Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Rabu terapresiasi ke level Rp14.210 per dolar AS menyusul data manufaktur Amerika Serikat yang mengalami kontraksi.
"Mata uang Asia, termasuk rupiah cenderung bergerak menguat terhadap dolar AS menyusul data manufaktur Amerika Serikat yang mengalami kontraksi," kata Kepala Riset Monex Investindo Future Ariston Tjendra di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Rupiah melemah, diperkirakan berlanjut karena akan ada aksi demo lanjutan
Ia memaparkan indeks manufaktur AS turun menjadi 47,8 di bulan September, level terendah sejak Juni 2009, ini menjadi bulan kedua beruntun untuk berada di area kontraksi. "Setiap angka di bawah level 50 sinyalkan kontraksi," ucapnya.
Terpantau, pergerakan rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi bergerak menguat tipis sebesar tiga poin atau 0,02 persen menjadi Rp14.210 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.213 per dolar AS.
Sementara dari dalam negeri, lanjut dia, isu domestik mengenai demonstrasi diperkirakan masih akan membayangi pasar meski tensinya relatif mulai mereda.
Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih mengatakan adanya indikasi perlambatan kegiatan usaha pada bulan Agustus 2019 dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menahan apresiasi rupiah lebih tinggi.
Ia mengemukakan uang beredar pada Agustus 2019 tumbuh 7,3 persen (year on year/yoy), melambat dibandingkan Juli yang tumbuh 7,8 persen yoy. Perlambatan itu karena melambatnya aset domestik neto yang komponen terbesarnya kredit perbankan. Penyaluran kredit melambat menjadi 8,6 persen yoy dari 9,7 persen yoy pada Juli.
"Perlambatan ini terutama berasal dari kredit modal kerja korporasi non finansial. Kondisi yang sama juga terlihat pada DPK Korporasi non finansial yang juag melambat," katanya.
Baca juga: Perang dagang memanas, BI lakukan "triple intervention" stabilisasi rupiah
Baca juga: Kurs rupiah Rabu pagi melemah 10 poin, makin dekati Rp14.500 per dolar AS
Pewarta : Zubi Mahrofi