Tidak terbukti Sebagai Kelompok Penyebar Kebencian, Kasus Saracen Syarat Kepentingan dan Penuh Rekayasa?

id tidak terbukti, sebagai kelompok, penyebar kebencian, kasus saracen, syarat kepentingan, dan penuh rekayasa

Tidak terbukti Sebagai Kelompok Penyebar Kebencian, Kasus Saracen Syarat Kepentingan dan Penuh Rekayasa?

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Dedi Gunawan, Kuasa hukum terpidana kasus Saracen, Jasriadi menilai bahwa perkara yang menjerat kliennya sejak awal ditangkap oleh Mabes Polri hingga putusan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Provinsi Riau sarat kepentingan dan penuh rekayasa.

"Ini sarat kepentingan dan penuh rekayasa," kata Dedi kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.

Hal tersebut dikatakan Dedi usai kliennya divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, dengan hukuman 10 bulan penjara hari ini.

Meski vonis tersebut jauh lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntut dua tahun penjara, baik Jasriadi maupun Dedi sepakat melakukan banding.

Dedi beralasan bahwa putusan tersebut bukan persoalan ringan atau beratnya vonis yang diterima Jasriadi. Namun, dia menegaskan harus membuktikan bahwa kasus Saracen yang menjerat kliennya itu penuh dengan rekayasa dan sarat kepentingan.

Pertama, dia menjelaskan Saracen yang diungkap kepolisian Agustus 2017 silam disebut-sebut sebagai grup penyebar kebencian dan isu SARA. Selain itu, Jasriadi yang saat ditangkap dituduh sebagai ketua sindikat Saracen bersama sejumlah pelaku lainnya disebut menerima aliran dana ratusan juta rupiah.

Persoalannyaya, dari sekian banyak dakwaan tidak ada yang terbukti. Justru hanya satu yang kata Hakim sah dan meyakinkan terbukti, ilegal akses," ujarnya.

Selanjutnya, Dedi menilai ada pihak dan aktor intelektual yang menunggangi kasus tersebut hingga "di blow up" sedemikian rupa, meskipun pada kenyataannya seluruh tuduhan yang dialamatkan ke Jasriadi dimentahkan berdasarkan fakta persidangan. Dia mengklaim mengetahui aktor intelektual tersebut. Namun sayang, dia tidak berkenan menyebut aktor yang dimaksud.

"Ini sengaja dari awal dibesar-besarkan oleh orang yang punya kepentingan dalam persoalan ini. Kita tidak akan sampaikan pada kesempatan ini, tapi kita tahu siapa intelektual dibalik ini," urainya.

"Intinya sengaja dibentuk opini yang tidak ada. Direkayasa sedemikian rupa, lalu disampaikan ke publik," lanjutnya.

Lebih jauh, dia yang merupakan bagian dari tim advokasi muslim Jasriadi menuturkan sedang mempertimbangkan untuk melaukan gugatan hukum kepada aktor intelektual dimaksud.

"Kami sudah wacanakan dan diskusi persoalan itu. Kalau bisa dibuktikan secara hukum akan kami lakukan," tuturnya.

Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, Provinsi Riau menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap Jasriadi. Pria 33 tahun yang disebut bos Saracen itu dinilai terbukti melakukan akses ilegal media sosial "Facebook".

Dalam pembacaan putusannya di Pekanbaru, Jumat, Hakim Asep Koswara sebagai pimpinan majelis menyatakan Jasriadi terbukti melanggar Pasal 46 ayat (2) jo pasal 30 ayat (2) undang-undang No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang informasi elektronik.

Selain itu, dalam putusannya hakim juga menyatakan bahwa opini yang telah terbentuk di masyarakat yang menyebut kelompok Saracen sebagai penyebar ujaran kebencian dan isu suku, agama, Ras antara golongan (SARA) tidak terbukti.

Anggota majelis hakim Riska mengatakan sejak kasus Saracen bergulir, banyak media menyebut bahwa Saracen merupakan kelompok penyebar kebencian dan Sara. Akibatnya, opini tersebut melekat di masyarakat hingga berakibat pada disintegrasi bangsa.

"Sejak kasus muncul di media, sudah terbentuk opini bahwa Saracen bersifat negatif untuk menyebarkan ujaran kebencian. Yang mengacu pada Sara, yang berakibat pada disintegrasi bangsa," katanya membacakan amar putusan.

Dia mengatakan Jasriadi yang menjadi pengelola website Saracen tidak terbukti mengunggah ujaran kebencian termasuk menerima aliran dana ratusan juta rupiah seperti dituduhkan kepada pria 33 tahun tersebut. Begitu juga terkait tuduhan bahwa Jasriadi membuat 800.000 akun "facebook" anonim untuk menyebarkan Sara dan ujaran kebencian.

"Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama di persidangan, Majelis hakim tidak menemukan fakta tersebut sebagaimana opini yang beredar selama ini," katanya.