Bandarlampung (ANTARA) - Kuliner tradisional kini memang menjadi daya tarik tersendiri meski di tengah perkembangan zaman yang semakin modern. Cita rasa tempo dulu yang sederhana menggugah selera setiap lidah yang rindu mencicip resep kuliner warisan nenek moyang itu.
Jauh di pesisir pulau Sumatera tepatnya di Kabupaten Pesisir Barat yang merupakan kabupaten termuda hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung Barat pada 2012 silam tersimpan ragam kekayaan tradisi. Tak hanya memiliki pesona pariwisata bahari yang populer di kalangan wisatawan mancanegara sebagai surganya surfing. Tetapi juga kaya akan ragam kuliner tradisional yang tentunya menggugah indra pengecap, seperti bakso dan sate ikan tuhuk, pindah, silempok bungking hingga salah satu kudapan yang hanya di temukan saat upacara adat, dan hari raya yaitu Kue Buak Tat.
Kue Buak Tat memang tidak hanya ada di Pesisir Barat, Lampung namun juga bisa ditemukan di Provinsi Bengkulu. Hal tersebut karena daerah itu masih dalam satu deretan wilayah sejak tempo dulu yang terkenal sebagai pusat pelabuhan maritim dimana kota di kedua daerah yakni Lu-Shiangshe-Bengkulu dan Krui-Lampung ditetapkan sebagai kota pelabuhan. Meski dapat ditemukan di dua wilayah yang berbeda kue tradisional itu sangatlah termasyhur di tengah masyarakat di dua daerah.
Kue Buak Tat memiliki citarasa yang cukup unik, dimana rasa manis yang lumer di lidah terpadu dengan gurihnya mentega tercampur dalam adonan tepung yang terpanggang sempurna, dan ada satu citarasa yang cukup melekat di indra pengecap setiap yang mencicipi, yaitu rasa rempah kering diantaranya kayu manis, pala, kapulaga, jahe, dan vanili yang tercampur dalam bumbu spakuk tercampur rata dengan adonan gurih itu.
Lalu adanya selai nanas segar dengan rasa manis sedikit asam teroles melimpah di setiap lapis kue yang tercampur dengan gurihnya adonan membuat kue Buak Tat makin di gemari masyarakat karena bagaikan memakan kue nastar versi besar.
Biasanya kue tradisional masyarakat Krui itu di tempat asalnya hanya disajikan di saat tertentu, seperti di momen acara pernikahan, Hari Raya Idul Fitri, dan upacara adat Lampung. Selain itu kue Buak Tat juga biasa menjadi buah tangan bagi warga desa di Pesisir Barat saat berkunjung ke rumah sanak saudara ataupun sebagai ucapan terimakasih selepas membantu kolega dalam menyiapkan pesta.
Kini dengan makin berkembangnya zaman dan merebaknya penjualan makanan kekinian produksi Kue Buak Tat juga mulai berubah, tidak hanya untuk konsumsi di waktu tertentu tapi telah mulai merambah ke makanan harian yang dapat dinikmati oleh masyarakat setiap waktu.
Tak perlu jauh menyusuri jalan selama 8 jam menuju Kabupaten Pesisir Barat untuk mencicipi nikmatnya kue tradisional itu, saat ini dapat di temukan di Kota Bandarlampung. Telah banyak produk tradisional itu yang terjual di pusat toko oleh-oleh. Bahkan telah ada produsen rumahan yang memproduksi rutin di ibu kota provinsi Lampung.
Roisatul Husna atau yang akrab disapa Nana mulai menggeluti usaha makanan tradisional asal Pesisir Barat Lampung Kue Buak Tat sejak 4 tahun lalu menjadi salah satu contoh produsen Kue Tat yang berdiam di Kota Bandarlampung.
Bukan tanpa sebab Nana dan juga saudarinya fokus menggeluti produksi kue tradisional Lampung, karena kedua saudara ini merupakan warga perantauan yang berasal dari Pesisir Barat yang rindu merasakan kue tradisional kampung halaman.
Selain itu minat konsumen untuk membeli Kue Tat dari berbagai daerah pun tinggi menjadi salah satu motivasi baginya untuk memproduksi secara rutin kue tradisional itu.
Dengan resep yang diperoleh secara turun temurun pada awal pembuatan dirinya mengalami berbagai kendala, salah satunya yang paling mencolok adalah tekstur kue yang kurang ramah di lidah orang awam.
