.
Minyak mentah berjangka Brent terangkat 17 sen menjadi diperdagangkan di 86,48 dolar AS per barel pada pukul 01.44 GMT, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terdongkrak 14 sen menjadi diperdagangkan di 82,66 dolar AS per barel.
Kedua kontrak mencatat kenaikan mingguan keempat mereka minggu lalu setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan rekor permintaan pada 2023 sebesar 101,9 juta barel per hari (bph), naik 2 juta barel per hari dari tahun lalu.
Namun, IEA memperingatkan dalam laporan bulanannya bahwa pengurangan produksi yang diumumkan oleh produsen OPEC+ berisiko memperburuk defisit pasokan minyak yang diperkirakan terjadi pada paruh kedua tahun ini, dan dapat merugikan konsumen dan pemulihan ekonomi global.
Meningkatnya biaya untuk pasokan minyak mentah Timur Tengah, yang memenuhi lebih dari separuh permintaan Asia, telah menekan margin penyulingan, mendorong mereka mengamankan pasokan dari wilayah lain.
Penyulingan juga meningkatkan produksi bensin menjelang puncak permintaan musim panas sambil memangkas produksi diesel di tengah marjin yang memburuk.
Sementara itu, ekspor minyak dari Irak utara ke pelabuhan Turki Ceyhan terhenti hampir tiga minggu, setelah kasus arbitrase memutuskan Ankara berutang kompensasi ke Bagdad untuk ekspor yang tidak sah.
Investor akan menunggu rilis data produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama China minggu ini, yang diperkirakan akan positif untuk harga-harga komoditas, kata analis CMC Markets Tina Teng.
Laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan AS juga dapat memberikan petunjuk untuk jalur kebijakan Federal Reserve dan lintasan dolar, katanya lagi.
Greenback telah menguat bersamaan dengan kenaikan suku bunga, membuat minyak berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Pedagang bertaruh bahwa Fed akan menaikkan suku bunga pinjaman pada Mei sebesar seperempat persentase poin lagi dan mendorong ekspektasi penurunan suku bunga akhir tahun ini, seperti yang biasanya terjadi dalam perlambatan.
Pasar memperkirakan peluang 78 persen kenaikan suku bunga 25 basis poin pada Mei, dengan pemotongan diperkirakan kurang dari 60 basis poin pada akhir tahun, kata Analis IG Tony Sycamore.
"(Itu) berarti beberapa penarik dukungan untuk permintaan minyak mentah dari ekspektasi penurunan suku bunga Fed mulai memudar," ujarnya pula.
Baca juga: Harga minyak naik di Asia karena ekspektasi stimulus China, dolar melemah
Baca juga: Harga minyak naik seiring pemotongan OPEC, antisipasi penurunan stok AS
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB