Pekanbaru (Antarariau.com) - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Riau, DR. Erdianto Effendi, menyarankan pemerintah segera melakukan reformasi total terhadap sistem pemenjaraan bagi warga binaan di Tanah Air.
"Reformasi total sistem pemenjaraan ini dibutuhkan untuk menekan kasus pelarian napi sekaligus memanusiakan warga binaan tersebut," kata Erdianto di Pekanbaru, Senin.
Baca juga:Jumlah Tahanan Kabur Rutan Pekanbaru Adalah Yang Terbesar Menurut Menkumham
Saran tersebut disampaikannya terkait kaburnya 448 napi dari Rumah Tahanan Negara Kelas II B, Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Riau pada Jumat (5/5).
Menurut dia, masih jamak di Indonesia jika tahanan di tempatkan di Rutan, juga dititipkan di Lapas. Begitu juga sebaliknya, narapidana dititipkan di Lapas, akan tetapi alasan sangat klasik adalah over kapasitas.
Over kapasitas, kata Erdianto, adalah masalah yang sudah diketahui semua pihak tetapi tidak ada upaya yang serius untuk mengatasinya, sementara pembuat UU latah menjadikan sanksi pidana sebagai sanksi "primadona".
"Hampir semua UU memuat sanksi pidana seolah semua persoalan dapat diselesaikan dengan penerapan pidana," katanya.
Oleh karena itu, dengan kejadian (tahanan kabur,red) ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk mereformasi total sistem pemenjaraan.
Ia menyebutkan, reformasi ideal itu meliputi pertama, segera anggarkan pembangunan lapas dan rutan baru di seluruh Indonesia, dan mari memanusiakan manusia. "Sebab tidak semua narapidana jahat karena ada kemungkinan kekeliruan dalam proses peradilannya," katanya.
Baca juga:Kriminolog Nilai Kelebihan Penghuni Rutan Ibarat "Bom Waktu"
Jika benar mereka salah, katanya lagi, tetap ada andil dan tanggungjawab negara sehingga mereka "terpaksa" menjadi penjahat.
Dan bagi mereka yang masih berstatus tahanan, katanya, sedapat mungkin jangan ditahan. Sebab penahanan rumah tahanan negara adalah salah satu alternatif jenis tahanan yaitu tahanan rumah dan tahanan kota.
Sedangkan sifat dari kebijakan penahanan itu sendiri, adalah kewenangan, dan bukan tugas. Kewenangan berarti penegak hukum tidak harus menggunakan haknya untuk menahan.
Kedua, sarannya lagi masih dalam ide reformasi pemenjaraan, yakni Pemerintah perlu segera membangun Lapas khusus berdasarkan jenis kejahatan sebab Lapas adalah tempat pembinaan, bukan tempat pembuangan, jadi "treatment" terhadap nara pidana harus dilakukan berdasarkan jenis kejahatannya.
"Orang sakit saja ada rumah sakit khusus, orang sekolah pun ada sekolah kejuruan," katanya mengibaratkan. Ketiga, segera tetapkan alternatif pidana bukan sekedar pemenjaraan tetapi ada pidana lain seperti pidana kerja sosial atau pengakuan pidana menurut adat setempat.
Baca juga:Polres Siak Upayakan Penyempitan Area Gerak Tahanan Yang Kabur
"Tidak semua kejahatan harus berakhir dengan penjara," katanya dan menambahkan reformasi sistim pemenjaraan, terakhir, adalah dimana pihak-pihak terkait yang terlibat pungli harus diminta pertanggungjawaban, mulai pertanggungjawaban moral, pertanggungjawaban administratif jika perlu pertanggungjawaban pidana jika terbukti ada pungli di Rutan.
Berita Lainnya
Pakar hukum sebut putusan PN Jakarta Pusat tunda pemilu aneh dan mengejutkan
04 March 2023 15:51 WIB
Pakar hukum: Banyak kemudahan jika Perppu Ciptaker jadi disahkan menjadi UU
20 February 2023 17:00 WIB
Pakar hukum dukung penggunaan pasal hukuman mati jerat tersangka kasus korupsi minyak goreng
22 April 2022 15:06 WIB
Pengamat sebut tak perlu lagi ada protes wacana penundaan pemilu 2024
14 April 2022 9:38 WIB
Pakar: Penerapan keadilan restoratif pertimbangkan kesengajaan pelaku dan transparansi ke masyarakat
08 February 2022 8:02 WIB
Pencabutan izin PT SIPP sudah tepat
21 January 2022 18:57 WIB
Pakar Hukum Tata Negara sebut Pemilu Serentak 2024 jadi pilihan baik
12 October 2021 15:28 WIB
Pakar Hukum Internasional ingatkan konflik Afghanistan jangan sampai rusak persatuan di Indonesia
21 August 2021 10:36 WIB