Ketika buron polisi pimpin koperasi kelola ribuan hektare lahan petani

id kopsa m, kopsa-m, ptpn v

Ketika buron polisi pimpin koperasi kelola ribuan hektare lahan petani

Suasana di luar RAT Kopsa-M beberapa waktu lalu di sebuah hotel di Pekanbaru. (ANTARA/dok)

Pekanbaru (ANTARA) - Akademisi Universitas Riau menyoroti sengkarut kepengurusan koperasi yang mengelola 1.500 hektare perkebunan sawit milik ratusan petani setelah munculnya klaim seorang tersangka dan buronan polisi yang mengaku sebagai ketua secara aklamasi.

"Sekarang kita tanya. Orang yang berstatus sebagai DPO (daftar pencarian orang) bagaimana bisa mengelola koperasi? Wong dia saja tidak di tempat. Bagaimana nanti organisasi bisa berjalan dan bekerja," kata akademisi sekaligus pakar hukum perdata, Firdaus kepada wartawan di Pekanbaru, Selasa.

Koperasi Sawit Makmur atau yang dikenal sebagai Kopsa-M yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, bergejolak setelah banyak petani melakukan unjuk rasa pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang dinilai abal-abal di sebuah hotel mewah di Pekanbaru beberapa waktu lalu.

Petani menolak pelaksanaan RAT karena dinilai sarat kepentingan dan tak melibatkan petani asli serta Kepala Desa setempat selaku pembina. Bahkan, undangan yang mereka terima berbeda yakni Rapat Khusus Anggota (RAK) yang dibalut dengan seminar.

Meski acara dibubarkan, belakangan muncul klaim sepihak sosok tersangka dan buronan kepolisian kasus pengrusakan serta penjarahan, Anthony Hamzah sebagai ketua secara aklamasi. Anthony sendiri juga diketahui merupakan seorang tenaga pendidik perguruan tinggi negeri terkemuka di Pekanbaru.

"Kalau di tempat saja belum tentu maksimal, ini malah dikejar-kejar. Sekali lagi ya tidak patut lah. Jabatan itu bukanlah pribadi. Jabatan itu adalah lembaga," tegasnya.

https://www.antaranews.com/berita/2565941/kopsa-m-kampar-bantah-rapatnya-dibubarkan-polisi

Senada dengan Firdaus, pakar hukum pidana Yusuf Daeng turut buka suara terkait persoalan tersebut. Akademisi Universitas Lancang Kuning itu menilai jauh dari kata pantas tersangka, apalagi buronan memimpin organisasi.

"Seharusnya tidaklah pantas seseorang menyandang status tersangka namun memimpin organisasi. Sebaiknya diselesaikan dahulu lah. Apalagi kita kental adat Melayu. Tapi dalam undang-undang tidak ada yang mengatur," katanya.

Menurut Yusuf, penunjukan ketua secara aklamasi itu akan bermasalah jika tidak sesuai dengan AD/RT koperasi itu sendiri. Karena seharusnya pemilihan ketua sudah diatur dalam AD/RT tadi.

"Seharusnya dalam AD/RT sudah diatur. Syarat calon ketua, syarat menjadi ketua, bahkan aturan pemilihan ketua itu sendiri," terangnya.

Baca juga: Petani Kopsa-M Kampar fokus rawat kebun

Yusuf menjelaskan memang tidak ada diatur dalam KUHP terkait hal tersebut. Namun dalam undang-undang pidana koperasi diatur. "Misalnya untuk menjadi ketua harus mendapat berapa persen dari anggota. Dan harus semua diundang. Jika hanya sebagian diundang dan sebagian tidak, maka bisa dianggap cacat prosedur dengan mengacu kepada pidana koperasi," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Kabupaten Kampar, Hendri Dunan memilih bungkam terkait konflik yang terjadi di tubuh koperasi yang berlokasi di wilayah administrasinya tersebut. Pesan singkat WhatsApp dan telfon tak ditanggapi Hendri menanggapi persoalan yang dilayangkan kepadanya.

Hingga saat ini, Anthony tidak diketahui keberadannya. Polisi juga belum berhasil menangkap buronan yang menjadi tersangka pengrusakan perumahan PT Langgam Harmuni itu.