Pengamat menilai UU Ciptaker merupakan terobosan dalam penciptaan lapangan kerja
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (INDEKS) Nanang Sunandar menilai Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Ciptaker merupakan terobosan yang dibutuhkan untuk penciptaan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
"UU Cipta Kerja adalah kebijakan terobosan yang diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja baru sebanyak-banyaknya. Tujuannya ialah agar akses terhadap lapangan kerja yang menyejahterakan bisa dinikmati oleh sebanyak-banyaknya angkatan kerja," ujar Nanang dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Baca juga: KSP: UU Ciptaker beri jaminan bagi buruh yang kehilangan pekerjaan
Menurut dia, terobosan ini makin terasa mendesak ketika Indonesia sedang mengalami bonus demografi seperti sekarang, namun secara bersamaan jutaan orang kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan karena dampak wabah COVID-19.
Salah satu masalah utama ketenagakerjaan di Indonesia adalah kondisi permintaan dan pasokan tenaga kerja yang jauh dari berimbang. Keadaan ini berdampak sekaligus pada angka pengangguran yang tinggi, juga masalah upah dan kesejahteraan pekerja.
Sebelum UU Cipta Kerja, masalah ini terutama diselesaikan lewat regulasi. Namun penyelesaian yang terlalu bertumpu pada regulasi upah dan kesejahteraan tidak efektif dalam implementasinya, karena bertentangan dengan logika pasar tenaga kerja.
"Karena pasokan jauh lebih besar dari permintaan, angkatan kerja secara alamiah memiliki daya tawar yang cenderung rendah dalam pasar tenaga kerja. Apalagi, sebagian besar angkatan kerja di Indonesia berpendidikan rendah dan kurang terlatih. Ketidakseimbangan inilah asal-muasal masalah upah dan kesejahteraan pekerja," katanya.
Penyederhanaan berbagai peraturan dalam investasi, perizinan dan proses bisnis, dan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, menurut Nanang, harus dipahami sebagai kesatuan mekanisme dalam menciptakan kondisi yang lebih seimbang antara pasokan dan permintaan tenaga kerja.
Ketika investasi mengalir lancar ke sektor-sektor padat karya, perizinan dan proses bisnis dipermudah, dan regulasi ketenagakerjaan dibuat lebih fleksibel, ini semua akan menciptakan banyak lapangan usaha yang meningkatkan permintaan atas tenaga kerja. Secara otomatis, angka pengangguran yang sekarang melonjak karena wabah akan sangat berkurang.
Sementara, dari sisi mekanisme pasar daya tawar angkatan kerja akan naik seiring peningkatan permintaan tenaga kerja, UU Cipta Kerja juga memfasilitasi peningkatan keterampilan secara terintegrasi dengan penguatan jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Pendekatan UU Cipta Kerja mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja yang selaras dengan peningkatan produktivitas," ujar Nanang.
Baca juga: Menteri Sekretaris Negara Pratikno akui ada kekeliruan teknis di UU Ciptaker
Baca juga: Anggota DPR katakan Indonesia makin siap bersaing dengan adanya Omnibus Law
Pewarta: Aji Cakti
"UU Cipta Kerja adalah kebijakan terobosan yang diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja baru sebanyak-banyaknya. Tujuannya ialah agar akses terhadap lapangan kerja yang menyejahterakan bisa dinikmati oleh sebanyak-banyaknya angkatan kerja," ujar Nanang dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Baca juga: KSP: UU Ciptaker beri jaminan bagi buruh yang kehilangan pekerjaan
Menurut dia, terobosan ini makin terasa mendesak ketika Indonesia sedang mengalami bonus demografi seperti sekarang, namun secara bersamaan jutaan orang kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan karena dampak wabah COVID-19.
Salah satu masalah utama ketenagakerjaan di Indonesia adalah kondisi permintaan dan pasokan tenaga kerja yang jauh dari berimbang. Keadaan ini berdampak sekaligus pada angka pengangguran yang tinggi, juga masalah upah dan kesejahteraan pekerja.
Sebelum UU Cipta Kerja, masalah ini terutama diselesaikan lewat regulasi. Namun penyelesaian yang terlalu bertumpu pada regulasi upah dan kesejahteraan tidak efektif dalam implementasinya, karena bertentangan dengan logika pasar tenaga kerja.
"Karena pasokan jauh lebih besar dari permintaan, angkatan kerja secara alamiah memiliki daya tawar yang cenderung rendah dalam pasar tenaga kerja. Apalagi, sebagian besar angkatan kerja di Indonesia berpendidikan rendah dan kurang terlatih. Ketidakseimbangan inilah asal-muasal masalah upah dan kesejahteraan pekerja," katanya.
Penyederhanaan berbagai peraturan dalam investasi, perizinan dan proses bisnis, dan ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, menurut Nanang, harus dipahami sebagai kesatuan mekanisme dalam menciptakan kondisi yang lebih seimbang antara pasokan dan permintaan tenaga kerja.
Ketika investasi mengalir lancar ke sektor-sektor padat karya, perizinan dan proses bisnis dipermudah, dan regulasi ketenagakerjaan dibuat lebih fleksibel, ini semua akan menciptakan banyak lapangan usaha yang meningkatkan permintaan atas tenaga kerja. Secara otomatis, angka pengangguran yang sekarang melonjak karena wabah akan sangat berkurang.
Sementara, dari sisi mekanisme pasar daya tawar angkatan kerja akan naik seiring peningkatan permintaan tenaga kerja, UU Cipta Kerja juga memfasilitasi peningkatan keterampilan secara terintegrasi dengan penguatan jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Pendekatan UU Cipta Kerja mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja yang selaras dengan peningkatan produktivitas," ujar Nanang.
Baca juga: Menteri Sekretaris Negara Pratikno akui ada kekeliruan teknis di UU Ciptaker
Baca juga: Anggota DPR katakan Indonesia makin siap bersaing dengan adanya Omnibus Law
Pewarta: Aji Cakti