Pelalawan (ANTARA) - Pakar Lingkungan Universitas Riau, Dr M Syafi’i mengatakan perusahaan sebesar PT Riau Andalan Pulp and Paper tentu memiliki alat pengukur kadar air berdasarkan regulasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 dan telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri No.P/80/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019.
Dalam aturan tersebut dikatakan setiap pelaku usaha wajib menerapkan Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan (Sparing). Jenis usaha ini termasuk juga industri kertas dan rayon.
"Sepengetahuan saya, perusahaan sebesar PT RAPP telah memiliki standar pengelolaan limbah sesuai aturan baku mutu. Ada alatnya yang dipasang sebagai instrumen pengukuran kadar air. Alat itu terkoneksi secara daring ke Pemerintah Pusat atau Kementerian LHK dan mengirimkan data setiap jamnya,” katanya.
Hal tersebut dikatakannya terkait adanya laporan masyarakat soal ikan mati di muara kanal Sungai Kampar. Menurutnya, penyebab kejadian harus dijelaskan secara ilmiah agar tidak menimbulkan tudingan atau kesimpulan secara kasat mata.
“Harus diproses sesuai regulasi hukum yang ada. Artinya, apakah posisi kadar airnya masih di bawah standar baku mutu atau tidak, tapi kalau untuk kasus ikan mati biasanya karena oksigen. Perlu dilihat kandungan ph dan COD-nya seperti apa nanti hasilnya," ujarnya.
Ditanya kemungkinan zat lain penyebab ikan yang mati di Sungai Kampar itu, Syafi'i menampik dugaan tersebut. Menurutnya, untuk menentukan penyebab pasti matinya ikan itu membutuhkan hasil penelitian dari laboratorium.
"Jadi sebenarnya sampel yang sudah diambil itu tinggal dicocokkan saja, apakah sudah memenuhi baku mutu atau tidak. Untuk pengambilan sampel pun harus benar, tidak sembarangan. Misalnya ambil air terus dimasukkan ya tidak begitu juga karena ada metode pengambilan sampel. Jadi kita tunggu hasil dari Dinas Lingkungan Hidup Pelalawan ,” imbuhnya.
Dalam kunjungan lapangan Komisi II DPRD Pelalawan beserta dinas terkait ke lokasi outlet pengolahan limbah PT RAPP, Kamis (25/3/2021), kondisi kanal masih terlihat normal bahkan ditemukan beberapa ekor ikan yang masih segar hasil menjala atas permintaan rombongan.
Menanggapi hal itu, Syafi’i menyatakan kondisi tersebut dapat dilihat secara kasat mata, namun harus dilihat juga instrumen ukur baku mutunya. “Selagi itu dikontrol dan masih berada di bawah ambang batas tidak ada masalah. Bisa jadi ikannya mati bukan karena limbah tapi ada faktor lain,” tambahnya.
Sementara itu, Mill Environment Manager PT RAPP, Kasman mengatakan PT RAPP dan Asia Pasific Rayon di Pelalawan termasuk perusahaan yang cepat merespon dengan memasang alat canggih besutan Sucofindo tersebut.
Sebelum limbah ini keluar, dipastikan dicek setiap saat, diolah sampai kadarnya aman bagi alam dan standarnya mengikuti ambang batas baku mutu dari pemerintah.
"Kadarnya diukur dengan alat yang tersambung secara online melalui internet ke server KLHK dan dikirim setiap jamnya, jadi harus betul-betul aman,” jelas Kasman.
Ketua Komisi II DPRD Pelalawan, Abdul Nasib mengatakan hasil penelitian sampel air yang diambil DLH Pelalawan akan keluar dalam 14 hari kerja. Namun pihaknya belum bisa menyimpulkan ada pencemaran limbah atau ada unsur-unsur lain.
"Ketika nanti hasil sampel sudah keluar, akan kami umumkan ke publik, karena saat ini sampel air tengah diproses di laborDiskes provinsi," katanya.
Disinggung soal adanya ikan hidup yang dijala di kanal PT RAPP, Abdul Nasib mengakui hal tersebut. Menurutnya, ikan yang hidup tersebut bukan ikan yang ditabur seperti ikan mas atau ikan nila, tapi ikan yang memang hidup di dalam situ.
"Tapi ikan yang hidup itu bukan menjadi patokan air tersebut tercemar atau tidak tercemar, namun itu hanya salah satu indikator saja bahwa sungai tersebut masih ada ikannya. Tetap harus ada penjelasan ilmiah, bukan menduga-duga," pungkasnya.