Pasar Cik Puan, Ibarat Dara Yang Terluka

id pasar cik, puan ibarat, dara yang terluka

Pasar Cik Puan, Ibarat Dara Yang Terluka

Cik Puan dalam bahasa Melayu merupakan panggilan kesayangan bagi anak dara yang belum menikah. Kata Cik Puan juga menjadi salah satu ikon perjuangan wanita Melayu. Cik Puan merupakan pejuang perempuan asal Tembelan, Bintan. Ia bergabung bersama Laksamana Raja Dilaut dalam menaklukkan Sambas, Kalimantan Barat, pada masa pemerintahan Raja Siak Assayyidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalaw. Semangat perjuangan inilah yang mengilhami Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru memberikan nama tersebut, sebagai nama salah satu pasar di Pekanbaru. Pasar yang terdapat di Jalan Tuanku Tambusai tersebut, diharapkan mampu menjadi salah satu simbol perjuangan kaum perempuan terutama kaum ibu untuk lebih mandiri. Terlebih mayoritas pedagang merupakan kaum ibu, yang membantu suaminya dari sektor perekonomian. Pasar Cik Puan pada masanya pernah menjadi primadona di Pekanbaru. Letaknya yang strategis di pusat kota dan dilintasi kendaraan umum. Dikarenakan persis berada disamping terminal Mayang Terurai, yang merupakan terminal tersibuk di Pekanbaru pada masanya. Berbeda dengan pasar lainnya, yang letaknya jauh berada di jalan umum dan di pinggiran kota. Namun sayangnya, Pasar Cik Puan tak seindah gadis dan tak setanguh pejuang perempuan Melayu . Sepanjang dua dasawarsa terakhir, tujuh kali sudah pasar ini mengalami kebakaran hebat dan membumihanguskan ratusan kios. Tak terhitung berapa banyak kerugian yang di derita pedagang pasar tersebut. Dan kebakaran itu pun terulang bak bencana tahunan. Hal ini yang menyebabkan Pasar Cik Puan yang tertatih-tatih untuk bangkit, kembali terluka akibat peristiwa kebakaran yang selalu terulang. Banyak yang menduga kebakaran tersebut direkayasa oleh sejumlah oknum. Pasalnya Pemkot Pekanbaru mempunyai hasrat hendak membangun pasar semi modern di atas pasar lama. Kebakaran paling hebat terjadi pada 2007 lalu, bersamaan dengan terbakarnya Panti Asuhan Putra Muhammadiyah Pekanbaru. Panti asuhan tersebut hanya dipisahkan pagar dinding dan berjarak sekitar 3 meter dari Pasar Cik Puan. Setidaknya 817 kios terbakar dalam peristiwa tersebut. "Ibarat sudah jatuh, kembali tertimpa tangga,"kenang Erni, pedagang yang sudah berjualan di pasar tersebut sejak tahun 1980. Kebakaran terakhir terjadi pada April tahun lalu, yang membumihanguskan 400 kios dan menelan kerugian hingga Rp12 milyar. Sebagai bentuk keprihatinan terhadap ratusan pedagang, Pemkot pun berinisiatif untuk membangun Tempat Penampungan Sementara (TPS) untuk menampung ratusan korban. TPS tersebut dibangun di atas lahan terminal Mayang Terurai yang sudah direlokasi ke Bandar Raya Payung Sekaki (BRPS). Belum sembuh dari luka akibat kebakaran, Pasar Cik Puan kembali bersedih hati. Pasalnya saat ini kembali terjadi konflik. Bukan berasal dari luar, melainkan berasal dari dalam tubuh pedagang itu sendiri. Pembagian kios pada TPS yang berlangsung pada akhir Februari lalu, disinyalir penuh kecurangan. Dengan tidak mendapat tempatnya 16 pedagang aktif. Atan Mawardi (52), salah seorang pedagang mengatakan bahwa pencabutan undian TPS di pasar tradisional itu tidak transparan. "Dalam pengundian seharusnya setiap orang pedagang hanya diperkenankan mendapatkan satu TPS. Namun dalam kenyataannya, banyak pengurus pasar yang mendapatkan sampai delapan TPS," ujarnya. Ia mengatakan, pedagang yang telah memperoleh TPS malah dibolehkan menyewakan kembali TPS-nya pada pihak lain padahal dalam perjanjiannya tidak boleh. "Karena adanya kecurangan seperti itu pedagang minta pengundian TPS diulang kembali, pengundian harus dilakukan secara transparan," kata juru bicara pedagang. Tak hanya itu, TPS yang diperuntukkan bagi korban penampungan tersebut. Malah dijual oleh oknum Dinas Pasar seharga Rp10 juta. "Selain itu juga, oknum Dispas diduga melakukan tindakan korupsi dengan menaikkan harga leges yang seharusnya Rp2500 menjadi Rp10 ribu pada saat pengundian,"jelasnya. Ke-16 pedagang tersebut, terpaksa tanpa pekerjaan utuk sementara waktu dikarenakan tak mempunyai tempat. Dari catatan Antara, setidaknya sudah lima kali pedagang berunjuk rasa sejak Maret lalu. Baik ke gedung DPRD Pekanbaru Dinas Pasar maupun kantor walikota. Namun sayangnya tak satupun yang digubris. "Kemana lagi, saya harus mengadu. Seharusnya mereka (pemerintah-red) memperhatikan rakyat kecil. Kami hanya cari makan disini,"keluh Azwar, salah seorang pedagang yang tak mendapat tempat. Ketua Komisi II DPRD Pekanbaru, Nofrizal mengatakan pihaknya juga mencurigai adanya tindak kecurangan tersebut. Dikarenakan Dispas tak bisa menjelaskan nama-nama pedagang yang tertera dalam pendataan ulang. "Nama pedagang hanya terdiri dari tiga huruf dan tak dilengkapi nomor KTP. Memangnya yang berdagang etnis Tiongha semua, yang hanya mempunyai nama tiga huruf,"tukas Nofrizal. DPRD berjanji untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Kepala Dinas Pasar Pekanbaru, Agustrin bersikukuh bahwa pihaknya telah menyelenggarakan pengundian secara transparan. "Semuanya transparan dan disaksikan semua pihak. Mereka yang mendemo hanya segelintir orang yang tidak senang,"katanya. Mengenai dugaan korupsi tersebut, ia mengatakan pihaknya tak pernah melakukan hal tersebut. Ketua Pengurus Pasar Pasar Cik Puan, Agus Sikumbang, juga mengatakan pihaknya tak pernah melakukan tindakan yang di luar aturan. "Dari 800 pedagang, yang kecewa hanya sekitar 16 orang. Hal ini masih dikategorikan sesuatu yang wajar,"katanya. Lalu pertanyaannya, sampai kapan Pasar Cik Puan akan selalu terluka? Semuanya tergantung kebesaran hati dan kearifan Pemko dalam menyikapi hal tersebut.