London (ANTARA) - Para pekerja kesehatan Inggris mulai mengambil bagian dalam uji coba internasional untuk membuktikan apakah obat malaria chloroquine dan hydroxychloroquine berfungsi mencegah COVID-19.
Penelitian bernama COPCOV itu akan melibatkan lebih dari 40.000 tenaga medis yang bertugas di garda depan penanganan wabah yang berkontak dekat dengan pasien COVID-19, di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.
Baca juga: Sempat pingsan di Pasar Cik Puan, warga Pekanbaru terduga COVID-19 meninggal
Uji coba yang dipimpin Universitas Oxford itu dilakukan dengan bantuan dari Unit Penelitian Obat-obatan Tropis Mahidol Oxford (MORU) di Bangkok itu akan terbuka bagi peserta dari Inggris mulai Kamis, dijalankan beberapa rumah sakit di Brighton dan Oxford.
"Kami sungguh tidak tahu apakah chloroquine atau hydroxychloroquine bisa bermanfaat atau justru berbahaya untuk melawan COVID-19,” kata Profesor Nicholas White dari Universitas Oxford, salah satu ketua tim penelitian.
Dia menambahkan, “Cara terbaik untuk mengetahui apakah obat itu efektif mencegah COBID-19 adalah dengan melakukan uji coba secara acak.”
Nick Cammack, pemimpin percepatan pengobatan COVID-19 di Wellcome Trust—lembaga riset yang membantu mendanai uji coba itu—menyatakan hal serupa.
"Jika, dan hanya jika, obat-obatan itu efektif, maka bisa ditingkatkan (produksinya) dan disalurkan ke seluruh dunia secepatnya,” kata Cammack.
Di Inggris, negara Eropa lain dan Afrika, para peserta akan diminta mengonsumsi hydroxychloroquine atau plasebo selama tiga bulan. Sementara peserta di Asia akan mendapat chloroquine atau plasebo.
Sejumlah 25 lokasi uji coba rencananya akan dibuka di Inggris hingga akhir Juni, menurut keterangan MORU, dengan rencana pendirian lokasi berikutnya di Thailand dan negara Asia Tenggara lain, Italia, Portugal, Afrika, dan Amerika Selatan.
Hasilnya diharapkan bisa diketahui akhir tahun ini.
Permintaan pasar untuk obat hydroxychloroquine melonjak setelah Presiden AS Donald Trump mempromosikan penggunaan obat itu pada awal April, kendati sejumlah ahli justru tidak menyarankan demikian.
Otoritas AS telah mengizinkan penggunaan darurat hydroxychloroquine untuk pasien COVID-19, namun Badan Obat dan Makanan memperingatkan penggunaannya pada pasien di luar rumah sakit bisa memunculkan risiko gangguan detak jantung yang serius.
Baca juga: 71 jenazah sudah dimakamkan dengan protokol COVID-19 di Pekanbaru, empat diantaranya positif
Baca juga: Cegah penyebaran COVID-19, PMI sarankan kebijakan PSBB tetap berjalan
Sumber: Reuters
Pewarta : Suwanti
Berita Lainnya
Menteri ESDM Bahlil sebut kenaikan PPN 12 persen tak pengaruhi harga BBM
19 December 2024 16:58 WIB
Prof Haedar Nashir terima anugerah Hamengku Buwono IX Award dari UGM
19 December 2024 16:35 WIB
NBA bersama NBPA hadirkan format baru untuk laga All-Star 2025
19 December 2024 16:16 WIB
PPN 12 persen, kebijakan paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi
19 December 2024 15:53 WIB
Pertamina Patra Niaga siap lanjutkan program BBM Satu Harga di 2025
19 December 2024 15:47 WIB
BNPT-PBNU sepakat terus perkuat nilai Pancasila cegah ideologi radikalisme
19 December 2024 15:38 WIB
Maskapai Garuda Indonesia tambah pesawat dukung operasional di liburan
19 December 2024 15:19 WIB
Kemenekraf berkolaborasi untuk bantu promosikan produk kreatif
19 December 2024 14:52 WIB