Dedi Dahmudi
Rokan Hilir, (Antarariau.com) - Anggota DPRD Provinsi Riau, Siswaja Muljadi mengatakan bahwa potensi budaya dan pariwisata yang ada di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) perlu mendapat bantuan atau perhatian dari pemerintah daerah (Pemda) setempat.
"Misal pawai lampion malam Cap Go Meh. Kalau berdasarkan fakta dan jumlah peserta pawai tahun ini memang kelihatan ada sedikit menurun dari jumlah peserta yang ikut maupun membuat lampion, kalau kita hitung lima peserta yang ikut pawai. Jadi memang ini menjadi suatu kendala menurut saya dan harus kita coba cari jalan keluarnya, apakah itu Pemda juga harus berperan lebih aktif untuk membantu mereka memfasilitasi sehingga tahun depan jumlah peserta bisa lebih banyak lagi," kata Siswaja Muljadi usai menghadiri festival lampion malam Cap Go Meh 2569 di Bagansiapiapi, Kabupaten Rohil, Jumat malam.
Dukungan dari Pemda setempat, ujar Siswaja tentu berupa anggaran. Bahkan ia selaku anggota DPRD Riau daerah pemilihan Kabupaten Rohil sudah mencoba menganggarkan 2019 untuk membantu kegiatan pawai lampion yang ada didaerah itu.
"Kemarin saya mencoba menganggarkan Rp1 miliar lewat Dinas Pariwisata Riau. Mudah-mudahan ini nanti bisa terealisasi dan akan kita coba dorong, misalnya membeli lampion-lampion yang ada termasuk membantu menyediakan lampion untuk diserahkan kepada masyarakat dan memasangnya di Kota Bagansiapiapi," ujar Aseng, begitu ia disapa.
Dia menilai dengan mendapat bantuan anggaran tersebut para peserta pawai tentu akan lebih semangat, apalagi kegiatan itu setiap tahunnya dilaksanakan di Kabupaten Rohil.
"Kita bayangkan bahwa satu lampion yang besar itu bisa anggarannya mencapai Rp50 juta, yang agak kecil dan sederhana bisa mencapai Rp20-30 juta. Keinginan masyarakat untuk mengembangkan budaya ini sangat kuat, tapi mereka juga terbatas mungkin karena masalah ekonomi. Biayanya itu berpengaruh kepada pendapatan mereka sehingga tahun ini jumlah peserta pawai lampion berkurang," katanya.
Persoalan itu menurut Aseng harus disikapi bukan berarti minta perhatian lebih, tapi ia mengira perlu diberikan bantuan bersama Pemda setempat sehingga budaya tersebut nantinya akan semakin berkembang. Tujuannya adalah untuk pengembangan sektor riil, pengembangan pariwisata maupun jumlah pendatang yang akan berkunjung ke Rohil.
"Hari ini saja misalnya dengan adanya festival lampion kita lihat becak-becak semuanya bisa jalan. Dengan adanya event begitu tentu banyak masyarakat diuntungkan. Travel yang dari Pekanbaru-Bagansiapiapi itu juga penuh terus, hotel meningkat, kemudian orang jual makanan juga bertambah. Tentu ini harus digerakkan melalui kegiatan seperti ini," paparnya.
Aseng menilai pemberdayaan seni budaya tersebut merupakan salah satu langkah untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, ditambah lagi jumlah pendatang (tourism) bertambah dan tentu akan ada peningkatan terhadap barang-barang yang mereka konsumsi atau oleh-oleh yang mereka bawa pulang, bahkan juga dapat menggerakkan angka income atau keuntungan yang didapat nanti dari masyarakat Rohil.
"Saya sudah berbincang dengan Ketua DPRD Rohil dan akan membantu menganggarkan di APBD Perubahan 2018, beliau sampaikan seperti itu. Sementara dengan Ketua Yayasan Multi Marga Tionghoa Indonesia Rohil juga saya tanya dan pernah 2017 mengajukan anggaran untuk bantuan kegiatan pawai lampion ini, tapi mereka menyampaikan bahwa sudah di teken kwitansi dari pengajuan Rp350 juta. Terakhir cuma dikasi Rp50 juta dan sampai detik ini uang itu belum mereka terima, apakah memang anggaran tidak jadi cair karena defisit anggaran yang dialami oleh Pemda kita juga nggak tahu. Tapi yang jelas memang informasi yang saya dapat dari Ketua Yayasan Multi Marga bahwa mereka selama ini tidak pernah mendapatkan bantuan dari Pemda setempat," kata Aseng bercerita.
Sementara untuk Bakar Tongkang, Aseng menyebutkan wisata tersebut juga tidak pernah mendapatkan bantuan dari Pemda setempat. Bakar Tongkang menurutnya pernah mendapat bantuan itu pada saat awal-awal mulai dibangkitkan perayaan Bakar Tongkang yang kala itu Bupati Rohil dijabat oleh Annas Maamun.
"Tapi setelah itu nggak pernah. Pemda juga mungkin kalau menganggarkan hanya untuk pemakaian kostum daripada tamu undangan. Kalau untuk pengadaan atau menggerakkan ritualnya itu sendiri sama sekali Pemda setempat tidak ikut campur. Dan ini harus menjadi suatu kebanggan kita, karena meski tidak dianggarkan di APBD pun Bakar Tongkang setiap tahun tetap jalan," katanya pula.
Masyarakat, lanjut dia juga perlu memahami bahwa Bakar Tongkang adalah suatu acara budaya yang memang riil sumbangsih dari swadaya masyarakat Tionghoa.
"Jadi tentu ini juga harus didorong dengan memberikan bantuan, ya mungkin melalui promosi atau memfasilitasi apabila ada hal-hal yang masih kurang. Misal, memfasilitasi tamu-tamu yang datang dari luar negeri dan membuat acara khusus menyambut kedatangan mereka dengan baik. Dengan demikian maka akan terkesan bahwa orang-orang yang datang ke Rohl itu diberikan tempat dan di wellcome mereka datang kemari. Nah dengan pelayanan seperti ini saya kira mereka akan memberitahu kepada teman-teman yang lain dan mereka akan bisa datang lagi untuk tahun depan, saya kira begitu," demikian Siswaja Muljadi