Usai PN Bangkinang, Kini Pengadilan Tinggi Riau Wajibkan Koppsa-M Bayar Utang

id PalmCo,Kopsa-M

Usai PN Bangkinang, Kini Pengadilan Tinggi Riau Wajibkan Koppsa-M Bayar Utang

Usai PN Bangkinang, Kini Pengadilan Tinggi Riau Wajibkan Koppsa-M Bayar Utang (ANTARA/HO-PalmCo Regional III)

Pekanbaru (ANTARA) - Pengadilan Tinggi Riau menolak banding yang diajukan tim kuasa hukum Koperasi Produsen Sawit Makmur (Koppsa-M) dan memperkuat putusan Pengadilan Negeri Bangkinang, Kabupaten Kampar yang sebelumnya memutuskan koperasi tersebut telah melakukan tindakan wanprestasi.

Dalam amar putusan banding yang ditetapkan Selasa (5/8/2925) dengan nomor putusan 105/PDT/2025/PT PBR dan disampaikan melalui sistem digital pengadilan atau e-court, Pengadilan Tinggi Riau menyatakan Koppsa-M terbukti melakukan perbuatan wanprestasi atas pengelolaan kebun kelapa sawit di Kampar.

"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bangkinang Nomor 75/Pdt.G/2024/PN Bkn tanggal 28 Mei 2025 yang dimohonkan banding," begitu amar putusan tersebut disampaikan.

Selain itu, di dalam amar putusannya, Pengadilan Tinggi Riau juga memperkuat putusan Pengadilan Negeri Kampar yang mewajibkan KOPPSA M untuk juga membayar dana talangan pembangunan kebun seluas 1.650 hektare sebesar Rp140 miliar.

"Menghukum Para Tergugat Konvensi yaitu Tergugat 1 Konvensi sampai dengan Tergugat 623 Konvensi membayar dana talangan (pinjaman) kepada Penggugat Konvensi sejumlah Rp140.869.808.707,00 (seratus empat puluh miliar delapan ratus enam puluh sembilan juta delapan ratus delapan ribu tujuh ratus tujuh rupiah) sekaligus dan seketika secara tanggung renteng," lanjut putusan itu.

Menanggapi putusan itu, penasehat hukum PTPN IV Regional II Surya Dharma menyatakan perusahaan yang diwakilinya menghormati dan mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi Riau tersebut. Pria berkacamata itu menilai bahwa dengan putusan Pengadilan Tinggi ini, kewajiban Koppsa-M dalam menyelesaikan dana talangan sebesar Rp140 miliar kian jelas dan berkekuatan hukum.

"Alhamdulillah. Hari ini kebenaran kembali ditegakkan. Kami mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi Riau yang menolak upaya banding Koppsa-M dan memperkuat putusan Pengadilan Negeri Bangkinang. Peradilan jelas menyatakan bahwa pihak Koppsa-M terbukti melakukan wanprestasi," buka Surya saat ditemui di kantornya, Rabu (06/08).

"Dengan putusan ini, kewajiban pembayaran dana talangan sebesar Rp140 miliar oleh Koppsa-M kepada PTPN IV menjadi semakin jelas dan berkekuatan hukum," lanjut dia.

Ia pun turut mengatakan bahwa putusan ini merupakan bentuk tegaknya supremasi hukum serta menjadi penegasan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

"Kami berharap ini menjadi pelajaran penting bagi para pihak lain dalam menjalin kerja sama bisnis yang sehat dan bertanggung jawab. Dan satu hal yang pasti, upaya ini merupakan bentuk akuntabilitas perusahaan atas talangan yang sudah dikeluarkan,” jelasnya.

Respon Tokoh Masyarakat

Sejumlah tokoh masyarakat Desa Pangkalan Baru, lokasi Koppsa-M berada juga menyampaikan apresiasi usai mendengar putusan tersebut.

Kepala Desa Pangkalan Baru Yusri Erwin misalnya, ia menilai putusan Pengadilan Tinggi Riau telah sesuai dengan doa dan harapan petani asli Desa Pangkalan Baru.

Putusan tersebut menjadi awal yang baik untuk memperbaiki persoalan dan sengkarut kepengurusan yang berlarut-larut, serta mengembalikan Koppsa-M sesuai peruntukannya, mensejahterakan masyarakat Desa Pangkalan Baru.

"Yang benar tetap akan benar. Yang salah pasti selalu kalah. Kami sudah lelah dengan konflik berkepanjangan ini. Selama ini, kami hanya menjadi alat bagi segelintir orang yang entah dari mana asalnya, yang rakus akan kekuasaan untuk menguasai areal kami. Masyarakat terpecah belah, tidak ada keharmnonisan di desa akibat konflik ini," kata dia.

Untuk itu, ia berharap ke depan putusan itu akan kembali menjadi awal dari perbaikan kepengurusan Koppsa-M dan kemitraannya dengan bapak angkat, PTPN IV Regional III.

Hal mendesak yang harus segera dilakukan adalah transparansi kepengurusan yang ia nilai tak terlihat akhir-akhir ini. Terlebih pasca ketua sebelumnya harus mendekam dibalik penjara akibat terjerat perkara pidana.

Transparansi ini penting untuk dikedepankan menyusul gugatan tersebut dilakukan karena ulah dari para pengurus itu sendiri yang enggan membayar cicilan kepada PTPN, padahal perusahaan sebagai bapak angkat sekaligus corporate guarantee telah menyicil hingga hutang tersebut lunas.

"Coba bayangkan jika tidak ada PTPN, dah lama kebun ini disita oleh Bank. Kemarin juga saat di sidang PN Bangkinang, Pak Hakim mengatakan, tidak akan berdiri kebun ini kalau tidak ada PTPN. Bank mana yang mau mengeluarkan biaya sebesar itu kalau tidak ada penjamin. PTPN lah sebagai perusahaan negara, yang telah membantu. PTPN juga lah yang merealisasikan permintaan masyarakat kita yang dulu memang sejak awal memohon kepada mereka agar membantu membangunkan kebun," tegas dia.

Yusri menjelaskan bahwa utang Rp140 Miliar kepada PTPN IV itu sudah ada sebelum Nusirwan menjabat sebagai Ketua Koppsa-M. Jika pengurus mengakui dan membayar utang tersebut, kata dia, persoalan yang ada akan selesai.

"Koperasi itu lembaga, apa yang terjadi di masa lalu seharusnya bisa diselesaikan pengurus yang sekarang. Utang itu sudah ada sejak lama. Dia tidak mengakui itu tidak ada masalah. Tapi utang koperasi selama dia menjabat harus dibayar juga. Di belahan dunia manapun, yang namanya hutang ya harus dibayar. Bukan malah mengadu ke sana kemari, mencari perhatian, dan melakukan perlawanan," ujarnya.

Yusri yang turut menjadi tokoh masyarakat desa tersebut turut mengatakan bahwa saat ini sebagian para petani sudah tidak percaya dengan kepengurusan Koppsa-M terkait penyelesaian permasalahan dengan pihak PTPN.

"Sederhana saja, akui dan bayar utang itu, supaya persoalan selesai dan masyarakat yang juga merupakan petani bisa tenang. Putusan ini lah yang kami harapkan jadi awal yang baik untuk kedepannya," demikian dia.

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.