Sentra Gakkumdu Proses Dugaan Politik Uang Inhu

id sentra gakkumdu, proses dugaan, politik uang inhu

Sentra Gakkumdu Proses Dugaan Politik Uang Inhu

Pekanbaru (Antarariau.com) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Baswaslu) melalui Panwaslu Indragiri Hulu, Riau kini memproses kasus dugaan politik uang (money politics) yang dilakukan salah satu pasangan calon pada Pilkada Riau 2018.

"Setelah menerima laporan dari masyarakat pada tanggal 26 Juni 2018, terkait dugaan pelanggaran pilkada yang terjadi pada masa tenang, kami langsung melakukan pendalaman kasus," kata Ketua Bawaslu Riau Rusidi Rusdan, di Pekanbaru, Jumat.

Rusidi menjelaskan dugaan pelanggaran terjadi di Desa Sibabat, Kecamatan Siberida, Kabupaten Indragiri Hulu sekitar pukul 17.00 WIB 25 Juni 2018.

Menurut dia, berdasarkan informasi awal, pada tanggal 25 Juni 2018 pukul 17.00 WIB pelapor menyaksikan ibu-ibu Desa Sibabat sedang berkumpul di depan rumah salah satu warga desa.

Terlihat ibu-ibu menerima bingkisan berupa kain untuk bahan pakaian wanita dan satu lembar bahan kampanye dalam bentuk lembaran foto salah satu paslon dalam Pilgubri 2018.

Pembagian bahan kain tersebut dilakukan oleh satu orang sebagai tim kampanye pemenang paslon yang berinisial DS.

"Dugaan pelanggaran pidana ini terus diproses oleh Sentra Gakkumdu yang terdiri dari Panwaslu, Polres, dan Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu," ujarnya lagi.

Ia menegaskan apabila terbukti, calon tersangka akan dikenakan sanksi berdasarkan Undang Undang No. 10 Tahun 2016 pasal 187a ayat 1 yang berbunyi "setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih, dipidana dengan pidana penjara 36-72 bulan dan denda Rp200 juta-Rp1 miliar."

Sebelumnya, Ketua Badan Pengawas Pemilu RI Abhan mengatakan pihaknya mengadakan patroli pengawasan untuk mencegah terjadi serangan fajar pada hari pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2018 pada Rabu, 27 Juni 2018.

Abhan mengatakan patroli ini untuk mencegah tim pemenangan calon kepala daerah yang mau melakukan politik uang.

Abhan juga mengimbau agar petugas panitia pemungutan suara tidak membiarkan masyarakat membawa telepon seluler ke bilik suara.

"Ketika pemilih ke bilik enggak bawa HP, karena bisa memfoto dan itu akan berpotensi kalau ada janji money politics pascabayar. Jadi nyoblos dulu, ditunjukkan, lalu dibayar," kata Abhan, di Jakarta, Selasa, 26 Juni 2018.

Kejadian ini, kata dia, pernah ditemukan pada Pilkada Serentak 2015.

Abhan menjelaskan peraturan Komisi Pemilihan Umum saat itu mengakomodasi pencegahan transaksi politik uang. Caranya, mencegah pemilih membawa telepon seluler ketika masuk bilik suara.

"Aturannya ada di PKPU dan Peraturan Bawaslu juga ada," ujar Abhan.