Alternatif Pendapatan Keluarga, Petani Meranti Kembangkan Jambu Madu

id alternatif pendapatan keluarga petani meranti kembangkan jambu madu

Alternatif Pendapatan Keluarga, Petani Meranti Kembangkan Jambu Madu

Pelalawan (Antarariau.com) - Sejumlah petani di Teluk Meranti, Pelalawan, Riau, mulai mengembangkan penanaman jambu madu di kawasan hutan masyarakat yang sudah ditebangi demi memberikan tambahan pendapatan keluarga.

"Kami dapat bantuan bibit jambu madu dari PT Riau Andalan Pulb and Paper," kata petani Teluk Meranti Jasri Nando kepada rombongan ekpedisi LSM kemitraan pembangunan sosial berkekanjutan (Scale Up) Riau dan Interchurch Organization for Development Cooperation (ICCO) dan awak media di Pelalawan, Kamis.

Ia mengatakan pengembangan jambu madu ini merupakan upaya petani untuk menambah diversifikasi produk pertanian lokal sehingga bisa menjadi peluang pendapatan baru di Teluk Meranti.

Ia mengatakan petani Teluk Meranti sudah mendapat 100 bibit jambu madu delapan bulan lalu, yang disediakan RAPP lengkap dengan potnya.

Selanjutnya bibit ini dibagikan kepada 20 petani di Teluk Meranti dengan masing-masing mendapat antara 7-8 bibit.

"Masing-masing petani mendapat bibit untuk ditanam di lokasi pertanian mereka," ujarnya.

Selain menerima bantuan bibit, kata Nando, para petani juga sudah terlebih dahulu mendapatkan pelatihan dari RAPP tentang budi daya jambu madu, termasuk perawatannya, agar memperoleh panen buah yang maksimal dan berkualitas.

Untuk pupuk, katanya, petani mengandalkan bahan organik dan limbah kotoran burung walet yang diberikan secara bergantian.

"Kini bibit jambu yang kami terima sudah berusia delapan bulan dan mulai mengeluarkan bunga, sesuai petumbuhan diperkirakan akan berbuah pada usia satu tahun," katanya.

Terkait dengan pemasaran buah jambu madu, ia menyatakan sudah banyak pembeli dan peminatnya sehingga petani setempat tidak khawatir.

Selain itu, ujarnya, pasar jambu madu para pendatang dan wisatawan Teluk Meranti.

"Kami nanti juga akan memasarkan produksi jambu madu ini ke luar, seperti Batam, Tanjung Batu, dan sebagainya," ujar dia.

Lurah di Kecamatan Teluk Meranti Nursidin menjelaskan masyarakat setempat pada masa lalu memiliki kehidupan sosial ekonomi yang unik.

Sebelum adanya konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di sekitar kawasan tersebut, warga biasa mengolah kayu yang ada di hutan untuk dijual ke luar negeri.

Selain itu, mereka menjadi nelayan dan petani padi di lahan berpindah-pindah.

Tetapi, setelah ada larangan membakar hutan mereka mencoba beralih ke pekerjaan lain, yakni menjadi petani, menangkar burung walet, dan mencoba mengembangkan budi daya jambu madu.

Ia berharap, bantuan itu benar-benar dirawat dan dikembangkan lagi bibitnya oleh masyarakat sehingga hasilnya bisa diharapkan memberikan tambahan pendapatan.

"Semoga ini jadi potensi baru di Teluk Meranti selain penangkaran walet dan wisata alam bononya," kata dia.

Peninjauan pertanian jambu madu merupakan salah satu rangkaian dari jadwal ekspedisi tiga hari yang di gelar Sebuah LSM kemitraan pembangunan sosial berkekanjutan (Scale Up) dan Interchurch Organization for Development Cooperation (ICCO) bersama puluhan awak media cetak, daring, dan televisi ke wilayah Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, pascakonsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) sejak 2004.

"Kegiatan ini merupakan program Scale Up Riau mau melihat bagaimana kondisi sosial, budaya, ekonomi juga lingkungan masyarakat Teluk Meranti yang berada di sekitar hutan konsesi perusahaan," kata Kepala Divisi Penguatan Jaringan Scale Up Riau, Istiqomah Mafuah.

Istiqomah menjelaskan tujuan kegiatan itu mengetahui dan melihat apakah skema bisnis dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang tertuang dalam prinsip yang diakui PBB terkait tanggung jawab perusahaan untuk menghormatinya terpenuhi.

Pihaknya juga mengajak awak media lokal maupun nasional untuk melihat langsung fakta di lapangan seperti apa kondisi sosial, ekonomi masyarakat.

"Kita ingin mempelajari fakta lapangan pascawilayah itu jadi konsesi," tuturnya.

Ia menjelaskan bentuk pembelajaran yang dilakukan, yakni dengar pendapat bersama masyarakat terus observasi lapangan dan melihat langsung kondisi ekonomi dan sosial.

"Ia ingin mengetahui seperti apa penerapan hak dan kewajiban dalam hubungan masyarakat setempat dengan korporasi. Hasilnya akan dibawa ke permukaan, berupa foto berupa lomba dan pameran. Sementara informasi dan masukan masyarakat akan ditindak lanjuti," katanya.

Program Officer ICCO, Kiswara Santi Ihandini, menyatakan selama kegiatan tersebut peserta ekspedisi akan melakukan kunjungan ke rumah penduduk setempat dan juga lokasi usaha perekonomiannya, napak tilas ke bekas pemukiman warga sebelum pindah ke Teluk Meranti, mengunjungi petani di Kampung Jawa yang berhasil dengan upaya penanaman pohon waru sebagai penahan abrasi bono, dan melihat eksotisnya Pantai Ogis.

Peserta juga akan melakukan penelusuran di Sungai Kampar melihat seperti apa masyarakat menangani Ombak Bono.

"Kita juga ingin melihat kawasan wisata Bono dan juga Sungai Kampar," tutur Kiswara.