Pekanbaru,(Antarariau.com) - Ketua Komisi V DPRD Provinsi Riau Aherson meminta Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) untuk menjelaskan tentang gelar adat untuk Presiden RI Joko Widodo, menyusul adanya pro dan kontra terkait dengan penafsiran gelar tersebut.
"Dalam pemberian gelar adat, ada norma-norma yang harus dipenuhi, atau tidak sembarangan diberikan," katanya di Pekanbaru, Selasa.
Gelar adat ini, lanjut dia, karena keturunan, gelar penghargaan atas jasanya, dan ada gelar jabatan.
"Kalau LAM ingin memberikan gelar jabatan kepada Jokowi, itu sah-sah saja," ujarnya.
Hingga kini, menurut dia, LAM Riau belum memberikan klarifikasi tentang gelar adat tersebut sehingga menimbulkan pro dan kontra dalam penafsiran gelar itu sendiri.
"Saya belum mendengar gelar adat seperti apa yang diberikan," ucapnya.
Meski begitu, harus didefinisikan gelar adat ini biar tidak campur aduk. Misalnya, gelar adat "datuk", itu ada silsilahnya, tidak mungkin Jokowi dapat gelar datuk.
Menurut wakil rakyat asal Kabupaten Kuantan Singingi itu, gelar jabatan patut karena dahulu presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono juga dapat gelar jabatan dari LAM.
Aherson yang juga politikus Partai Demokrat menilai wajar jika pemberian gelar jabatan kepada pejabat yang berkunjung ke Provinsi Riau.
"Kalau gelar jabatan itu ada selama dia menjabat. Setelah itu, kan tidak (setelah tidak menjabat lagi tidak bergelar)," ucapnya.
Berita sebelumnya, Jokowi akan melakukan kunjungan kedinasan ke Provinsi Riau pada tanggal 8 Desember 2018.
Bendahara DPD PDIP Perjuangan Makmun Solihin di Pekanbaru, Minggu (25/11) mengatakan bahwa lawatan Jokowi tersebut dalam rangka tugas kedinasan, bukan kampanye.
Presiden Jokowi bakal berada seharian di Riau dengan tiga agenda, yakni memberikan sertifikat tanah objek reformasi agraria (TORA), kemudian menghadiri undangan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, dan pelantikan tim kampanye daerah.