Pembunuh Tiga Harimau di Riau Dituntut 4,5 Tahun Penjara

id tuntutan pembunuh harimau,pembunuh harimau riau,harimau sumatera

Pembunuh Tiga Harimau di Riau Dituntut 4,5 Tahun Penjara

Arsip foto. Tim medis melakukan nekropsi atau bedah bangkai harimau Sumatera liar yang mati terjerat, di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Kota Pekanbaru, Rabu (26/9/2018). Hasil diagnosa awal menunjukkan harimau betina berusia empat tahun itu mati lemas akibat terjerat kawat baja diperutnya, yang turut menewaskan bayi harimau yang dikandungnya. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Pekanbaru (Antaranews Riau) - Jaksa Penuntut Umum menuntut Falalini Halawa, terdakwa pembunuh tiga Harimau Sumatera, dengan hukuman pidana 4,5 tahun penjara karena dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian pada satwa dilindungi itu di Provinsi Riau.

“Benar, tuntutannya adalah hukuman penjara empat tahun enam bulan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Mochamad Fitri Adhy ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Kamis.

JPU juga menuntut terdakwa dijatuhi hukuman denda sebesar Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan. Adhy mengatakan pembacaan tuntutan sudah berlangsung pada persidangan di Pengadilan Negeri Telukkuantan, Kuantan Singingi, pada 12 Februari lalu.

Baca juga: Harimau Sumatera Mati Terjerat Kawat Ternyata Bunting

Ia menjelaskan terdakwa Falalini bisa dibuktikan telah melanggar Pasal 40 Ayat (2) Jo. Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sebabnya, terdakwa dinilai telah dengan sengaja melakukan perbuatan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, satwa yang dilindungi.

“Dalam pemeriksaan, terdakwa sudah mengetahui bahwa tempat dia memasang jerat adalah habitat harimau, dan masyarakat di sana sudah memperingatkan untuk tidak memasang jerat disekitar hutan yang merupakan tempat perlintasan harimau,” katanya.

Arsip foto. Bangkai harimau Sumatera liar saat tiba di Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, di Kota Pekanbaru, Rabu (26/9/2018). Harimau Sumatera betina tersebut mati akibat kena jerat di Kabupaten Kuantan Singingi, namun belum bisa dipastikan apakah tujuan pemasangan jerat untuk perburuan satwa langka itu. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)


Namun, terdakwa mengacuhkan peringatan tersebut dan tetap memasang jerat-jerat dari ukuran kecil hingga besar yang terbuat dari kawat (sling) baja bekas rem motor. Alasannya adalah untuk menangkap babi dan landak yang kerap merusak kebun kelapa sawit. Namun, dari ukuran jerat tidak sesuai untuk menangkap hewan berukuran kecil.

Dalam kasus tersebut, JPU menghadirkan barang bukti yang memberatkan terdakwa seperti sebuah kerat yang terbuat dari tali nilon, sebuah jerat yang terbuat dari sling atau kabel baja bekas rem sepeda motor, seekor induk harimau beserta dua ekor bayi harimau dalam keadaan mati, empat buah jerat yang terbuat dari tali nilon, dan dua karung plastik bulu landak.

Dalam persidangan juga diungkapkan bahwa terdakwa Falalini juga menangkap landak, yang dagingnya untuk dimakan.

“Landak itu juga binatang yang dilindungi,” kata Adhy.

Reza Himawan Pratama selaku Hakim Ketua pada kasus tersebut memberikan waktu seminggu kepada terdakwa untuk melakukan pembelaan.

Baca juga: Kebijakan Tiongkok Bisa Memicu Perburuan Harimau Sumatera

Dua janin Harimau Sumatera yang mati bersama induknya berada di dalam ember sebelum dikubur di kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, di Pekanbaru, Riau, Rabu (26/9/2018). BBKSDA Riau menyatakan dua anak harimau tersebut berusia lima bulan, terdiri dari jantan dan betina, mati bersama induknya akibat terkena jerat kawat baja yang dipasang warga di Kabupaten Kuantan Singingi. (ANTARA FOTO/HO-Fitriani Kurniasari WWF-ID)


Sebelumnya, Balai Penegakan Hukum Wilayah II Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menangkap Falalini Halawa

karena menjadi tersangka pemasang jerat yang membunuh tiga harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) di Desa Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi pada September 2018.

Falalini, 41 tahun, sebenarnya berasal dari Kabupaten Nias Selatan dan tinggal di Desa Pangkalan Indarung karena bekerja sebagai penjaga kebun kelapa sawit dan ubi di sana. Ia mengklaim terpaksa memasang jerat untuk melindungi tanaman dari hama babi.

Baca juga: Populasi Harimau Sumatera Tinggal 400 Ekor, 149 ada di Riau

Namun, pada tanggal 25 September 2018 seekor harimau suamtera liar terkena jerat ukuran besar yang terbuat dari sling baja milik Falalini. Satwa dilindungi itu akhirnya ditemukan mati akibat jerat kabel baja mencengram pada bagian pinggangnya.

Posisi harimau tersebut ditemukan di Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Batang Siabu Desa Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, yang mana kawasan tersebut adalah tempat hidup dan perlintasan satwa-satwa liar, salah satunya Harimau Sumatera.

Hasil pemeriksaan Dokter Hewan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan, bahwa harimau tersebut mati akibat gangguan dalam pengangkutan Oksigen ke jaringan tubuh yang disebabkan terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah ataupun jaringan tubuh. Selain itu, dua ginjal harimau tersebut juga pecah karena jerat pada bagian pinggang dan pinggul sehingga menyebabkan kematian.

Baca juga: Harimau Sumatera Masuk Kawasan Pasar di Riau

Baca juga: Harimau Sumatera Kehilangan Kampung Halaman