WWF: usut tuntas kasus perdagangan 172 taring beruang madu Riau
Pekanbaru (ANTARA) - Aktivis lingkungan dan perlindungan satwa WWF mendorong pihak terkait untuk mengusut tuntas kasus perdagangan 172 taring beruang madu yang digagalkan di Bandara Pekanbaru, Provinsi Riau.
“Kasus ini jangan berhenti di sini saja, harus ditelusuri pelakunya dan kami sudah dari awal menyatakan siap membantu,” kata Koordinator Wildlife Crime Team (WCT), Osmantri, kepada ANTARA di Pekanbaru, Rabu.
WCT adalah sebuah unit kerja pada program WWF di Sumatera Tengah, yang sejak awal memantau persidangan kasus perdagangan trenggiling di Provinsi Riau.
Osmantri mengatakan hal itu menanggapi penggagalan pengiriman paket berisi 172 gigi taring beruang madu di Bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II) Pekanbaru, yang kasusnya ditangani oleh Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru.
Osmantri menduga taring tersebut akan digunakan sebagai asesoris seperti kalung. Ia mengatakan dari pengirim paket dan penerimanya bisa di menjadi titik awal penyelidikan kasus tersebut. Menurut dia, pihaknya sejak awal sudah menawarkan untuk bekerjasama mengusut kasus ini namun tidak direspon baik oleh balai karantina.
“Kami sudah tawarkan tapi balai karantina menyatakan mau menyelidiki sendiri,” katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru, Rina Delfi, saat penyerahan barang bukti kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, di Pekanbaru, Rabu, mengatakan sudah berusaha melacak pengirim paket itu tapi hasilnya nihil.
“Alamatnya ternyata palsu dan nomor telepon tidak aktif,” kata Rina seraya menambahkan penyelidikan selanjutnya berada di instansi berwenang, yakni BBKSDA Riau.
Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau, M. Mahfud, mengatakan akan berkoordinasi dengan Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Sumatera untuk menyelidiki kasus perburuan beruang madu tersebut. Ia mengatakan ini adalah tangkapan terbesar sejauh ini untuk kasus perdagangan gigi taring beruang madu.
“Pengiriman taring beruang dalam jumlah sebanyak ini saya rasa bukan sebuah kebetulan, ini sudah dipastikan bagian dari jaringan perdagangan satwa dilindungi,” katanya.
Perburuan satwa dilindungi seperti beruang madu melanggar UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelaku bisa dihukum lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Sementara itu, Executive General Manager Bandara SSK II, Jaya Tahoma Sirait, mengatakan pihak sekuriti penerbangan (AVSEC) curiga saat menerima paket tersebut untuk dikirim melalui kargo dari perusahaan jasa ekspedisi JNE pada 24 Januari 2019.. Di kardus paket itu ditulis makanan yang dikirim dari Pekanbaru ke Jakarta Barat.
“Namun ketika melewati mesin x-ray petugas curiga karena tidak seperti makanan, ketika dibuka paketnya ternyata gigi binatang,” kata Jaya Tahoma Sirait.
Baca juga: 172 taring beruang madu disita di Riau. Bagaimana nasib beruangnya?
Baca juga: Sudah P21 Berkas Tersangka Pembunuh dan Pemakan Beruang Madu di Inhil
“Kasus ini jangan berhenti di sini saja, harus ditelusuri pelakunya dan kami sudah dari awal menyatakan siap membantu,” kata Koordinator Wildlife Crime Team (WCT), Osmantri, kepada ANTARA di Pekanbaru, Rabu.
WCT adalah sebuah unit kerja pada program WWF di Sumatera Tengah, yang sejak awal memantau persidangan kasus perdagangan trenggiling di Provinsi Riau.
Osmantri mengatakan hal itu menanggapi penggagalan pengiriman paket berisi 172 gigi taring beruang madu di Bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II) Pekanbaru, yang kasusnya ditangani oleh Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru.
Osmantri menduga taring tersebut akan digunakan sebagai asesoris seperti kalung. Ia mengatakan dari pengirim paket dan penerimanya bisa di menjadi titik awal penyelidikan kasus tersebut. Menurut dia, pihaknya sejak awal sudah menawarkan untuk bekerjasama mengusut kasus ini namun tidak direspon baik oleh balai karantina.
“Kami sudah tawarkan tapi balai karantina menyatakan mau menyelidiki sendiri,” katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Pekanbaru, Rina Delfi, saat penyerahan barang bukti kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, di Pekanbaru, Rabu, mengatakan sudah berusaha melacak pengirim paket itu tapi hasilnya nihil.
“Alamatnya ternyata palsu dan nomor telepon tidak aktif,” kata Rina seraya menambahkan penyelidikan selanjutnya berada di instansi berwenang, yakni BBKSDA Riau.
Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau, M. Mahfud, mengatakan akan berkoordinasi dengan Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Sumatera untuk menyelidiki kasus perburuan beruang madu tersebut. Ia mengatakan ini adalah tangkapan terbesar sejauh ini untuk kasus perdagangan gigi taring beruang madu.
“Pengiriman taring beruang dalam jumlah sebanyak ini saya rasa bukan sebuah kebetulan, ini sudah dipastikan bagian dari jaringan perdagangan satwa dilindungi,” katanya.
Perburuan satwa dilindungi seperti beruang madu melanggar UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelaku bisa dihukum lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Sementara itu, Executive General Manager Bandara SSK II, Jaya Tahoma Sirait, mengatakan pihak sekuriti penerbangan (AVSEC) curiga saat menerima paket tersebut untuk dikirim melalui kargo dari perusahaan jasa ekspedisi JNE pada 24 Januari 2019.. Di kardus paket itu ditulis makanan yang dikirim dari Pekanbaru ke Jakarta Barat.
“Namun ketika melewati mesin x-ray petugas curiga karena tidak seperti makanan, ketika dibuka paketnya ternyata gigi binatang,” kata Jaya Tahoma Sirait.
Baca juga: 172 taring beruang madu disita di Riau. Bagaimana nasib beruangnya?
Baca juga: Sudah P21 Berkas Tersangka Pembunuh dan Pemakan Beruang Madu di Inhil