Pekanbaru (ANTARA) - Kuasa hukum korban dugaan kekerasan seksual di Universitas Islam Riau (UIR), Tegar Putuhena menginginkan kampus Islam tersebut menunjukkan keberpihakan kepada korban dan kesungguhan menegakkan komitmen pemberantasan dugaan tindak kekerasan seksual di kampus.
Tegar menginginkan UIR dapat melakukan investigasi yang menyeluruh dengan menggunakan metode yang tidak konvensional.
"Sanksi tegas kepada para pelaku harus segera diberikan untuk membuktikan komitmen tersebut," sebut Tegar kepada ANTARA melalui pesan, Senin.
Selain itu, ia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan harus segera mengambil langkah evaluatif kepada UIR dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi.
"Menteri harus segera memberikan evaluasi berupa sanksi baik secara kelembagaan maupun sanksi individual kepada siapapun yang terbukti baik dengan sengaja atau lalai mengabaikan hak-hak korban kekerasan seksual," ucapnya.
Sebelumnya, dikatakan Tegar, hingga saat ini pihak UIR belum menunjukkan keberpihakan pada korban dan tak kunjung memberikan pendampingan.
"Jangankan upaya pengusutan, pendampingan pada korban pun tak kunjung dilakukan," sebutnya.
Korban sempat mendapatkan undangan melalui pesan WhatsApp untuk bertemu di Jakarta Selasa (15/11) mendatang, Namun lantaran pertimbangan kondisi psikologis korban, korban belum dapat dihadirkan dalam pertemuan dan akan diwakili oleh orang tua dan kuasa hukum bersedia.
"Namun rupanya, pertemuan tersebut dibatalkan secara sepihak dengan alasan ketidakhadiran korban," kata Tegar.
Hingga berita ini dinaikkan, ANTARA telah berusaha menghubungi pihak Humas UIR namun belum mendapatkan jawaban terkait perkembangan penanganan kasus ini.