Pekanbaru (ANTARA) - PT Padasa Enam Utama yang beroperasi sejak 20 tahun lalu di dua kabupaten di Riau, Kampar dan Rokan Hulu, diindikasi merambah kawasan hutan lindung Bukit Suligi, berdasarkan temuan Pansus Monitoring Lahan DPRD Provinsi Riau,.
Diduga ada sekitar 3.500 hektare kawasan hutan lindung Bukit Suligi dilakukan okupasi secara ilegal dengan memakai peran masyarakat atas nama kelompok Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).
Wakil Ketua DPRD Riau Asri Auzar di Pekanbaru, Sabtu, mengatakan bedasarkan hasil kunjungan lapangan ke kawasan perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Koto Kampar Hulu baru-baru ini, pihak perusahaan mengakui menggarap kawasan hutan lindung melalui sistem KKPA dengan membeli hasil sawit dariperkebunan rakyat setempat.
"Tetapi KKPA yang mereka sampaikan salah, dengan memakai masyarakat sebagai perlindungan. Kita sendiri juga tidak tahu apakah masyarakat KKPA adalah masyarakat setempat," ujar Asri Auzar.
Dia mengatakan, dalam hal pola KKPA seharusnya bukan dengan membeli hasil perkebunan garapan masyarakat secara ilegal. Tetapi kewajiban bagi perusahaan untuk menyediakan lahan sekitar 20 persen dari HGU yang dimiliki. Diketahui luas lahan HGU PT Padasa sebesar 7.700 hektare lebih.
"KKPA itu perlu diketahui ialah usaha dibuat perusahaan untuk masyarakat dimana yang haknya telah diatur oleh undang-undang 20 persen dari luasan lahan HGU milik perusahaan. Tetapi di sini tidak, justru di luar dari HGU. Perusahaan membeli dari masyarakat," kata Asri.
Asri mengatakan, DPRD Riau akan segeramerekomendasikan proses hukum terhadap PT Padasa Enam Utama atas temuan perambahan ilegal kawasan hutan lindung.
"Kami akan rekomendasikan kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau untuk memproses hukum sejumlah perusahaan perusak hutan Riau, salah satu diantaranya PT Padasa," ujarnya.
Dia berharap ke depan agar kawasan Bukit Suligi diselamatkan, hutankan kembali areal yang memang telah ditanami sawit.
"Sawit yang ditanam di kawasan hutan lindung agar di binasakan seluruhnya. Jika ada alat berat di dalamnya, maka tinggal dilakukan penyitaan oleh Tim Gakkum," tegasnya.
Sementara itu, Gubernur Syamsuar menyatakan akan menindak tegas pemilik perkebunan sawit tanpa izin yang ada di Provinsi Riau.
Syamsuar menyebut keberadaan perkebunan liar tersebut salah satu pemicu kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah Provinsi Riau bersama penegak hukum akan menggelar rapat membahas penertiban perkebunan sawit ilegal pada pekan depan.
"Kami sudah mencermati kejadian kebakaran lahan ini salah satunya disebabkan perambahan hutan yang tidak ditindaklanjuti, sehingga lahan bekas terbakar tersebut ditanami sawit," kata Syamsuarsaat paripurna HUT Riau ke-62.
Syamsuar mengatakan, penertiban perkebunan sawit ini juga merupakan masukan dari DPRD Riau dan permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK mencatat ada 1,2 juta hektar kebun sawit ilegal di Riau tanpa izin.
"Kemarin kami sudah kumpulkan semua perusahaan yang ada di Riau, kami katakan kami tidak main-main, kami akan menindak tegas kalau ada perusahaan yang main-main di Riau ini. Kita tak mau lagi ke depannya terjadi lagi kebakaran hutan ini," ucapnya.
Diindikasi garap hutan lindung di Bukit Suligi, Wakil Ketua DPRD Riau minta PT Padasa diproses hukum
keberadaan perkebunan liar tersebut salah satu pemicu kebakaran hutan dan lahan,"