Satgas PMH: Kasus Pembalakan Liar Harus Dilanjutkan

id satgas pmh, kasus pembalakan, liar harus dilanjutkan

Pekanbaru, 8/6 (ANTARA) - Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) menyatakan proses hukum kasus pembalakan liar yang melibatkan 14 perusahaan di Provinsi Riau, yang dihentikan dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), harus dilanjutkan karena terdapat banyak kejanggalan.

"Alasan penerbitan SP3 menimbulkan keraguan serta ketidakpastian karena terdapat banyak kejanggalan terkait materi pembuktian maupun penunjukan ahli," kata Sekretaris Satgas MPH, Denny Indrayana, usai rapat koordinasi pembahasan SP3 kasus 14 perusahaan terlibat pembalakan liar, di Pekanbaru, Rabu.

Selama dua hari terakhir, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum menggelar rapat tertutup di Pekanbaru untuk membahas kelanjutan kasus tersebut.

Pertemuan itu juga diikuti oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum Hamzah Taja, Kadiv Pembinaan Hukum Mabes Polri Irjen pol Mudji Waluyo, Direktur Penindakan KPK Ade Raharja, dan Direktur PHKA Kementerian Kehutanan Darori.

Denny Indrayana memaparkan, kejanggalan dalam penerbitan SP3 terdapat pada penunjukan ahli dari Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Riau.

Penunjukan itu dinilai memiliki potensi konflik kepentingan.

"Penunjukan ahli yang memiliki potensi konflik kepentingan itu justru dijadikan dasar untuk menilai sah atau tidaknya izin yang dikeluarkan," ujarnya.

Kemudian kejanggalan lainnya adalah pengabaian ahli-ahli independen yang selama ini kesaksiannya digunakan oleh pengadilan dalam kasus-kasus pembalakan liar. Padahal, keterangan ahli itu telah memperkuat upaya pemenuhan unsur-unsur pidana yang disangkakan.

"Ahli-ahli independen tersebut justru dihadirkan sendiri oleh penyidik namun kemudian pendapatnya tidak dipertimbangkan setelah ada petunjuk P19 dari Jaksa. Kemudian terbit SP3 yang salah satu pertimbangannya menggunakan pendapat ahli dari Kementerian Kehutanan," katanya.

Selain itu, lanjutnya, kejanggalan lainnya adalah alasan penerbitan SP3 hanya terkait dengan tindak pidana kehutanan, sementara tindak pidana lingkungan hidup belum dipertimbangkan.

"Dengan demikian patut diduga terdapat kejanggalan dalam penerbitan SP3 tersebut," ujar Denny.

Menurut dia, hasil rapat koordinasi di Pekanbaru akan segera dilaporkan Satgas PMH kepada Presiden.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Riau menerbitkan SP3 pada masa kepemimpinan Brigjen Pol Hadiatmoko tepatnya tanggal 22 Desember 2008. Pada saat itu SP3 dikeluarkan terhadap 13 kasus pembalakan liar yang melibatkan perusahaan di Riau.

Berdasarkan data Polda Riau, sebanyak 13 kasus yang dipetieskan melibatkan anak perusahaan dari produsen bubur kertas terbesar di Riau. Tujuh perusahaan berafiliasi sebagai penyuplai kayu untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), di antaranya PT Madukoro dan PT Nusa Prima Manunggal (NPM) di Kabupaten Pelalawan, PT Bukit Batubuh Sei Indah (BBSI), PT Citra Sumber Sejahtera (CSS), dan PT Mitra Kembang Selaras (MKS) di Kabupaten Indragiri Hulu, PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL).

Kemudian lainnya merupakan grup dari PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) seperti PT Arara Abadi, PT Bina Duta Laksana (BDL) di Kabupaten Indragiri Hilir, dan PT Rimba Mandau Lestari (RML) di Kabupaten Siak.

Sedangkan, satu kasus lagi yang melibatkan PT Ruas Utama Jaya (RUJ) dipetieskan kepolisian pada Juni 2009.