"Kalau resep aslinya dari kampung kue tat ini teksturnya padat, jadi sekali makan kenyang. Tapi karena ini dijual jadi makanan sehari-hari banyak masukan dari konsumen untuk menyesuaikan adonan menjadi lebih lembut tapi citarasa tetap sesuai rasa tradisional," kata Nana sembari mengoleskan selai nanas berwarna cokelat keemasan di adonan setengah jadi.
Menurutnya, pembuatan kue buak tat tersebut tidaklah secepat pembuatan kue modern lainnya. Proses yang dibutuhkan sejak awal pembuatan adonan hingga pemanggangan yang dilakukan berkali-kali sesuai lapisan kue harus dilalui secara bertahap hingga satu hari pun tak terasa terlewatkan untuk memproduksi kue tradisional itu.
"Adonan itu membutuhkan telur cukup banyak, dimana 1 adonan butuh 10 buah telur, lalu setelah dicampur adonan di cetak satu persatu setelah itu dioleskan selai nanas, dan ditutup adonan lagi lalu dioleskan selai lagi. Langkah terakhir adonan teratas di cubit secara manual membentuk pola tertentu. Setelahnya baru dipanggang dengan api yang diatur sesuai suhu agar matang secara merata, ini mampu bertahan untuk suhu ruangan sampai 7 hari tapi kalau dalam kulkas bisa 3 bulan," ucapnya.
Dia mengatakan, dalam sekali produksi dirinya dapat memproduksi hingga 150 buah Kue Buak Tat dengan harga jual Rp50 ribu per buah, dan peningkatan penjualan telah di rasakan pada momen Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah dengan penjualan hingga lebih dari 1.000 buah. Baginya dengan memproduksi kue tradisional Lampung itu untuk konsumsi sehari-hari dapat membantu memperkenalkan citarasa tradisional kepada masyarakat di luar Pesisir Barat, bahkan hingga luar Lampung.
"Awal hanya orang perantauan dari Pesisir Barat dan Lampung Barat yang beli, tetapi lama kelamaan dari mana-mana beli. Ini jadi salah satu bentuk melestarikan makanan tradisional dengan kita buat usaha rumahan jadi tidak perlu menunggu satu tahun sekali untuk mencicipi Kue Tat tapi bisa setiap hari," ucapnya.
Menjaga kenikmatan citarasa tradisional Kue Buak Tat Lampung dari citarasa kue modern tidak hanya dilakukan oleh Nana melalui pengembangan usaha kue tradisional itu, melainkan juga terus dilakukan oleh Lina salah seorang warga asal Pesisir Barat yang merantau ke Kota Bandarlampung.
Wanita berperawakan kecil dan putih menceritakan kebiasaannya sebagai keturunan asli Lampung terus menjaga citarasa tradisional Lampung dengan membuat Kue Tat di setiap momen berkumpul bersama keluarga.
Meski harus memanggang kue selama 1 jam untuk mendapatkan cita rasa nikmat dari Kue Buak Tat, dirinya tetap rutin membuat makanan tradisional itu agar anak dan cucunya tetap mengenal kue basah dari kampung halamannya.
"Rutin kita buat saat momen keluarga dan anak-anak kumpul. Sebab zaman sekarang banyak jajanan modern kadang membuat anak-anak lupa makanan dari kampung. Apalagi ini cuma bisa dinikmati saat tertentu jadi saya berusaha buat saat mereka kembali ke Lampung supaya tidak lupa budayanya," ujar Lina dengan antusias.
Ragam upaya untuk terus menerapkan resep kue warisan leluhur untuk di perkenalkan ke masyarakat di era perkembangan makanan dengan cita rasa kekinian jadi salah satu upaya menjaga manisnya Kue Buak Tat agar terus melekat di benak dan termasyhur di masyarakat.
Berita Lainnya
Sambang Pedagang kue Tradisional, Ini Yang Dilakukan Wabup Kuansing
21 February 2017 20:50 WIB
Raffi Dan Nagita Ingin Sentuhan Tradisional Di Kue Pernikahannya
18 September 2014 14:00 WIB
Izin Tak Lengkap Menara Telekomunikasi Disegel Aparat
03 April 2017 15:30 WIB
Jokowi Jenguk Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Hasyim Muzadi
15 March 2017 11:05 WIB
Pemko Batu Alokasikan Rp4,3 Miliar Untuk Bantu Ibu Hamil
07 February 2017 10:50 WIB
Liburan Imlek, Pantai Selatbaru di Bibir Selat Malaka Dipadati Pengunjung
29 January 2017 21:40 WIB
Jalani Pemeriksaan Di Imigrasi Pekanbaru, TKA Ilegal Mengaku Stres
18 January 2017 16:55 WIB