Madani minta agar diperjelas moratorium permanen di lahan gambut

id Berita hari ini, berita riau terkini, berita riau antara,Madani minta agar diperjelas

Madani minta agar diperjelas moratorium permanen di lahan gambut

Tim gabungan memadamkan kebakaran lahan gambut di Kalimantan Tengah saat kemarau 2018 lalu. (ANTARA/Norjani)

Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Teguh Surya meminta pemerintah agar memperjelas secara detail kebijakan moratorium hutan primer dan gambut yang akan dipermanenkan.

"Perpanjangan ini harus jelas definisinya, detailnya, karena yang sering merepotkan masalah detailnya," kata dia, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: 705 titik api ditemukan di lahan gambut provinsi Riau

Bahkan, ia juga menyayangkan hingga kini partisipasi masyarakat seakan ditutup ruangnya untuk ikut serta memberikan penguatan atas rencana mempermanenkan moratorium hutan primer dan gambut.

"Kita masyarakat sipil, terutama masyarakat sekitar hutan, tidak pernah dikonsultasikan atau diajak terkait subtansinya," katanya.

Menurut dia, antusias publik cukup besar menyambut kebijakan tersebut tetapi masyarakat hanya bisa mengetahui setelah mendapatkan informasi melalui media massa.

Berdasarkan analisis yang dilakukan Madani, pada perpanjangan moratorium keempat ditemukan beberapa persoalan mendasar. Pertama, pada setiap Inpres yang diterbitkan selalu dijanjikan penguatan implementasi dan pelibatan masyarakat sipil.

Tetapi kenyataannya, lanjut dia, selama empat kali perpanjangan, hal tersebut sama sekali tidak terjadi, sehingga pelibatan secara terbuka dinilainya tidak ada.

Kedua, Madani juga menemukan instruksi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan pengawasannya tidak berjalan maksimal. Karena ternyata masih ada beberapa kebijakan terkait pelepasan kawasan hutan.

Misalnya, persoalan teranyar SK pelepasan kawasan hutan bagi PT HIP di Buol, Sulawesi Selatan untuk kebun sawit setelah adanya instruksi moratorium sawit.

Terakhir baru-baru ini Teguh mengaku mendapatkan dokumen tentang SK menteri tentang perubahan peruntukkan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 91.337 Ha di Sulawesi Selatan.

"Sayangnya di dokumen ini juga tidak ada peta yang bisa dirujuk, jadi publik tidak tahu dan harus meraba-raba di mana," ujar dia.

Ia berpandangan seharusnya kebijakan terkait hutan dan lahan harus melibatkan banyak pihak dan terbuka, karena rentan konflik dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

Oleh sebab itu, ia berpandangan pemerintah perlu memperjelas seperti apa detail moratorium hutan primer dan gambut yang akan diterapkan sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. Sebelumnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan pemerintah berencana membuat moratorium izin baru pengelolaan hutan alam dan lahan gambut menjadi permanen.

Artinya, apabila kebijakan yang tertuang pada Instruksi Presiden Nomor 10/2011 ini menjadi permanen, maka ada kemungkinan bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan izin baru bagi korporasi terkait Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Alam dan Lahan Gambut.

Baca juga: Akademisi Unri teliti budaya melayu tingkatkan ekonomi di lahan gambut

Baca juga: BRG dan KLHK berbagi peran restorasi gambut


Pewarta: Muhammad Zulfikar