Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia memastikan sudah melakukan tiga intervensi (triple intervention) di pasar spot, pasar obligasi dan Domestik Non-Deliverable Forward (DNDF/pasar berjangka valas) pada Jumat untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang tertekan cukup dalam, setelah pernyataan Presiden AS Donald Trump terkait penaikkan kembali tarif perdagangan dengan China.
"Kami sudah intervensi di spot, pasar obligasi dan DNDF," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Mewaspadai sekaligus memanfaatkan perang dagang yang saat ini sedang mereda
Pernyataan Nanang tersebut menanggapi upaya Bank Sentral untuk mengantisipasi depresiasi rupiah pada perdagangan akhir pekan ini. Pada pembukaan pasar di Jumat, nilai tukar rupiah di pasar spot bergerak melemah hingga 91 poin atau 0,65 persen menjadi Rp14.209 per dolar AS.
Di kurs tengah Bank Indonesia, kurs rupiah tertekan hingga Rp14.203 per dolar AS atau level terlemah sejak 20 Juni 2019.
Nanang menyebutkan pelemahan rupiah ini hanya sementara karena sentimen pelaku pasar menyikapi pernyataan Presiden Trump.
"Depresiasi timbul di pasar tapi ini hanya sementara, ' setelah rencana Trump memberlakukan tarif baru dalam perdagangan dengan China," tambahnya.
Sebelumnya, Donald Trump, presiden negara adidaya yang juga berlatar belakang pengusaha properti, pada Kamis, melontarkan cuitan di media sosial Twitter bahwa pihaknya akan memberlakukan tarif baru pada impor barang-barang China, yang dia sebut sebagai upaya melindungi ekonomi AS dari risiko kebijakan perdagangan global.
Baca juga: Dinilai kalah bersaing, RI sulit garap peluang dampak perang dagang antara AS dan China
Ancaman Trump tersebut cukup mengejutkan karena delegasi pemerintah AS baru saja kembali dari negosiasi dagang di Shanghai, China, yang dinilai pasar sebagaib perundingan yang disebut cukup konstruktif. Namun pernyataan Trump membuat tensi konflik dagang kembali meningkat.
Dalam serangkaian cuitannya Trump mengatakan ia akan mengenakan tarif 10 persen pada 300 miliar dolar AS impor China mulai 1 September 2019. Dia merasa tidak puas dengan proses negosiasi perdagangan antara kedua negara adidaya yang selama ini dipandang pasar akan menghasilkan dampak positif.
Padahal sebelumnya, AS sudah mengenakan tarif 25 persen pada 250 miliar dolar AS impor China yang bertujuan untuk menekan ekonomi terbesar kedua dunia itu. Pengenaan tarif itu juga dinilai sebagai gertakan AS agar China menyepakati kesepakatan perdagangan yang sedang dirancang.
Baca juga: Perang dagang AS-China bisa berisiko bagi prospek ekonomi dunia
Pewarta: Indra Arief Pribadi