Washington (ANTARA) - Lonjakan harga-harga energi dan pangan yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina dapat memperburuk masalah keamanan pangan yang ada di Timur Tengah dan Afrika, dan dapat memicu meningkatnya kerusuhan sosial, kata kepala ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart.
Jerman akan menjadi tuan rumah pertemuan virtual para menteri pertanian dari negara-negara maju Kelompok Tujuh (G7) pada Jumat (11/3/2022) untuk membahas dampak invasi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang menstabilkan pasar-pasar pangan.
"Akan ada konsekuensi penting bagi Timur Tengah, untuk Afrika, Afrika Utara dan Afrika sub-Sahara, khususnya," yang telah mengalami kerawanan pangan, kata Reinhart kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Baca juga: Amerika Serikat bantah klaim Rusia atas keterlibatan di lab senjata biologi Ukraina
"Saya tidak ingin menjadi melodramatis, tetapi tidak terlalu jauh bahwa kerawanan pangan dan kerusuhan adalah bagian dari cerita di balik Musim Semi Arab," katanya. Ia menambahkan bahwa kudeta yang berhasil dan tidak berhasil telah meningkat selama dua tahun terakhir.
Musim Semi Arab mengacu pada serangkaian protes dan pemberontakan pro-demokrasi yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara mulai tahun 2010, dimulai di Tunisia dan menyebar ke lima negara lain yaitu Libya, Mesir, Yaman, Suriah, dan Bahrain.
Lonjakan harga-harga pangan secara tiba-tiba dapat menyebabkan keresahan sosial, seperti yang terjadi pada 2007-2008 dan lagi pada 2011, ketika kenaikan harga-harga pangan global dikaitkan dengan kerusuhan di lebih dari 40 negara.
Komoditas-komoditas pertanian sudah 35 persen lebih tinggi pada Januari, dibandingkan dengan setahun lalu, dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut karena perang Rusia dan Ukraina yang keduanya pengekspor utama gandum, jagung, barley dan minyak bunga matahari, kutip laporan Bank Dunia bulan lalu, beberapa hari setelah invasi Rusia dimulai. Moskow menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus".
Baca juga: Bank Dunia setujui pinjaman dan hibah 723 juta dolar untuk Ukraina, untuk pembiayaan perang
Lonjakan harga-harga energi dan pangan juga dapat mendorong pembuat kebijakan untuk menerapkan lebih banyak subsidi, kata para ahli, menambah utang besar banyak negara berpenghasilan rendah, dimana sekitar 60 persen di antaranya sudah atau hampir mengalami kesulitan utang.
Bank Dunia bulan lalu memperingatkan dampaknya bisa sangat keras di Timur Tengah dan Afrika Utara, dimana negara-negara seperti Mesir mengimpor hingga 80 persen gandum mereka dari Ukraina dan Rusia. Mozambik juga merupakan importir besar gandum dan minyak.
Reinhart mengatakan negara-negara Asia Tengah juga menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan, mengingat hubungan ekonomi dan perdagangan yang erat dengan Rusia, yang diperkirakan Dana Moneter Internasional (IMF) akan mengarah ke resesi tahun ini sebagai akibat dari sanksi Barat.
"Ini memukul mata uang mereka, dan sudah ada tanda-tanda penarikan di bank-bank, masalah kepercayaan, ditambah dengan kerawanan pangan, dan (penurunan) pengiriman uang," katanya, menyinggung potensi arus pengungsi sebagai komplikasi lebih lanjut.
Baca juga: Uni Eropa diminta tanggung bersama biaya para pengungsi Ukraina
Berita Lainnya
Airlangga: Pemerintah akan dorong fasilitas GSP dari Amerika Serikat
30 November 2024 16:54 WIB
Menag Nasaruddin Umar tegaskan upaya meningkatkan kesejahteraan guru terus dilakukan
30 November 2024 16:36 WIB
Pengamat: Kenaikan upah minimum akan berikan efek surplus ke dunia usaha
30 November 2024 16:30 WIB
Indonesia komitmen perkuat kerja sama strategis dengan negara-negara MSG
30 November 2024 16:20 WIB
Kemenkes ajak warga berperan aktif untuk mengeliminasi HIV/AIDS di Indonesia
30 November 2024 15:56 WIB
Waka Komisi I DPR RI akan perjuangkan anggaran TNI untuk wujudkan Astacita
30 November 2024 15:25 WIB
Presiden Mesir serukan hidupkan kembali solusi dua negara Palestina-Israel
30 November 2024 15:06 WIB
Pemuda Pancasila siap menangkan pasangan RIDO di putaran kedua Pilkada Jakarta
30 November 2024 14:58 WIB