Jakarta (ANTARA) - Kementerian ESDM memberikan apresiasi atas upaya reklamasi pasca tambang yang dilakukan untuk mengembalikan lahan agar bisa dimanfaatkan dan produktif kembali, salah satunya untuk wisata.
"Reklamasi pasca tambang yang baik menjadi indikator bahwa perusahaan peduli dengan keberlangsungan lingkungan baik bagi lahan itu sendiri maupun membangun masyarakat sekitar.
Baca juga: Anies Baswedan menang dalam kasasi terkait pencabutan izin reklamasi Pulau H
Untuk tempat wisata alam dan edukasi misalnya, jika dikelola dengan baik, bisa membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitarnya," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Senin.
Bekas lahan tambang menjadi telaga cantik hadir pula di Telaga Batu Arang, Sangatta Kalimantan Timur, hasil reklamasi pasca tambang milik PT Kaltim Prima Coal. Dengan mengangkat konsep eco tourism, kawasan seluas 270 ha dengan telaga seluas 12,43 hektar ini telah direklamasi sejak 2001. Kini menjadi wisata edukasi, kebun botani dan hewani.
Berdasarkan keterangan resmi KPC disebutkan bahwa telaga di Telaga Batu Arang (TBA) yang sebelumnya kolam pengendapan telah berubah menjadi objek wisata utama, dan keanekaragaman hayati melalui rehabilitasi lahan juga telah mengundang berbagai hewan endemik.
Air dari telaga dikategorikan kelas A yakni air baku air minum oleh BPPT dan dapat menjadi sumber air PDAM. Selain telaga, beberapa area yang bisa dikunjungi saat ini yakni, Bukit Pandang menyajikan pemandangan ke berbagai arah mencakup Taman Nasional Kutai (TNK), Sungai Sangatta, Tambang KPC dan keindahan danau secara menyeluruh.
Hingga saat ini, Telaga Batu Arang masih dalam proses penyiapan infrastruktur dan ujicoba berbagai objek wisata yang ada, sehingga baru dipakai untuk acara perusahaan dan kalangan terbatas. Diharapkan saat lokasi reklamasi pasca tambang ini sudah siap untuk objek wisata, akan menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar tambang.
Baca juga: Kiara tetap tolak wacana proyek reklamasi Teluk Jakarta maupun Benoa, ini alasannya
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan